Home » » Pupuk Langka, Kembali Ke Organik

Pupuk Langka, Kembali Ke Organik

Oleh: Rz Subagiyo
Setiap musim tanam tiba, keluhan kekurangan pupuk selalu muncul di berbagai daerah terutama kawasan sentra produksi padi di Indonesia seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Yogyakarta. Mereka yang disebut petani seakan ‘’dikondisikan’’ terus menjerit karena sulit mendapat penyubur tanaman itu. Kalaupun ada, harganya sudah di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Sialnya, sampai terjadi aksi pencegatan truk pengangkut pupuk dan bahkan petani ramai-ramai mendatangi gudang milik distributor pupuk.
Seperti di Madiun, Jawa Timur, ratusan petani dari beberapa kecamatan terpaksa mendatangi (geruduk) gudang pupuk Petrokimia di Desa Kaligunting Kecamatan Mejayan, yang terletak di pinggir jalan raya Madiun-Surabaya. Mereka memaksa pihak gudang melayani pembelian pupuk terutama jenis urea yang saat ini sangat langka di pasaran.
Konon, over pemakaian pupuk oleh petani dituding sebagai pemicu terjadinya kelangkaan pupuk. Data penyerapan pupuk bersubsidi yang terlihat tinggi untuk pupuk kimia bisa jadi pembenar sinyalemen bahwa penggunaan pupuk di kalangan petani sangat berlebihan. Hingga Oktober 2008, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi jenis urea mencapai 3,45 juta ton (73,80%) dari rencana penyaluran 4,50 juta ton. Sedangkan untuk pupuk jenis SP-36 dan Superphos 800 ribu ton, hingga Oktober 2008 baru terealisasi 508.169 ton (63,52%). Realisasi penyaluran pupuk ZA, dari rencana 800 ribu ton per 2008 baru 620.747 ton (77,59%) serta NPK sebanyak 753.718 ton dari rencana 900 ribu ton. Sementara daya serap pupuk organik oleh petani baru 19% dari total volume yang dialokasikan per 2008, 345 ribu ton atau 50.247 ton.
Menteri Pertanian, Anton Apriyantono mengungkapkan, penggunaan pupuk organik sebenarnya mampu menekan tingkat pemakaian pupuk urea pada tanaman pangan. ‘’Namun rupanya pupuk organik ini belum begitu familiar bagi petani sehingga mereka lebih memilih pupuk urea,’’ katanya.
Kasmui, seorang petani asal Kendal, Jawa Tengah yang memiliki sawah seluas 3.000 meter membenarkan kalau tanaman padi tidak ditaburi urea, pasti hasilnya tidak baik. Selama musim tanam, Kasmui biasa menabur 2-3 kali pupuk urea untuk tanaman.
Meski memiliki 7 ekor kerbau yang kotorannya bisa diolah jadi pupuk organik, Kasmui belum berniat mengganti urea dengan pupuk organik. Meski harganya murah namun Dirjen Tanaman Pangan mengakui harga pupuk organik Rp 1000 per kg menjadi tidak kompetitif dibanding pupuk urea Rp 1200 per kg sehingga petani tetap memilih urea.
Selain sebagai upaya mengatasi kelangkaan pupuk urea, penyerapan pupuk organik yang minim pada 2008 menjadi alasan utama menaikkan subsidinya. ‘’Tahun depan kita balik polanya, jadi pemerintah memberi subsidi Rp 1.000 per kg sehingga petani hanya perlu mengeluarkan uang Rp 500 per kg," ujar Sutarto. Pola subsidi 2008, ditetapkan harga pupuk organik Rp 1.500 per kg di mana pemerintah memberikan subsidi Rp 500 dan petani membayar Rp 1.000 per kg.
Tambah Penghasilan
Dari penelitian Badan Litbang Pertanian Deptan, pemakaian pupuk kimia atau anorganik secara terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama secara langsung maupun tidak langsung membuat struktur tanah mengeras dan rusak, serta kandungan unsur hara dalam tanah berkurang. Dengan merubah pola tanam dan memakai pupuk organik yang fungsinya sama dengan pupuk urea (anorganik) secara perlahan dapat mengembalikan kualitas tanah seperti semula.
Pengurus Lembaga Perguruan Pusaka Alam Lumajang, Jawa Timur, Widodo Djaelani menilai sudah saatnya petani membiasakan diri memakai pupuk organik. ‘’Bila selama ini bergantung penuh terhadap Pupuk Urea, sekarang harus belajar tanam menggunakan pupuk organik,’’ katanya.
Nenek moyang kita dulu bisa menghasilkan panen yang melimpah, karena memakai pupuk kandang dan kompos. Karena itu tidak ada salahnya jika petani coba kembali memakai pupuk alam. Keuntungannya, lanjut Djaelani, selain harga murah juga mudah diproduksi sendiri. Petani yang membajak lahan pertanian menggunakan sapi dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk. Kalaupun petani tidak bisa membuat, mereka tidak kesulitan mencari pupuk organik karena sekarang sudah mulai banyak diproduksi sebagian petani.
Dari hasil pemakaian pupuk organik bagi tanaman padi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pupuk kimia, bahkan jika dilaksanakan secara kontinyu hasilnya jauh lebih banyak. Di samping itu, pemakaian pupuk organik mampu memberikan pendapatan tambahan buat petani. Sesuai hasil kajian Dinas Pertanian dan Peternakan Banyumas, Jawa Tengah, setiap peternak yang memelihara 2 ekor sapi akan memperoleh pendapatan sampingan lebih dari Rp 1 juta per tahun dengan memanfaatkan kotoran ternak.
Di Kabupaten Banyumas, potensi produksi pupuk organik dari kotoran sapi dan kambing sekitar 600 ton per hari yang dihasilkan dari 1,5 juta ekor. Kadis Peternakan dan Perikanan Banyumas, Tjutjun Sunarti mengatakan, dari jumlah itu yang sudah dimanfaatkan sebagai pupuk organik baru 50%. Pemanfaatan kotoran hewan hingga kini baru dilakukan peternak besar (di atas 10 ekor) sehingga potensi kotoran hewan sebenarnya dapat dimanfaatkan lebih optimal.
Pengelolaan pupuk alamiah sangat murah dan mudah, asal ada kemauan atau niat petani, karena bantuan pupuk subsidi setiap tahun terbatas. Apakah petani mau kembali menggunakan pupuk alam atau tetap bergantung pada pupuk kimia yang tidak hanya merusak alam tetapi juga dihadapkan pada persoalan kelangkaan yang selalu tercipta di setiap musim tanam? (Anspek)
Koran Pak Oles/Edisi 165/Desember 2008
Thanks for reading Pupuk Langka, Kembali Ke Organik

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar