
OLEH: AGUS SALAM
bokashiok@yahoo.com
Setelah gonta-ganti pupuk dengan hasil yang kurang memuaskan, akhirnya EKo Suwarno, seorang petani Stroberi asal Salatiga, Jawa Tengah (Jateng) berhasil dan sukses menerapkan teknologi Effective Microorganisms (EM).
Suwarno yang juga pemilik lahan dan bertugas memberikan pembinaan ke petani di Jl Raya Kopeng Salatiga itu mengamati, dengan menerapkan teknologi EM, buah strobery lebih manis, tahan lama, tidak mudah terserang hama penyakit dan aman untuk dikonsumsi. ‘’Saya sebenarnya sudah banyak mencoba berbagai produk fermentator berbasis organik tetapi tidak sebagus menggunakan EM4. Ada juga produk yang baik tetapi harganya tidak bisa dijangkau para petani,’’ kata Suwarno polos.
Kawasan Wisata Kopeng Salatiga cocok untuk budi daya stroberi. Suhu di kawasan itu berkisar 17-20 derajat Celcius dengan tingkat kelembaban udara (RH) 80-90%. Curah hujan berkisar 600-700 mm per tahun. Dalam suhu dan curah hujan demikian, ikut menopang pertumbuhan stroberi secara subur. ‘’Keunggulan teknologi EM pernah dibuktikan mahasiswa Universitas Dipenogoro (UNDIP) yang meneliti daya tahan stroberi. Hasilnya stroberi yang saya tanam di atas lahan seluas 3500 meter persegi ini lebih manis dan tahan lama dibanding stroberi yang tidak menggunakan EM4,’’ ungkap Suwarno.
Bagi diirinya, teknologi EM sebenarnya sudah cukup akrab. Suwarno sudah memakai EM4 sejak tahun 1994 ketika masih bekerja di perkebunan milik pengusaha asal Sukabumi, Jawa Barat yang intensif menanam sayuran organik berbasi pupuk EM4. Sejak tahun 2002, Eko mengembangkan stroberi di tanah kelahirannya, Kopeng dan menjadikan bisnis itu sebagai mata pencaharian tetap. ’’Saya membudidayakan tanaman stroberi dengan dua sistem. Pertama, sistem medium tanah pot atau polybag dan sistem bedengan atau guludan bermulsa plastik. Untuk menghindari hama, dikembangkan cara tumpang sari dengan menanam pohon bawang di antara tanaman stroberi,’’ jelasnya.
Sedang untuk pemasaran Strobery, biasanya para pembeli asal kota Jogjakarta biasanya langsung mendatangi lahan pertanian dan memborong hasil perkebunan yang dilego dengan harga yang cukup terjangkau. Pada Sabtu dan Minggu, kawasan wisata Kopeng cukup ramai dan banyak wisatawan yang membeli stroberi.
Stroberi pertama kali ditemukan di Chili, AS dengan species Fragaria chiloensis L, lalu menyebar secara cepat ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia, di samping species F vesca L dan pertama kali masuk ke Indonesia. Daerah dataran tinggi di daerah tersebut lebih cocok ditanami jenis sayuran itu.
bokashiok@yahoo.com
Setelah gonta-ganti pupuk dengan hasil yang kurang memuaskan, akhirnya EKo Suwarno, seorang petani Stroberi asal Salatiga, Jawa Tengah (Jateng) berhasil dan sukses menerapkan teknologi Effective Microorganisms (EM).
Suwarno yang juga pemilik lahan dan bertugas memberikan pembinaan ke petani di Jl Raya Kopeng Salatiga itu mengamati, dengan menerapkan teknologi EM, buah strobery lebih manis, tahan lama, tidak mudah terserang hama penyakit dan aman untuk dikonsumsi. ‘’Saya sebenarnya sudah banyak mencoba berbagai produk fermentator berbasis organik tetapi tidak sebagus menggunakan EM4. Ada juga produk yang baik tetapi harganya tidak bisa dijangkau para petani,’’ kata Suwarno polos.
Kawasan Wisata Kopeng Salatiga cocok untuk budi daya stroberi. Suhu di kawasan itu berkisar 17-20 derajat Celcius dengan tingkat kelembaban udara (RH) 80-90%. Curah hujan berkisar 600-700 mm per tahun. Dalam suhu dan curah hujan demikian, ikut menopang pertumbuhan stroberi secara subur. ‘’Keunggulan teknologi EM pernah dibuktikan mahasiswa Universitas Dipenogoro (UNDIP) yang meneliti daya tahan stroberi. Hasilnya stroberi yang saya tanam di atas lahan seluas 3500 meter persegi ini lebih manis dan tahan lama dibanding stroberi yang tidak menggunakan EM4,’’ ungkap Suwarno.
Bagi diirinya, teknologi EM sebenarnya sudah cukup akrab. Suwarno sudah memakai EM4 sejak tahun 1994 ketika masih bekerja di perkebunan milik pengusaha asal Sukabumi, Jawa Barat yang intensif menanam sayuran organik berbasi pupuk EM4. Sejak tahun 2002, Eko mengembangkan stroberi di tanah kelahirannya, Kopeng dan menjadikan bisnis itu sebagai mata pencaharian tetap. ’’Saya membudidayakan tanaman stroberi dengan dua sistem. Pertama, sistem medium tanah pot atau polybag dan sistem bedengan atau guludan bermulsa plastik. Untuk menghindari hama, dikembangkan cara tumpang sari dengan menanam pohon bawang di antara tanaman stroberi,’’ jelasnya.
Sedang untuk pemasaran Strobery, biasanya para pembeli asal kota Jogjakarta biasanya langsung mendatangi lahan pertanian dan memborong hasil perkebunan yang dilego dengan harga yang cukup terjangkau. Pada Sabtu dan Minggu, kawasan wisata Kopeng cukup ramai dan banyak wisatawan yang membeli stroberi.
Stroberi pertama kali ditemukan di Chili, AS dengan species Fragaria chiloensis L, lalu menyebar secara cepat ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia, di samping species F vesca L dan pertama kali masuk ke Indonesia. Daerah dataran tinggi di daerah tersebut lebih cocok ditanami jenis sayuran itu.
0 komentar:
Posting Komentar