Home » » Menanti Holding BUMN Pupuk

Menanti Holding BUMN Pupuk

Oleh: Roike Sinaga
Masalah kelangkaan pupuk di Indonesia tampaknya tidak akan pernah berujung. Dari tahun ke tahun terutama jelang musim tanam, bahan pemicu kesuburan tanah ini menjadi sulit diperoleh alias menghilang dari pasaran. Bisa dipastikan kelompok petani yang tetap jadi korban dan terus dibuat menjerit karena harus susah payah mendapat barang bersubsidi itu, dan bahkan dengan harga yang sangat menguras kantong petani.
Memasuki empat bulan terakhir tahun 2008, masalah pupuk kembali mengemuka bukan saja di pulau Jawa, tetapi telah merambat ke sejumlah wilayah. Buruknya potret distribusi pupuk menurut sebagian kalangan menjadi penyebab utama kelangkaan pupuk, namun di sisi lain ada juga beranggapan kapasitas produksi pupuk di dalam negeri masih relatif kecil.
Urun rembuk pun muncul ke permukaan, dari mencari solusi untuk meningkatkan produksi dengan menambah kapasitas produksi pabrik, mengawal distribusi hingga desakan agar Menteri Pertanian mundur karena dianggap gagal melaksanakan tugas. DPR sebagai representasi suara rakyat mendesak pemerintah agar kelangkaan pupuk bersubsidi segera diatasi karena makin meresahkan kaum tani.
Ketua Komisi IV DPR RI, Arifin Junaidi mengingatkan pemerintah agar lebih serius mengatasi kelangkaan pupuk sehingga tidak terus terulang. Menurut anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa ini, sebesar apapun subsidi pupuk, tidak akan cukup jika terjadi penyelewengan. Demikian seriusnya masalah pupuk, DPR memanggil Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menneg BUMN dan Kapolri.
Hasilnya rapat tersebut tentu belum bisa membalikkan keadaan karena sangat dibutuhkan koordinasi intensif dari semua intansi terkait baik itu produksi, anggaran subsidi, distribusi hingga penegakan hukum. Masalah kelangkaan pupuk, sebenarnya tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi, tetapi lebih utuh. Semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam mata rantai perpupukan nasional harus berbenah, saling koreksi dan berupaya lebih serius agar fenomena seperti ini tidak terus merebak.
BUMN Pupuk
Setiap tahun, dari pemerintahan ke pemerintahan masalah perpupukan nasional sepertinya masih jadi masalah pelik. Padahal ditilik sisi kepemilikan, produsen pupuk nasional dimonopoli perusahaan pemerintah yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meski ada penyalur, kios pengecer dan distribusi di luar BUMN, namun regulator (pemerintah) tampaknya masih enggan bersikap tegas kepada penyalur maupun distributor curang penyebab kisruhnya tata niaga pupuk. Lima BUMN Pupuk seperti PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Petro Kimia Gresik dan PT Pupuk Iskandar Muda. Dalam hal distribusi pupuk bersubsidi pemerintah tidak kehabisan akal karena selalu berupaya memperbaiki sistem rayonisasi yang dinilai tidak efektif dan menimbulkan birokrasi penyebaran pupuk.
PT Pusri bertanggungg jawab untuk wilayah Sumatera Utara, sebagian Jawa Tengah, Pupuk Kaltim sebagian Jawa Timur, Jateng, Bali, NTT, NTB, Kaltim, Kalsel, Kalteng, Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sultra, Sulsel, Sulbar, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Irjabar. Sedangkan PT Pupuk Kujang meliputi Jawa Barat. Upaya lain, membentuk induk usaha (holding) BUMN Pupuk bernama PT Agro Kimia Indonesia yang ditargetkan terealisasi awal tahun 2009.
Menurut Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, pembentukan holding sebagai salah satu cara mengatasi masalah yang dihadapi industri pupuk nasional, selain mengatasi pasokan gas. ‘’Holding BUMN Pupuk nantinya fokus pada masalah investasi, produksi, pemasaran dan distribusi pupuk terutama dalam program pupuk subsidi,’’ katanya.
Selain menjadikan BUMN Pupuk sebagai perusahaan kelas dunia pupuk, petrokimia dan maksimasi nilai perusahaan, juga mendukung program ketahanan pangan nasional. Pertanyannya, apakah pembentukan holding BUMN Pupuk mampu mengatasi masalah tanpa masalah?
Produksi pupuk nasional saat ini diperkirakan 7 juta ton, sementara konsumsi sekitar 7 juta ton. Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan, target produksi pupuk 2009 dinaikkan menjadi 7 juta ton, sama dengan kebutuhan yang ada sehingga tidak terjadi kekurangan pupuki. Untuk mencapai 15 juta ton pada 2015, ujar Wapres, pemerintah harus segera merevitaliasi 7 pabrik pupuk yang sudah tua karena menelan biaya Rp 27,2 triliun. Pemerintah tentu sadar betul untuk mengatasi kelangkaan pupuk harus diikuti sinergi antar BUMN Pupuk dengan BUMN Gas, sehingga industri pupuk mendapat pasokan gas dengan harga lebih murah. Kelanjutan operasi BUMN Pupuk dengan hasil revitalisasi 7 pabrik pupuk harus diikuti jaminan pasokan gas sebagai bahan baku.
Zat yang mudah menguap ini merupakan unsur terbesar dari stuktur biaya produksi urea (50%-60%). Sejatinya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mengutamakan kebutuhan gas bagi industri pupuk nasional. Menneg BUMN, Sofyan Djalil selaku kuasa pemegang saham BUMN menegaskan, restrukturisasi pabrik pupuk perlu kepastian komitmen pasokan gas dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ‘’Harus ada jaminan pasokan gas setidaknya 20 tahun untuk enam pabrik pupuk, termasuk satu unit pabrik baru yang akan dibangun,’’ kata Sofyan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR (bidang pertanian) Suswono, berpendapat ada 5 faktor yang perlu dikaji sebagai sumber penyebab kelangkaan pupuk. Pertama, pasok pupuk tidak memadai. Kedua, kemungkinan penyelundupan atau perembesan pupuk keluar daerah atau keluar negeri. Ketiga, perluasan lahan pertanian, Keempat, penggunaan pupuk yang cenderung boros oleh petani. Kelima, penimbunan pupuk oleh oknum-oknum tertentu. ‘’Penyebab harga pupuk melambung tinggi harus dikaji mendalam. Bisa karena satu faktor atau beberapa faktor sekaligus,’’ ujar politisi PKS ini.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono berpendapat, kelangkaan pupuk saat ini lebih dipicu kebutuhan yang meningkat sementara produksi tidak bertambah. Dalam jangka pendek pemerintah memutuskan menambah sebanyak 300.000 ton pupuk bersubsidi sehingga menjadi 4,8 juta ton hingga akhir tahun.
Tambahan 300 ribu ton terdiri atas 200 ribu ton dibagi ke tiap-tiap kabupaten, dan 100 ribu ton digunakan untuk operasi pasar bagi daerah-daerah yang membutuhkan. Seberapa efektif langkah tersebut, dan adakah jaminan bahwa momok pupuk langka itu akan kembali menghantui para petani?
Sejatinya, pemerintah telah menunaikan berbagai pendekatan, namun penyelesaian masalah perpupukan nasional tidak bisa diselesaikan secara parsial. Pola subsidi harga gas dengan subsidi harga menjadi dua faktor yang harus ditinjau penerapannya demi menjamin distribusi pupuk sampai ke tangan petani. Satu hal jika holding BUMN Pupuk berjalan sesuai rencana, bukan tidak mungkin kendala-kendala klasik segera teratasi secara permanen.
Koran Pak Oles/Edisi 165/Desember 2008
Thanks for reading Menanti Holding BUMN Pupuk

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar