Home » » Duo Unik Kritisi Tragedi Republik Ini

Duo Unik Kritisi Tragedi Republik Ini

OLEH: INDAH WULANDARI
Pasangan suami istri Noorca M. Massardi dan Rayni N. Massardi bersama meluncurkan karya fiksi mereka berupa novel bertajuk "d.I.a Cinta dan Presiden" dan kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul "I Don`t Care" di Toko Buku Toga Mas, Denpasar Sabtu malam lalu (12/7). Budayawan Jean Coteau, sastrawan Warih Wisatsana, dan Abu Bakar turut hadir.
Sudut pandang dan gaya bahasa duo penulis ini berbeda jauh, tapi kepedulian serta kritisi pada lingkungan sosialnya terlihat kental dalam kedua karya tersebut. Rayni mengaku ia suka menulis sebagai terapi bagi diri sendiri. Semuanya dimulai dengan hal-hal yang dilihatnya di lingkungan sekitar. Ketidakberdayaan pada dinamika lingkungan Jakarta menjadikan alumni Universitas Paris III Sorbonne Nouvelle, Prancis ini kecanduan untuk menulis. ‘’Ini sebuah terapi kegilaan agar semua masalah yang timbul tak merembet pada depresi,” ujarnya.
Menurut wanita kelahiran Belgia ini kumpulan cerpen “I Don’t Care” gaya bahasanya lain dengan karya terdahulunya, “Istri Model Baru” (1990), Pembunuh (2005), kumpulan esei Hidup Nggak Enak Itu Enak! (2007), dan sejumlah cerpen lain serta sebuah buku biopolitik. Kali ini nenek seorang cucu ini, menampilkan 12 cerpen yang belum pernah dipublikasikan. Kisah-kisahnya sebagian besar menceritakan berbagai keruwetan dalam sosok beberapa wanita yang mempertahankan hak-haknya sebagai manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Gaya tulisannya pun lebih remaja. Judul I Don’t Care ia pilih karena ia memang tidak peduli pada teori-teori yang pasti. Baginya isi kumpulan cerpennya yang terpenting. Penulis muda Bali Ni Luh Purnamasari lugas mengupas salah satu cerpen Rayni “Ariel Peterpan”. Cerpen ini mengangkat cerita problem psikologis yang dialami seorang penari telanjang. Sisi pergaulan hitam dan putih kehidupannya menjadi bumbu menarik sepanjang cerita. Uniknya, Rayni tak hanya mengulik dari sisi problematika wanita, tapi juga sisi sosial masyarakat dalam menyikapi modernitas.
Lain lagi dengan sosok Noorca M. Massardi yang dikenal multitalenta, mulai budayawan, pewarta, penyair, pengarang dan penulis skenario. Novel "d.I.a Cinta dan Presiden" setebal 900 halaman ini adalah novel keempat setelah "Sekuntum Duri" (1978), "Merdeka Berdua" (1981), dan "September" (2007). Menurut pria kelahiran 1954 itu, novelnya ini pernah dimuat sebagai cerita bersambung di salah satu harian nasional pada medio 10 Januari 2007-18 Maret 2008. Novel ini berkisah tentang Anggara Sutomo, pewaris sekaligus pengembang bisnis media terbesar di Indonesia pasca tragedi Mei 1998. Anggara lalu berkenalan dan jatuh cinta dengan Kartika, aktivis antiglobalisasi yang dikenalnya di Munich, Jerman. Secara paralel, muncul tokoh Wahid Pratama, anggota DPR yang di-recall partainya. Di tengah kekosongan kekuasaan dan kelemahan presiden pilihan rakyat yang ternyata sangat pengecut, Wahid berhasil menyelamatkan dan membangkitkan kembali kejayaan bangsa dan negara melalui program yang sangat populis dan rasional. Ia pun terpilih menjadi presiden RI. Sesuatu yang membawanya pada “konspirasi besar” di balik malapetaka dahsyat ibukota. Seperti novel September yang mengangkat peristiwa tragedi 1965, Noorca banyak bermain diantara data, fakta yang otentik di novel terbarunya.
Ayah dua putri ini berusaha merekontruksi sejarah dalam fiksi. Ia meyakinkan bahwa fakta sebenarnya ada dalam fiksi. Sebab dalam semua jenis penulisan semua mengandung fakta, walaupun fakta tersebut dituliskan dengan cara khas penulis sehingga mirip cerita fiksi. Dalam khazanah sastra, novel d.I.a Cinta dan Presiden mengangkat sejarah makro tak ada kedalaman tokoh, karena tidak bersifat humanis. Pengalamannya sebagai pewarta selama 25 tahun membuatnya kritis pada realita yang terjadi. Sebuah kalimat sastrawan Seno Gumira Ajidarma agar membuat karya sastra yang berguna membuat Noorca tergelitik. Ia pun memasukkan data otentik tanpa manipulasi. ‘’Sebab saya mengimpikan Indonesia bangkit dari keterpurukan serta hinaan negara-negara tetangga dan selalu menghadirkan Tuhan di seluruh ruang publik agar kehidupan rakyat bisa lebih baik tanpa korupsi dan kesewenang-wenangan,” ujarnya. Novel yang penuh intrik politik dan drama percintaan ini, imbuh Noorca perlu dibaca oleh mereka yang berambisi untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia mendatang atau kursi kekuasaan lainnya. Karena, para calon pemimpin harus belajar dari pengalaman masa lalu yang tersirat di novel ini.
Thanks for reading Duo Unik Kritisi Tragedi Republik Ini

0 komentar:

Posting Komentar