Home » » Bank Kurang Optimal Beri Kredit Bagi Petani

Bank Kurang Optimal Beri Kredit Bagi Petani

Kalangan perbankan selama ini kurang optimal memberi kredit bagi sektor pertanian, karena belum ada aturan soal sistem perdagangan dan pembudidayaan, sehingga sektor ini tidak tergarap dengan baik. ’’Bagi perbankan, sektor pertanian bukan tidak menguntungkan. Kondisi ini karena belum adanya model yang jelas tentang pengelolaan pertanian dari hulu hingga hilir. Akibatnya, risikonya pun tinggi,’’ kata Direktur Utama Bank Bukopin, Glen Glenardi, di Surabaya.
Menurut dia, sektor pertanian khususnya padi bisa sangat menguntungkan dunia perbankan. Untuk satu hektare sawah yang rata-rata saat ini bisa menghasilkan minimal empat ton gabah kering giling, kini sudah bisa mencapai angka impas produksi. ’’Jika hal itu bisa diolah dengan sistem yang terarah dan terintegrasi, bukan mustahil bisa menghasilkan sekitar delapan ton per hektare. Bahkan, untungnya juga besar,’’ ujarnya.
Ia mencontohkan, untuk komoditas CPO atau kelapa sawit dan karet yang sudah cukup mapan tata niaga dan pembudidayaannya, selama ini bank tidak khawatir menyalurkan kredit. "Semisal komoditas gula, biaya hidup petani tebu justru ditanggung oleh kredit perbankan dan baru dilunasi setelah panen," katanya.
Di sektor pertanian, baik dari sisi perdagangan hasil tanaman maupun on farm, pihaknya telah menyalurkan kredit dengan jumlah cukup besar.
Tanpa menjelaskan jumlah nominalnya, ia menyebutkan porsi kredit ke agrobisnis sekitar 40 persen dari total kredit yang disalurkan. Namun, tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) untuk sektor pertanian on farm khususnya padi, menduduki peringkat teratas yaitu sekitar 4 persen dari rata-rata NPL seluruh sektor kredit yang mencapai 3 persen. Sejauh ini, angka NPL untuk kredit pertanian on farm memang cukup besar. Untuk itu, kami memerlukan model yang jelas untuk peningkatan sektor ini.
Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jatim, FX Soegeng Notodihardjo, menyatakan, sebenarnya cukup tinggi minat perbankan membiayai sektor pertanian.
Hanya saja, regulasi di bidang pertanian membuat risiko di sektor ini juga tinggi, sehingga membuat para bankir berpikir berulang kali untuk masuk ke sana. "Sektor pertanian itu tergantung musim, sehingga jelas ada potensi besar terhadap terjadinya kredit macet. Kalau NPL tinggi, meski hanya 1-2 bulan jelas kami disemprit. Jika risiko bisa ditekan dengan regulasi atau instrumen tertentu, peminat kredit ke sektor ini akan banyak," katanya.
Ia menerangkan, sebenarnya ada cara untuk meredam NPL dengan meningkatkan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Akan tetapi, harus ada modal tambahan yang disuntikkan atau ada dana yang disalurkan sebagai PPAP. ’Namun tidak semua bank bisa melakukan hal ini.
Di sisi lain, persoalan yang ditemui dalam kredit pertanian adalah besarnya permintaan kredit tetapi suplai dana dari bank-bank terbatas. Di Jatim, sudah ada beberapa BPR yang fokus ke pertanian. Tetapi, dananya tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan petani. Di Kediri, Jember dan Banyuwangi sudah ada anggota yang terjun ke sektor ini.
KORAN PAK OLES/EDISI 177/15-30 JUNI 2009
Thanks for reading Bank Kurang Optimal Beri Kredit Bagi Petani

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar