Home » » Tahu Karena Terbiasa

Tahu Karena Terbiasa

‘’Jakarta Kapal Api
Bali Asri
Madura Kental
NTB Manis
Lainnya biasa-biasa saja’’
Desain kalimat di atas sengaja saya rancang menyerupai bentuk gaya tulisan puisi atau sajak agar lebih tegas dibaca. Aslinya, itu merupakan satu kesatuan jawaban dari seorang Ahmad Sauri (45), pedagang asal Banyuwangi atas pertanyaan saya tentang bagaimana Sauri bisa menyeduh kopi dengan hanya melihat wajah atau mendengar dialek (logat) bahasa seseorang.
Saya sendiri bertemu Sauri pada awal Agustus 2008 saat mampir ke warung yang disewa di sebuah areal lapang KMP Gilimanuk II yang saban hari melayari rute Pelabuhan Ketapang (Banyuwangi) – Gilimanuk (Jembrana). ‘’Saya sudah hafal betul kemauan penumpang kapal ini yang hendak minum kopi di sini. Penumpang dari Jakarta atau Jawa Barat, biasanya lebih suka kopi merek Kapal Api. Kalau Bali, harus asri dengan seduhan kopi setengah kelas. Madura biasanya minta kopi kental, orang NTB dan NTT agak manis dan yang lainnya biasa-biasa saja,’’ kata Sauri.
‘’Saya sendiri sudah sepuluh tahun bertahan hidup di atas kapal ini, jadi mengetahui betul kemauan penumpang yang ingin minum kopi,’’ lanjut Sauri lagi. Seraya menikmati suguhan kopi yang dibuatkan Sauri, saya hanya berusaha mangguk-mangguk. Nampaknya Sauri bisa mengetahui karaktek para peminum kopi di kedainya karena sudah terbiasa bertemu berbagai latar belakang masyarakat pengguna kapal penyeberangan saban hari.
Sauri sendiri memiliki dua istri dan dikaruniai lima orang anak. Sauri sudah 10 tahun menyewa salah satu areal di dek parkir berukuran 1 x 1,5 untuk jualan aneka camilan, nasi bungkus bila ada, mie rebus dan kopi. Setiap saat, kedai kecil ttersebut selalu saja ada pembeli. Tempat itu disewa Sauri Rp 2 juta per bulan, dan meraih untuk sekitar Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.
‘’Hidup itu tidak boleh tegang-tegang. Seperti saya, tetap berusaha tertawa, meski memiliki dua istri. Ya, enjoy aja seperti bahasa iklan sebuah produk rokok. Soal urusan ‘’setor’’ saya tetap melakukan kewajiban sebagai seorang suami secara bertanggung jawab, di samping memberi nafkah secara lahiriah setiap bulan,’’ kata Sauri sembari tertawa ngakak.
Kesan yang minimal saya dapat dari pertemuan dengan Sauri; untuk hidup dan membangun kehidupan, harus tetap berjuang dengan penuh kreatif. Untuk menggerakan sebuah bisnis, sangat dibutuhkan modal, komunikasi (informasi) dan harus berani membuka diri untuk memulai.
Dalam berbisnis, tidak pernah ada sekat-sekat ruang, waktu dan musim. Pun tidak pernah ada nubuat bahwa berbisnis itu hanya bisa dilakukan siang atau malam saja. Juga tidak pernah ada larangan agar tidak boleh berbisnis pada siang atau malam hari. Berbisnis itu tidak mengenal ruang terang atau ruang gelap. Bisnis dapat digeluti siang atau malam, gelap atau terang, panas, dingin dan bahkan hujan sekalipun. Di simpul ini, berbisnis dapat digeluti siapa saja di bawah kolong langit katulistiwa, --di darat, laut maupun di udara. Jaya terus bagi anak negeri yang kreatif dan berani!!! (Albert Kin Ose Moruk) KPO/EDISI 158/AGUSTUS 2008
Thanks for reading Tahu Karena Terbiasa

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar