Home » , » Saat Pengobatan Alternatif Jadi Pilihan

Saat Pengobatan Alternatif Jadi Pilihan

moumOleh: Puspa Perwitasari
Mahalnya biaya pengobatan dan pelayanan di rumah sakit membuat sejumlah orang enggan berobat secara medis. Mereka cenderung memilih ke pengobatan alternatif atau tradisional yang biayanya relatif lebih murah.
Yang pengobatannya lebih populer ditangani dengan cara tradisional, misalnya, patah tulang atau istilah medisnya disebut fraktur.
Tempat-tempat pengobatan patah tulang alternatif pun bermunculan, sebut saja pengobatan Guru Singa di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pusat urut tulang di Cimande Bogor, dan pengobatan Haji Naim di Cilandak, Jakarta Selatan.
Menjamurnya pengobatan patah tulang alternatif itu tidak lepas dari kepercayaan masyarakat yang menilai patah tulang akan lebih cepat sembuh jika diurut dengan cara tradisional daripada menjalani operasi di rumah sakit. Itu, misalnya, diakui Isah (28), warga Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Menurut dia, saat itu dirinya mengalami kecelakaan ketika bermain sepak bola hingga tempurung lutut kanannya bergeser. Untuk menyembuhkan cidera tersebut dia memilih pengobatan alternatif. Perempuan yang memiliki dua orang anak itu memilih ke pengobatan alternatif di kawasan Kampung Bali, Jakarta Pusat, karena biayanya dianggap murah dan penanganan yang cepat. "Kalau alternatif itu biayanya sukarela sesuai dengan dompet saja. Coba kalau saya ke dokter, bisa habis biaya ratusan ribu bahkan jutaan," katanya.
Pada saat mengalami kecelakaan tersebut, ia tidak terpikir untuk ke dokter kendati saat itu tidak bisa berjalan. Dirinya merasa penanganan medis terlalu rumit dan berbelit-belit. "Ke dokter itu pasti pake rontgen dulu, jadi kelamaan menanganinya. Kalau ke pengobatan alternatif kan langsung diurut," kata perempuan yang kesehariannya berdagang makanan itu.
Dirinya hanya perlu berobat tiga kali hingga akhirnya bisa berjalan normal kembali.
"Ini sudah bisa jalan enak, tapi memang posisi tempurung belum kembali seperti semula," kata Isah.
Hal serupa dikata Okta (32). Pria yang mengalami luka pada bagian lutut kirinya itu mengaku lebih tertarik pada pengobatan tradisional karena banyak masyarakat yang sembuh hanya dengan melakukan pengobatan alternatif. "Pengobatan alternatif tidak perlu operasi bahkan bekasnya pun tidak ada. Jika melakukan pengobatan medis berapa banyak uang yang harus saya keluarkan? Pasti dioperasi dan membekas," kata akuntan pada sebuah perusahaan nasional itu.
Hanya dengan tiga kali mendatangi tempat penyembuhan alternatif, dirinya mengaku lebih baik dan bisa berjalan seperti biasa meski masih belum sempurna. Selama menjalani perawatan oleh ahli pengobatan alternatif, dirinya mengaku hanya diurut dengan menggunakan minyak biasa. Sebelum menjalani perawatan, untuk berjalan pun dia harus meminta bantuan orang lain. "Sekarang sudah bisa berjalan seperti biasa meski belum sempurna. Saya melihat pengobatan alternatif lebih efektif dan murah, " katanya saat dikonfirmasi.
Ahli pengobatan patah tulang alternatif yang beroperasi di Jl Kampung Bali XXXI, Nurhafid (50), mengatakan, antusiasme masyarakat untuk lebih memilih pengobatan alternatif dikarenakan tingginya biaya pengobatan medis di rumah sakit. "Banyak pasien patah tulang yang akhirnya datang ke pengobatan alternatif karena dihadang biaya puluhan juta untuk operasi di rumah sakit," katanya.
Lelaki yang mengandalkan keahlian pijat urut dari turunan kakeknya, Haji Asmawi, itu mengatakan, pengobatan alternatif menjadi pilihan karena masyarakat percaya dengan hasil yang bisa dirasakan setelah melakukan pengobatan. "Rata-rata mereka kembali karena percaya dengan khasiat pengobatan ini," katanya.
Lelaki yang berpraktek di ruang seluas 3x4 meter itu menggunakan minyak untuk mengurut pasiennya. "Kesembuhan pasien tidak hanya tergantung oleh pengobatan ini, tapi juga oleh tekad pasien untuk sembuh," kata lelaki yang akrab disapa Hafid itu.
Meski banyak orang yang memilih pengobatan alternatif, Rahmad Gunawan (27) yang mengalami patah tulang di persendian siku tangan kiri akibat kecelakaan motor pada akhir 2008 itu, akhirnya lebih memilih pengobatan secara medis dibandingkan alternatif.
Lelaki yang tinggal di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, itu mengatakan, usai kecelakaan, dirinya sempat dirontgen dan dirujuk untuk melakukan operasi. "Waktu itu saya dianjurkan operasi dan digadang biaya Rp 13 juta," katanya.
Biaya sebesar itu, kata lelaki yang akrab disapa Tole, sangat berat karena saat itu penghasilannya belum menentu. "Uang sebesar itu bagi saya sangat besar, terlebih saya saat itu masih membiayai kuliah dengan hasil bekerja sebagai fotografer freelance," katanya.
Ia kemudian mendapatkan rekomendasi untuk berobat pada salah satu ahli pengobatan tulang alternatif di kawasan Jakarta Selatan. Menurut orang-orang, pengobatan alternatif untuk patah tulang cenderung lebih cepat. "Saya selama tiga bulan bolak-balik ke pengobatan itu, sempat di gips dan diolesi putih telur untuk menjaga posisi tulang yang patah," kata Tole.
Tiga bulan berlalu, namun cidera patah tulang yang dialaminya tak kunjung menampakkan kesembuhan. Bahkan tangan kirinya yang di gips cenderung mengecil. "Saya khawatir dengan kondisi tangan yang semakin hari semakin mengecil, dan pada saat itu rasanya saya ingin menyerah," katanya.
Akhirnya, kata Tole, ia memutuskan untuk memeriksakan kembali cidera patah tulangnya ke rumah sakit. Ia kembali dirontgen. Dan menurutnya, tak ada perbedaan sama sekali dari hasil rontgen pertama dengan hasil rontgen setelah ia berobat alternatif. "Saya sungguh kecewa, dan akhirnya memutuskan untuk berobat secara medis saja," katanya.
Baginya, pengobatan secara medis memang solusi yang terbaik untuk patah tulang, karena para dokter yang menangani mengerti betul seluk-beluk tulang. "Sekarang saya lebih yakin dengan tenaga medis, karena penanganan yang mereka lakukan benar-benar nyata meskipun biayanya mahal," katanya.
Lelaki yang akan menjalani operasi awal minggu empat bulan Mei itu menyatakan, pengobatan secara medis bisa dipertanggungjawabkan. Ia mengisahkan nasib tetangganya yang meninggal dunia setelah berobat selama satu bulan di pengobatan alternatif. "Kalau terjadi kesalahan penanganan di rumah sakit kan pasien atau pihak keluarga bisa mengadukan hal itu, tapi kalau di pengobatan alternatif mana bisa dituntut?" katanya.
Ia menyatakan, sebaiknya masyarakat lebih percaya kepada ahlinya dibandingkan harus berspekulasi khususnya untuk kesehatan dirinya sendiri.
Ahli bedah tulang RS Pelni Jakarta Barat dr Mulyono Soedirman SpB, SpOT menyatakan, dirinya tidak mendukung adanya praktek pengobatan patah tulang alternatif.
Menurutnya, patah tulang adalah cidera yang bersifat patologis, bukan fungsiologis. “Kondisi patah tulang itu beda dengan melahirkan, patah tulang itu sakit sedangkan kalau melahirkan itu organ dalam kondisi normal," katanya.
Baginya, segala macam bentuk patah tulang hendaknya diperiksakan secara medis dan tidak ditangani dengan cara tradisional seperti metode urut. "Kalau terjadi patah tulang, seringan atau seberat apapun, hendaknya pasien melakukan rontgen terlebih dahulu agar segera ditangani dengan tepat dan bukan meraba-raba," katanya.
Penanganan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kelumpuhan bagi penderita. "Harus dibedakan antara tulang dewasa dan anak-anak, karena jika terjadi kesalahan penanganan pada tulang anak dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan bisa terjadi kelumpuhan," katanya.
Mulyono menambahkan, hendaknya pemerintah melalui Departemen Kesehatan segera melakukan tindakan pada praktek-praktek pengobatan tulang alternatif yang mulai menjamur dewasa ini. "Depkes seharusnya segera menindak praktek alternatif itu dan mengeluarkan `policy`," katanya. (Anspek)
KORAN PAK OLES/EDISI 177/15-30 JUNI 2009
Thanks for reading Saat Pengobatan Alternatif Jadi Pilihan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar