Home » , » Ruang Pengobatan Tradisional

Ruang Pengobatan Tradisional

Oleh: Maryati
Walaupun teknologi pengobatan modern terus berkembang bersama perjalanan waktu, perkembangannya tidak bisa benar-benar menggusur penggunaan obat dan pengobatan tradisional yang jauh lebih dulu menjadi bagian hidup masyarakat.
Hingga kini obat dan pengobat tradisional masih menjadi alternatif penyembuh dan pencegah penyakit dalam masyarakat. Produsen obat tradisional masih hidup dan bahkan terus bertambah. Toko, kios, dan pedagang jamu keliling masih punya pelanggan.
Jumlah obat tradisional dalam negeri yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) naik dari 772 produk pada 2007 menjadi 1.172 produk tahun 2008. Sementara produk obat tradisional dari luar negeri yang didaftarkan untuk mendapatkan ijin edar rata-rata 100 produk per tahun.
Tingkat penggunaan obat herbal/tradisional pun cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan, tahun 1980 penggunaan obat herbal mencapai 19,8 persen, tahun 1986 bertambah menjadi 23,3 persen, tahun 2001 kembali bertambah menjadi 31,7 persen dan meningkat lagi menjadi 32,8 persen pada 2004.
Pengobat tradisional seperti dukun pijat, tabib, penyembuh patah tulang, sunat, tukang pijat refleksi, akupresuris, dan akupunkturis masih banyak dimanfaatkan jasanya. Pemerintah tampaknya memandang pengobatan tradisional sebagai salah satu alternatif upaya pengobatan yang aman sehingga tetap memberikan ruang untuk berkembang meski tetap memagarinya dengan regulasi agar tetap terkontrol.
Regulasi tentang obat dan pengobatan tradisional diterbitkan oleh Departemen Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ketentuan Departemen Kesehatan terkait obat dan pengobat tradisional antara lain tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246 Tahun 1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297 Tahun 1998 tentang peredaran obat tradisional impor; dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Menkes/ SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional.
Menurut ketentuan, yang dimaksud dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan menggunakan cara yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan yang diterapkan sesuai norma dalam masyarakat.
Obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.Menurut ketentuan tentang pengobatan tradisional, obat dan jasa pengobat tradisional hanya boleh digunakan apabila tidak membahayakan jiwa atau melanggar kaidah agama, aman dan bermanfaat bagi kesehatan, tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta tidak bertentangan dengan norma dan nilai hidup masyarakat.
Peraturan tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional juga mewajibkan pengobat tradisional yang menjalankan profesinya untuk mendaftarkan diri ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat untuk mendapatkan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT).
Menurut aturan, STPT hanya diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan.
Pengobat tradisional asing pun harus mendaftarkan diri meski tidak boleh melakukan praktek secara langsung dan hanya boleh bekerja sebagai tenaga konsultan dan atas permintaan sarana pelayanan kesehatan yang berbadan hukum yang memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Dalam hal ini Departemen Kesehatan juga melakukan pembinaan terhadap pengobat tradisional melalui Asosiasi Pengobat Tradisional dan membentuk Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) untuk meningkatkan pemanfaatan pengobatan tradisional.
Sementara BPOM mengeluarkan aturan tentang produksi, penjualan dan pengawasan peredaran obat tradisional. Aturan tersebut antara lain berupa peraturan Kepala BPOM tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan peraturan Kepala BPOM mengenai pengawasan pemasukan obat tradisional.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen BPOM Ruslan Aspan menjelaskan, pihaknya membina produsen obat tradisional supaya secara bertahap menerapkan CPOTB dalam proses produksi.
Seluruh produsen obat tradisional yang saat ini jumlahnya 1.052 perusahaan ditargetkan sudah menerapkan CPOTB pada 2010. Pendampingan dan pemantauan sarana produksi dilakukan secara berkala dilakukan untuk memastikan penerapan cara produksi tersebut oleh seluruh produsen.
Pengawasan
Ruslan menjelaskan, selain mengeluarkan regulasi, BPOM juga mengawasi produksi dan peredaran obat tradisional. Pengawasan terhadap obat tradisional sebelum dan setelah produk dipasarkan itu untuk memastikan keamanan produk yang beredar di pasaran.
Menurut dia, sebelum mengeluarkan izin edar obat tradisional pihaknya melakukan penilaian (pre-market evaluation) untuk menjamin keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut.
Pada saat melakukan pendaftaran produk obat tradisionalnya, perusahaan yang bersangkutan harus memberikan informasi yang benar mengenai komposisi bahan, cara produksi, data keamanan produk, stabilitas produk, dan hasil pemeriksaan laboratorium terakreditasi mengenai produknya termasuk pengujian kandungan bahan kimia obat (BKO) dengan parameter tertentu. "Selanjutnya kami melakukan pengujian terhadap produk yang didaftarkan dan mengobservasi proses pembuatannya, " kata Ruslan.
Menurut dia, dalam hal ini BPOM memiliki standar keamanan, kualitas, stabilitas, dan khasiat obat tradisional.
Hanya untuk obat tradisional yang sudah dipastikan tidak berisiko mengganggu kesehatan, dibuat secara baik, tidak mengalami perubahan dalam dua tahun, bebas dari cemaran bahan kimia, dan terbukti berkhasiat saja BPOM memberikan nomor persetujuan pendaftaran atau nomor ijin edar. "Namun tidak seperti obat, pengujian khasiat obat tradisional hanya dilakukan berdasarkan bukti empirik dan bukan harus berdasarkan hasil uji klinis," katanya.
Ia menambahkan, dari sekitar 15 ribu produk obat tradisional yang hingga kini ada di Indonesia hanya lima di antaranya yang kemanjurannya sudah dibuktikan dengan uji klinis pada manusia. "Karena perlu waktu lama dan biaya yang sangat besar untuk uji klinis, tidak semua produsen mampu melakukannya, " katanya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pihaknya juga mengawasi ketaatan penerapan CPOTB untuk memastikan keamanan produk obat tradisional yang diedarkan ke pasaran.
Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap produk obat tradisional yang sudah beredar di pasaran untuk memastikan produsen tidak melakukan pelanggaran.
Pengawasan terhadap peredaran produk dilakukan dengan melakukan inspeksi ke sarana penjualan serta mengambil dan memeriksa sampel produk obat tradisional yang beredar di pasaran secara periodik.
"Karena kadang produsen dengan sengaja menambahkan BKO saat produksi atau menyembunyikan informasi mengenai komposisi saat penilaian awal," katanya.
Pelanggaran
Meski ketentuan sudah diterbitkan dan pengawasan sudah dilakukan, pelanggaran masih saja ditemukan.
Ruslan mengatakan, setiap tahun pihaknya menemukan antara satu persen hingga dua persen obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat seperti sildenafil dan sibutramin, yang dalam jangka panjang berisiko menyebabkan gangguan kesehatan.
Selama triwulan pertama tahun 2009, BPOM telah melakukan pengujian terhadap 454 sampel obat tradisional dan mendapati 210 (38 persen) di antaranya tidak memenuhi persyaratan mutu. "Tidak memenuhi syarat mutu di sini bukan berarti selalu mengandung BKO, ada yang produksinya belum standar, tidak terdaftar dan yang lainnya," kata Ruslan.
Ia menambahkan, produk obat tradisional yang dalam tiga bulan terakhir sudah dimusnahkan karena mengandung bahan kimia obat (BKO) sebanyak 472 kotak, 20.710 bungkus, 237 kapsul, 22 botol dan 38 tube.
Selama periode itu, BPOM juga telah memeriksa 164 sarana distribusi atau tempat penjualan obat tradisional dan menemukan 35 sarana distribusi yang tidak memenuhi ketentuan.
Inspeksi penerapan CPOTB juga dilakukan pada 48 industri obat tradisional selama periode itu dan BPOM menemukan 27 produsen yang tidak beroperasi sesuai ketentuan.
Ruslan mengatakan, pihaknya memberikan sanksi berupa peringatan, teguran hingga pencabutan ijin edar dan ijin produksi terhadap distributor dan produsen yang kedapatan melakukan pelanggaran.
Ia menjelaskan, selama ini pelanggaran belum bisa ditekan hingga serendah mungkin karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia selama ini menjadi hambatan dalam upaya pengawasan. "Dana dan sumber daya yang kami miliki terbatas sehingga pengawasan kadang tidak bisa dilakukan secara maksimal," katanya.
Oleh karena itu, dia melanjutkan, pihaknya berusaha menggerakkan partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam kegiatan pengawasan. "Kami juga menyediakan unit layanan pengaduan konsumen, di sana masyarakat bisa menyampaikan informasi, pertanyaan dan keluhan tentang produk obat dan makanan, termasuk produk obat tradisional, " katanya.
Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM dapat dijangkau melalui telepon ke nomor 021-4263333/ 32199000 atau surat elektronik ke: ulpk@pom.go. id dan ulpkbadanpom@yahoo.com.
Dia juga meminta konsumen menjaga diri dengan berhati-hati dan teliti jika ingin menggunakan obat atau pengobat tradisional. "Lebih baik menggunakan obat tradisional yang sudah terdaftar di BPOM, yang bertanda TR, obat tradisional yang produsennya jelas, serta yang nama dan khasiat yang dicantumkan dalam kemasannya tidak bombastis atau berlebihan. Untuk produk impor, gunakan yang sudah terdaftar, yang keterangan produknya berbahasa Indonesia," demikian Ruslan Aspan. (Anspek)
KORAN PAK OLES/EDISI 177/15-30 JUNI 2009
Thanks for reading Ruang Pengobatan Tradisional

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar