Wanita terutama kaum ibu umumnya masih takut dan malu memeriksakan alat reproduksinya pada bidan maupun dokter. “Padahal, dengan rajin memeriksakan kesehatan organ penting ini, wanita dapat terhindar dari kematian akibat kanker mulut rahim," kata dokter spesialis kandungan dr Ade Amansyah di Medan kepada Antara.
Ia mengatakan seharusnya wanita lebih terbuka mengenai kesehatan alat reproduksinya, bukan sebaliknya merasa takut dan malu untuk memeriksakan secara rutin kepada bidan maupun dokter.
Menurut dia, pemeriksaan alat reproduksi tidak memakan waktu lama, hanya sekitar satu menit sudah selesai. "Pemeriksaan dilakukan dengan cara Inspecula Visual Asam Asetat (IVA), yaitu mengolesi leher rahim dengan cairan asam cuka," katanya.
Meski demikian, kata Ade, pemeriksaan tidak dapat dilakukan seorang diri, harus oleh perawat yang terlatih, bidan maupun dokter umum dan dokter spesialis.
Kata dia, cara pemeriksaannya juga biasa disebut `see and treat` (melihat dan mencoba). Pemeriksaan alat reproduksi minimal satu sampai tiga kali dalam setahun. "Jika terdeteksi tidak ada kanker, untuk selanjutnya bisa dilakukan setiap lima tahun sekali," katanya.
Selain memeriksakan kesehatan reproduksi seperti di papsmeer, menurut Ade juga dianjurkan wanita terutama mereka yang telah menikah dan melakukan hubungan suami-istri untuk selalu menjaga kesehatan kewanitaannya. "Dengan rajin membersihkan bagian kewanitaan dengan air bersih, dan memakai pakaian dalam yang kering serta bersih, mudah-mudahan terhindar dari penyakit," katanya.
Data dari World Health Organizations (WHO) mengemukakan bahwa kaum perempuan lebih rentan untuk terkena berbagai macam penyakit yang terkait dengan kesehatan reproduksi dibandingkan dengan kaum laki-laki.
"WHO mengestimasikan bahwa penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mencakup 33 persen dari beragam penyakit yang pernah diderita oleh kaum perempuan, sedangkan pada kaum laki-laki adalah 12,3 persen," kata Representative atau Perwakilan WHO Subhash Salunke dalam seminar kesehatan reproduksi di Jakarta.
Subhash juga mengutarakan, Indonesia telah menunjukkan arah penurunan yang signifikan di dalam tingkat fertilitas (kesuburan) dan mortalitas (kematian).
Meski demikian, ujar dia, rasio mortalitas maternal (ibu yang melahirkan) dan tingkat mortalitas neonatal (kematian bayi yang baru lahir) Indonesia masih termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. "Dari 5 juta perempuan di Indonesia yang melahirkan setiap tahun, sebanyak 15 ribu di antaranya meninggal dunia karena hal-hal yang berkaitan deengan kehamilan dan kelahiran, sedangkan angka kematian neonatal diperkirakan sekitar 120 ribu," katanya.
Menurut Subhash, sebenarnya sebagian besar dari berbagai penyebab kematian maternal dapat dicegah bila dideteksi sejak dini dan dipastikan adanya akses kepada pelayanan kesehatan yang berkualitas.
KPO/EDISI 160/16-30 SEPTEMBER 2008
Ia mengatakan seharusnya wanita lebih terbuka mengenai kesehatan alat reproduksinya, bukan sebaliknya merasa takut dan malu untuk memeriksakan secara rutin kepada bidan maupun dokter.
Menurut dia, pemeriksaan alat reproduksi tidak memakan waktu lama, hanya sekitar satu menit sudah selesai. "Pemeriksaan dilakukan dengan cara Inspecula Visual Asam Asetat (IVA), yaitu mengolesi leher rahim dengan cairan asam cuka," katanya.
Meski demikian, kata Ade, pemeriksaan tidak dapat dilakukan seorang diri, harus oleh perawat yang terlatih, bidan maupun dokter umum dan dokter spesialis.
Kata dia, cara pemeriksaannya juga biasa disebut `see and treat` (melihat dan mencoba). Pemeriksaan alat reproduksi minimal satu sampai tiga kali dalam setahun. "Jika terdeteksi tidak ada kanker, untuk selanjutnya bisa dilakukan setiap lima tahun sekali," katanya.
Selain memeriksakan kesehatan reproduksi seperti di papsmeer, menurut Ade juga dianjurkan wanita terutama mereka yang telah menikah dan melakukan hubungan suami-istri untuk selalu menjaga kesehatan kewanitaannya. "Dengan rajin membersihkan bagian kewanitaan dengan air bersih, dan memakai pakaian dalam yang kering serta bersih, mudah-mudahan terhindar dari penyakit," katanya.
Data dari World Health Organizations (WHO) mengemukakan bahwa kaum perempuan lebih rentan untuk terkena berbagai macam penyakit yang terkait dengan kesehatan reproduksi dibandingkan dengan kaum laki-laki.
"WHO mengestimasikan bahwa penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mencakup 33 persen dari beragam penyakit yang pernah diderita oleh kaum perempuan, sedangkan pada kaum laki-laki adalah 12,3 persen," kata Representative atau Perwakilan WHO Subhash Salunke dalam seminar kesehatan reproduksi di Jakarta.
Subhash juga mengutarakan, Indonesia telah menunjukkan arah penurunan yang signifikan di dalam tingkat fertilitas (kesuburan) dan mortalitas (kematian).
Meski demikian, ujar dia, rasio mortalitas maternal (ibu yang melahirkan) dan tingkat mortalitas neonatal (kematian bayi yang baru lahir) Indonesia masih termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. "Dari 5 juta perempuan di Indonesia yang melahirkan setiap tahun, sebanyak 15 ribu di antaranya meninggal dunia karena hal-hal yang berkaitan deengan kehamilan dan kelahiran, sedangkan angka kematian neonatal diperkirakan sekitar 120 ribu," katanya.
Menurut Subhash, sebenarnya sebagian besar dari berbagai penyebab kematian maternal dapat dicegah bila dideteksi sejak dini dan dipastikan adanya akses kepada pelayanan kesehatan yang berkualitas.
KPO/EDISI 160/16-30 SEPTEMBER 2008
0 komentar:
Posting Komentar