LENTERA
OLEH: DIDIK PURWANTO
Karis (27), bukan nama sebenarnya, sudah tiga setengah tahun merantau ke Bali. Memang tujuannya mencari kerja. Apa bisa dikata, ternyata hanya pekerjaan sebagai PSK harus dilakukan oleh warga Banyuwangi ini. Tak ada seorang pun yang tahu bahwa wanita ini mengidap HIV. Keluarga bahkan suaminya pun tidak mengetahui sang istri telah mengidap virus ganas penyebab AIDS tersebut. Tiap kali berhubungan seksual, suami harus menggunakan kondom untuk mencegah tertularnya virus. “Kami berkomitmen untuk tidak memiliki anak karena takut akan tertular HIV pada keturunan kami,” ujarnya sendu.
Untuk membantu perekonomian keluarga, Karis harus tetap bekerja hanya sekadar untuk menambah penghasilan. Walau tidak penuh semalam, upaya ini harus tetap dilakukan demi menyambung hidup di perantauan. “Asal jangan sampai terasa pusing, panas dan kecapekan saja. Saya masih bisa melayani pria hidung belang. Prinsipnya yang mau berkencan dengan saya harus memakai kondom, itu saja,” tambahnya.
Begitu juga dengan Amat (40). Warga Banyuwangi yang telah merantau sembilan tahun di Bali ini telah positif mengidap HIV dua tahun lalu. Kebiasaan “jalan” dengan berganti pasangan tersebut malah membuat tubuhnya terkena herpes. Setelah periksa di rumah sakit, ternyata positif HIV. “Sedih sih tapi saya berusaha menjalani hidup apa adanya,” ungkap Amat yang telah lima tahun menjalani profesi waria.
Keinginan Amat yang belum tercapai adalah membuat usaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Sama dengan Karis, Amat pun masih “jalan” dengan beberapa pasangan demi mempertahankan hidup di surga dunia ini.
Untuk dapat berkomunikasi dengan para ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) tersebut, orang awam harus dapat mengakses konselor atau pendamping ODHA ini. ODHA akan tertutup terhadap rahasia mereka (terkena HIV). Bagaimanapun, ODHA adalah manusia yang ingin hidup normal tanpa ingin diketahui rahasia pribadinya. Kecuali pada orang-orang yang dapat dipercaya untuk diajak ngobrol bersama. “Setelah kenalan dengan konselor (pendamping), kini saya bisa berinteraksi dengan mereka (ODHA),” kata I Gusti Ayu Vidyari yang akrab disapa Awi.
Menurutnya, ODHA mendapat kemudahan untuk mengurus ASKESKIN yang dapat digunakan untuk berobat di RSUP Sanglah atas rekomendasi dari Wakil Gubernur, Alit Kelakan selaku ketua Komisi Penanggulangan AIDS. “Namun entah kenapa, Dinas Kesehatan malah mengurangi jatah obat untuk ODHA yang biasa dibagi gratis. Sisa yang harus dibayar untuk membayar obat, kita cari dari penggalian dana berupa penjualan souvenir dan sumbangan dari donatur,” ungkap Awi, staf Pengembangan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Bali Plus tersebut.
Bagi Opi Sulaiman, koordinator KDS Bali Plus telah menyosialisasikan bahaya HIV/AIDS kepada masyarakat. Cara ini cukup sederhana, yaitu ABCDE dan M. “Abstinence (putus hubungan total dengan HIV), Be Care with Couple (setia dengan pasangan), Condom (pemakaian kondom), Don’t Inject (jangan memakai jarum suntik), Education (penyuluhan, seminar) dan Masturbation (tindakan seks terhadap diri sendiri). Namun tindakan terakhir belum menjadi solusi umum,” terang Opi.(penacinta@yahoo.com)
OLEH: DIDIK PURWANTO
Karis (27), bukan nama sebenarnya, sudah tiga setengah tahun merantau ke Bali. Memang tujuannya mencari kerja. Apa bisa dikata, ternyata hanya pekerjaan sebagai PSK harus dilakukan oleh warga Banyuwangi ini. Tak ada seorang pun yang tahu bahwa wanita ini mengidap HIV. Keluarga bahkan suaminya pun tidak mengetahui sang istri telah mengidap virus ganas penyebab AIDS tersebut. Tiap kali berhubungan seksual, suami harus menggunakan kondom untuk mencegah tertularnya virus. “Kami berkomitmen untuk tidak memiliki anak karena takut akan tertular HIV pada keturunan kami,” ujarnya sendu.
Untuk membantu perekonomian keluarga, Karis harus tetap bekerja hanya sekadar untuk menambah penghasilan. Walau tidak penuh semalam, upaya ini harus tetap dilakukan demi menyambung hidup di perantauan. “Asal jangan sampai terasa pusing, panas dan kecapekan saja. Saya masih bisa melayani pria hidung belang. Prinsipnya yang mau berkencan dengan saya harus memakai kondom, itu saja,” tambahnya.
Begitu juga dengan Amat (40). Warga Banyuwangi yang telah merantau sembilan tahun di Bali ini telah positif mengidap HIV dua tahun lalu. Kebiasaan “jalan” dengan berganti pasangan tersebut malah membuat tubuhnya terkena herpes. Setelah periksa di rumah sakit, ternyata positif HIV. “Sedih sih tapi saya berusaha menjalani hidup apa adanya,” ungkap Amat yang telah lima tahun menjalani profesi waria.
Keinginan Amat yang belum tercapai adalah membuat usaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Sama dengan Karis, Amat pun masih “jalan” dengan beberapa pasangan demi mempertahankan hidup di surga dunia ini.
Untuk dapat berkomunikasi dengan para ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) tersebut, orang awam harus dapat mengakses konselor atau pendamping ODHA ini. ODHA akan tertutup terhadap rahasia mereka (terkena HIV). Bagaimanapun, ODHA adalah manusia yang ingin hidup normal tanpa ingin diketahui rahasia pribadinya. Kecuali pada orang-orang yang dapat dipercaya untuk diajak ngobrol bersama. “Setelah kenalan dengan konselor (pendamping), kini saya bisa berinteraksi dengan mereka (ODHA),” kata I Gusti Ayu Vidyari yang akrab disapa Awi.
Menurutnya, ODHA mendapat kemudahan untuk mengurus ASKESKIN yang dapat digunakan untuk berobat di RSUP Sanglah atas rekomendasi dari Wakil Gubernur, Alit Kelakan selaku ketua Komisi Penanggulangan AIDS. “Namun entah kenapa, Dinas Kesehatan malah mengurangi jatah obat untuk ODHA yang biasa dibagi gratis. Sisa yang harus dibayar untuk membayar obat, kita cari dari penggalian dana berupa penjualan souvenir dan sumbangan dari donatur,” ungkap Awi, staf Pengembangan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Bali Plus tersebut.
Bagi Opi Sulaiman, koordinator KDS Bali Plus telah menyosialisasikan bahaya HIV/AIDS kepada masyarakat. Cara ini cukup sederhana, yaitu ABCDE dan M. “Abstinence (putus hubungan total dengan HIV), Be Care with Couple (setia dengan pasangan), Condom (pemakaian kondom), Don’t Inject (jangan memakai jarum suntik), Education (penyuluhan, seminar) dan Masturbation (tindakan seks terhadap diri sendiri). Namun tindakan terakhir belum menjadi solusi umum,” terang Opi.(penacinta@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar