Home » » Restorasi Hutan, Bisnis Lestari Masa Depan

Restorasi Hutan, Bisnis Lestari Masa Depan

Tahun lalu, Bank Dunia menerbitkan laporan yang mengingatkan bahwa perubahan iklim global memunculkan risiko serius bagi Indonesia, termasukkemungkinan hilangnya 2.000 pulau saat permukaan laut makin tinggi. Walau skenario itu terdengar mengerikan, beberapa mekanisme diusulkan untuk mengatasi perubahan iklim. Kredit karbon dengan mengurangi laju penggundulan hutan menawarkan kesempatan unik bagi Indonesia.
Sir Nicholas Stern, penasehat ekonomi Pemerintah Inggris untuk perubahan iklim dan pembangunan, sejak beberapa tahun lalu mengingatkan perubahan iklim merupakan ancaman global yang serius dan membutuhkan tanggapan global yang mendesak. ‘’Efek dari tindakan kita sekarang menentukan perubahan iklim di masa yang akan datang. Yang kita lakukan sekarang akan mempengaruhi iklim ke 40-50 tahun mendatang. Sedangkan yang kita lakukan dalam 10-20 tahun mendatang akan memberikan efek yang besar pada iklim dipertengahan dan akhir abad ini dan seterusnya,’’ kata Pengamat ekonomi lingkungan dari Inggris itu.
Karena itu, menurut Stern, tindakan internasional akan menjadi penting dalam mendorong sebuah tanggapan yang efektif, pantas, dan dalam skala yang dibutuhkan. Bagi negara berkembang sangat tergantung dengan sektor pertanian yang sangat sensitif terhadap perubahan iklim, langkah internasional ini menjadi penantian yang diharapkan.
Menurut Direktur Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) Dephut, Sunaryo, hingga kini pemerintah belum memutuskan apapun terkait penawaran sejumlah intitusi keuangan dan perdagangan karbon internasional. Beberapa institusi internasional seperti Merryl Lynch, Global Environtmental Resources (GER), Ecosecurities, dan Bird Life memang pernah menyatakan ketertarikannya untuk membeli kredit karbon yang dihasilkan dari hutan Indonesia.
Masalahnya, tawaran dari berbagai institusi internasional ini untuk harga pernyerapan karbondioksida dunia bagi negara berkembang saat ini jauh lebih rendah ketimbang di negara maju. Harga penyerapan karbon di negara-negara berkembang hanya 2-3 US dolar per metrik ton Karbondiaksida, sedang di pasar Eropa mencapai 15-20 US dolar. Bahkan, harga pada perdagangan CER di negara maju bisa mencapai 40 US dolar. "Kita ingin harga yang lebih adil," tegasnya.
Harapan
Sementara itu, kalangan pemerihati lingkungan menilai hutan terbukti menjadi salah satu tempat terbaik untuk menyerap CO2 dalam jumlah besar. Ironisnya, jumlah hutan di dunia terbatas dan cenderung semakin menyempit. Terkait dengan potensi peyerapan karbon itu, pengelola Hutan Harapan menjadi pionir dalam restorasi hutan tropis di Indonesia bahkan di dunia. Hutan Harapan yang terletak di Jambi dengan luas area 100.000 hektar mendapatkan izin konsesi untuk direstorasi dari pemerintah Indonesia selama 100 tahun untuk tujuan konservasi dan tidak ada penebangan pohon.
Salah seorang patron Hutan Harapan, Boedi Mranata mengatakan proyek yang terkait dengan penanganan global warming harus didorong dan ditunjang terus menerus karena membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan restorasi dalam jangka panjang. Kecuali untuk pendanaan berupa hibah atau sumbangan, kita perlu memikirkan adanya lembaga profit center, misalnya perdagangan karbon, hasil-hasil hutan nonkayu, ecotourisme dan bidang lain yang mempunyai nilai ekonomis.
Selain itu, pemerintah juga perlu menuntaskan sejumlah pertanyaan seperti pembagian hasil penjualan karbon antara pemerintah pusat, daerah serta pengelola hutan untuk membuat pasar perdagangan karbon yang semakin terbuka. ‘’Salah satu yang menjadi harapan para pecinta lingkungan adalah jika perdagangan karbon yang akan dimulai 2012 berjalan baik, mempunyai aturan-aturan jelas, serta memberikan insentif finansial untuk melakukan restorasi hutan. Semua itu akan sangat menentukan langkah kedepan. Sebab masalah apapun juga, termasuk pendanaan yang tidak memadai, akan mengakibatkan restorasi hutan dalam jangka panjang tidak tercapai,’’ ujar Boedi, Doktor Biologi lulusan Jerman ini.
Selain mampu menyerap Karbondioksida, bisnis Restorasi ekosistem dapat dikelola dalam jangka panjang dan diharapkan mampu menyediakan jasa-jasa lingkungan, seperti keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, pengaturan air yang dapat menghasilkan nilai ekonomi yang nyata bagi masyarakat, dan aktivitas ini mempunyai reputasi yang baik. Yang pasti, aktivitas konservasi menjadi makin terkenal dengan datangnya dukungan dari tokoh-tokoh dunia, bahkan salah satu hadiah nobel diberikan kepada El Gore karena jasanya terhadap lingkungan hidup.
Sementara salah satu public figure yang selalu membantu kami dalam proyek Hutan Harapan adalah Prince of Wales pengeran Charles dari Inggris. Hal ini, katanya, diawali pada tahun 2004 di Istana Buckingham di London, ketika Pangeran Charles dengan Board of Burung Indonesia, Royal Society for Protection of Birds (RSPB) sebuah organisasi yang mempunyai anggota satu juta orang di England, BirdLife International yang aktif di lebih dari 100 negara dan tokoh-tokoh lain bermaksud memperkenalkan proyek restorasi ekositem dan mencari pendanaannya. ‘’Pangeran Charles menunjukkan komitmen yang besar untuk proyek hutan harapan,’’ kata pengusaha sukses ini, usai mengikuti kunjungan Pangeran Charles ke lokasi Hutan Harapan di Provinsi Jambi dan ikut hadir dalam acara presidential lecture di Istana Negara belum lama ini.
Dalam acara yang dihadiri oleh presiden Indonesia, anggota kabinet, dan undangan terbatas, Pangeran Charles menekankan bahwa masyarakat harus menyadari kalau ekosistem dunia sekarang ini sudah tidak stabil dan dalam keadaan bahaya. Dia juga memaparkan tentang idealnya perdagangan karbon dimasa mendatang antara negara maju yang mengeluarkan karbon dan negara pemilik hutan luas yang menyerap karbon.
Menyangkut masalah ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Nana Suparna, mengatakan, sejumlah pihak sudah mulai menawarkan pasar voluntary (sukarela) dalam skema perdagangan karbon, salah satunya berasal dari Inggris melalui perwakilannya Simon Ritberger dari The Prince Rainforest Project. Mereka siap mengalokasikan sejumlah dana untuk membantu mengurangi emisi dunia lewat hutan-hutan di Indonesia. The Prince Rainforest Project bisa menjadi jembatan perdagangan karbon yang masih dipersiapkan pemerintah RI.
Simon sudah meminta APHI mematangkan konsep perdaganagn karbon di luar skema Reduction Emission from Deforestation and Degradation (REDD) yang dihasilkan pada pertemuan dunia tentang Perubahan Iklim (COP 13), Bali Desember 2007. Pihak Inggris meminta APHI sudah memiliki skema dan hitungan perdagangan karbon November ini, mereka tak mau menunggu lama draf yang sudah disepakati di Bali (REDD) atau protokol Kyoto dalam hal pengurangan emisi. ‘’Mereka meminta yang lebih riil,’’ kata Nana.
Jika sudah ada draf dan skema yang feasible, katanya, pada Februari-Maret 2009 pihak Inggris akan langsung mengajukan penawaran dan terlebih dulu akan disampaikan langsung pada Presiden RI. Melihat perkembangan tahun-tahun belakangan ini, menurut dia, Kami dapat mengambil kesimpulan bahwa pengaturan perdagangan karbon menjadi lebih kongkrit. Perdagangan karbon juga diharapkan sudah lebih bisa diterima secara internasional dan menjadi transparan diakhir dekade ini. (ANSPEK)
Koran Pak Oles/Edisi 165/16-31 Desember 2008
Thanks for reading Restorasi Hutan, Bisnis Lestari Masa Depan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar