Home » » Minim, Promosi Penggunaan Obat Rasional

Minim, Promosi Penggunaan Obat Rasional

Minimnya kegiatan promosi penggunaan obat secara rasional atau sesuai dengan kebutuhan klinis masih menjadi kendala dalam upaya untuk menekan penggunaan obat tidak rasional yang berisiko membahayakan kesehatan. ’’Alokasi anggaran untuk promosi penggunaan obat rasional rata-rata juga sangat kecil,’’ kata staf ahli dari kantor perwakilan WHO Indonesia Nani Sukasediati di Jakarta.
Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional Departemen Kesehatan Nasirah Bahaudin menambahkan, anggaran pemerintah untuk promosi penggunaan obat rasional kurang dari lima persen dari total anggaran untuk obat-obatan. ’’Anggaran untuk obat-obatan sekitar Rp 900 miliar tapi lebih dari 95 persen digunakan untuk pengadaan obat, sisanya untuk promosi,’’ katanya dalam diskusi tentang obat rasional yang dihadiri akademisi, praktisi dan anggota legislatif.
Padahal, menurut Kepala Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada Sri Suryawati, alokasi anggaran untuk promosi penggunaan obat rasional minimal 10 persen dari total alokasi anggaran untuk obat-obatan. ’’Itu saja mungkin masih jauh dari kebutuhan ideal, tapi setidaknya lebih banyak dari yang ada. Ini penting, karena obat itu kan racun, jadi penggunaannya tidak boleh sembarangan dan orang harus tahu bagaimana menggunakannya dengan tepat. Kita pakai telepon genggam saja harus pakai manual, apalagi obat yang bisa berhubungan dengan nyawa,’’ jelas Sri.
Nani menjelaskan, hingga kini kegiatan penyebaran informasi tentang obat lebih banyak dilakukan oleh produsen obat sehingga masyarakat lebih banyak terpapar informasi obat untuk tujuan komersial. Biaya promosi produk yang dilakukan pabrik obat seratus kali lebih banyak dibanding anggaran pemerintah untuk penggunaan obat rasional. Akibatnya, masyarakat hanya terpaku pada merek dagang dalam menggunakan obat dan bukan pada kandungan bahan aktif obat yang bersangkutan.
Kondisi yang demikian memicu praktik penggunaan obat secara tidak rasional sehingga tingkat penggunaan obat yang tidak tepat sulit ditekan. Survei nasional mengenai penggunaan obat rasional memang belum ada, tapi menurut penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, penggunaan obat secara tidak rasional masih banyak dilakukan. Sri Suryawati mencontohkan, menurut hasil survei yang dilakukan lembaganya tahun 2002, penggunaan antibiotik dalam kegiatan pelayanan kesehatan dasar mencapai 40%. Padahal, penggunaan antibiotik dalam pelayanan kesehatan seharusnya maksimal hanya 20%. ’’Jadi kemungkinan besar 20 persen penggunaannya tidak dilakukan secara rasional,’’ katanya.
Semua instansi dan pemangku kepentingan terkait mesti bekerja sama untuk mengatasi masalah itu dengan memperbaiki regulasi, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat, dan meningkatkan alokasi anggaran untuk promosi penggunaan obat rasional. WHO telah merekomendasikan 12 intervensi kunci untuk meningkatkan praktik penggunaan obat secara rasional.
Intervensi kunci yang dimaksud antara lain pembentukan lembaga lintas sektor untuk mengoordinir pembentukan kebijakan tentang obat, penggunaan panduan penanganan standar, penerbitan Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu pelatihan farmakoterapi berbasis masalah, audit dan pengawasan program, mengupayakan adanya informasi independen tentang obat, pendidikan publik, penerapan regulasi yang tepat serta penyediaan anggaran dan tenaga kesehatan yang memadai.
KORAN PAK OLES/EDISI 177/15-30 JUNI 2009
Thanks for reading Minim, Promosi Penggunaan Obat Rasional

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar