
OLEH: AGUS SALAM
Coretan konvas Ade Artie telah menghipnotis pengunjung Geleri Cipta II Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu. Coretan-coretan kanvas tersebut memperlihatkan tubuh telanjang perempuan gemuk yang tengah berbaring dengan lipatan-lipatan lemak di tubuhnya.
Bagi Ade, tubuh wanita merupakan medium yang tak habis-habisnya dieksplorasi. Posisi manusia tergarap habis lewat berbagai angle (sudut pandang) dengan bentuk yang tak biasa. Manusia telanjang yang bisa berposisi miring, tampak depan, berlutut, berbaring, berbicara, mendekap, duduk atau tidur.
Menurut Ade, lukisan-lukisannya justru banyak digemari para pelukis dan kolektor ekspatriat. Ini barangkali berkaitan dengan tahapan selera dan visi kesenirupaan yang sudah lebih terbuka, tidak dibatasi oleh nilai-nilai moral agama atau kerisihan publik.
Boleh dibilang, sikap konsisten Ade Artie dalam memilih bentuk tubuh sebagai objek lukisan terlihat lebih kuat. Proses yang dilakukan setelah larut dalam perjalanan seni realis ini baru dirasakan mantap sekitar empat tahun lalu. Kini, kekuatan lukisan berbagai bentuk anatomi tubuh itu bisa dinikmati masyarakat dalam pameran tersebut.
Di awal proses melukis, Ade Artie mengatakan bahwa ia tidak bisa melepaskan diri dari realis. Ketidakpuasannya pada objek lukisan berupa bunga membuatnya bergeser dengan lukisan anatomi tubuh manusia. Pelukis kelahiran Jakarta tahun 1948 itu, yang mengaku tak lepas dari arahan Teguh Oksentrik ternyata lebih kuat dengan lukisan anatomi tubuh manusia.
Pelukis yang mengaku memulainya dari foto kemudian berkembang dengan melukis model nyata itu, mengaku melalui figur dia bebas menyatakan sesuatu. Dalam figur, selain keindahan, komposisi juga bisa ditonjolkan. ‘’Keindahan di dalam lukisan adalah sesuatu yang tak pernah selesai. Berbagai anatomi tubuh itu memang tak terlihat menantang, melainkan sibuk berdialog dengan dirinya sendiri atau objek lain yang jadi pasangan lukisannya. Manusia yang dimunculkan kerap sendiri atau paling tidak dua orang. Namun tak pernah menonjolkan keramaian. Mata figur manusia yang jadi objek lukisannya juga tak pernah menatap, malahan memperhatikan tubuhnya sendiri,” katanya.
Memang karya yang ditampilkan, Ade Artie pada dasarnya bisa menyuguhkan emosi paling dalam dari manusia, berupa cinta, nestapa, kemarahan dan kegembiraan. Kultur manusia Indonesia mulai dari Batak, Irian atau Nias sesungguhnya juga pernah menghadirkan patung berwujud manusia sesuai dengan kultur masing-masing. Pengertian dan representasi dari tubuh ke dalam media seni kerap dipersembahkan sesuai dengan nilai dan etika masyarakat setempat.
Namun Ade Artie memiliki keyakinan pada berbagai gerak yang luwes pada objek manusia, dengan warna yang diguratkan tanpa mengisi volume atau bidang tubuh. Ini membuat lukisannya semakin menguatkan kesan dinamis dari sebuah realitas. Pada latar tubuh, Ade Artie tidak membuatnya secara berlebihan kecuali warna yang cerah atau terang, sehingga objek anatomi manusia telanjang itu tetap bisa fokus.(bokashiok@yahoo.com)
Coretan konvas Ade Artie telah menghipnotis pengunjung Geleri Cipta II Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu. Coretan-coretan kanvas tersebut memperlihatkan tubuh telanjang perempuan gemuk yang tengah berbaring dengan lipatan-lipatan lemak di tubuhnya.
Bagi Ade, tubuh wanita merupakan medium yang tak habis-habisnya dieksplorasi. Posisi manusia tergarap habis lewat berbagai angle (sudut pandang) dengan bentuk yang tak biasa. Manusia telanjang yang bisa berposisi miring, tampak depan, berlutut, berbaring, berbicara, mendekap, duduk atau tidur.
Menurut Ade, lukisan-lukisannya justru banyak digemari para pelukis dan kolektor ekspatriat. Ini barangkali berkaitan dengan tahapan selera dan visi kesenirupaan yang sudah lebih terbuka, tidak dibatasi oleh nilai-nilai moral agama atau kerisihan publik.
Boleh dibilang, sikap konsisten Ade Artie dalam memilih bentuk tubuh sebagai objek lukisan terlihat lebih kuat. Proses yang dilakukan setelah larut dalam perjalanan seni realis ini baru dirasakan mantap sekitar empat tahun lalu. Kini, kekuatan lukisan berbagai bentuk anatomi tubuh itu bisa dinikmati masyarakat dalam pameran tersebut.
Di awal proses melukis, Ade Artie mengatakan bahwa ia tidak bisa melepaskan diri dari realis. Ketidakpuasannya pada objek lukisan berupa bunga membuatnya bergeser dengan lukisan anatomi tubuh manusia. Pelukis kelahiran Jakarta tahun 1948 itu, yang mengaku tak lepas dari arahan Teguh Oksentrik ternyata lebih kuat dengan lukisan anatomi tubuh manusia.
Pelukis yang mengaku memulainya dari foto kemudian berkembang dengan melukis model nyata itu, mengaku melalui figur dia bebas menyatakan sesuatu. Dalam figur, selain keindahan, komposisi juga bisa ditonjolkan. ‘’Keindahan di dalam lukisan adalah sesuatu yang tak pernah selesai. Berbagai anatomi tubuh itu memang tak terlihat menantang, melainkan sibuk berdialog dengan dirinya sendiri atau objek lain yang jadi pasangan lukisannya. Manusia yang dimunculkan kerap sendiri atau paling tidak dua orang. Namun tak pernah menonjolkan keramaian. Mata figur manusia yang jadi objek lukisannya juga tak pernah menatap, malahan memperhatikan tubuhnya sendiri,” katanya.
Memang karya yang ditampilkan, Ade Artie pada dasarnya bisa menyuguhkan emosi paling dalam dari manusia, berupa cinta, nestapa, kemarahan dan kegembiraan. Kultur manusia Indonesia mulai dari Batak, Irian atau Nias sesungguhnya juga pernah menghadirkan patung berwujud manusia sesuai dengan kultur masing-masing. Pengertian dan representasi dari tubuh ke dalam media seni kerap dipersembahkan sesuai dengan nilai dan etika masyarakat setempat.
Namun Ade Artie memiliki keyakinan pada berbagai gerak yang luwes pada objek manusia, dengan warna yang diguratkan tanpa mengisi volume atau bidang tubuh. Ini membuat lukisannya semakin menguatkan kesan dinamis dari sebuah realitas. Pada latar tubuh, Ade Artie tidak membuatnya secara berlebihan kecuali warna yang cerah atau terang, sehingga objek anatomi manusia telanjang itu tetap bisa fokus.(bokashiok@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar