Warga kabupaten Gunung Kidul hingga kini masih mengalami kesulitan mendapat air bersih untuk kehidupan sehari-hari lantaran penyediaan sumber air makin kritis. "Meski sudah memanfaatkan goa Bribin satu dan goa Bribin dua serta yang terbaru goa Plawang, namun warga kabupaten Gunungkidul merasa hal tersebut belum maksimal," kata Wakil Bupati Gunung Kidul, Badingah, Sabtu.
Badingah mengatakan kesulitan air bersih masih menjadi beban masyarakat sehari-hari. Pemkab sendiri sudah melakukan beberapa cara untuk mendatangkan air bersih kepada masyarakat, seperti mendatangkan pelayanan air bersih melalui PDAM, melayani air bersih secara swadaya, membangun bak air hujan sebesar 15 meter kubik, dropping air menggunakan mobil dan penanaman pohon.
"Mudah-mudahan dengan adanya alat pompa Photo Voltstage, yang baru diresmikan beberapa waktu yang lalu oleh menteri PU, Djoko Kirmanto, dapat mengurangi beban masyarakat dengan memompa air dari goa Plawan dan mengalirkan ke bak penampungan. Alat ini menggunakan tenaga matahari," katanya.
Seorang warga Panggang, Narto mengatakan, sejak ada alat tersebut, pada satu setengah bulan terkahir ia tidak lagi membeli air bersih. Padahal dulu untuk mendapatkan tiga jirigen air bersih harus membayar Rp 1000. "Namun debit air kecil dan harus tetap menggunakan bantuan genset. Biasanya cuma 0,6 liter per detik, namun jika ditambah genset jadi 4 liter per detik," katanya.
Bila harus meminta air di antara masyarakat harus membayar Rp 100.000 per tangki karena lokasi sumber air cukup jauh dari pemukiman. Itu masih terhitung murah kalau sebelumnya air bersih per tangki Rp 125.000 hingga Rp 150.000. Untuk kehidupan sehari-hari, dengan debit air sekecil itu masih sangat kurang.
Sementara Pemkab Semarang menyiapkan pengiriman (dropping) air bersih sebanyak 70 tangki untuk 12 wilayah kecamatan yang dilanda kekeringan. Air bersih itu bantuan Gubernur Jateng yang mulai disalurkan pada Senin (21/7) di Kecamatan Pringapus, Tuntang, Ambarawa, Jambu, Sumowono, Suruh, Kaliwungu, Tengaran, Susukan, Bringin, Ungarn Barat dan Bancak, kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Semarang, Pudji Hutomo kepada Antara di Ungaran. Ke-12 kecamatan tersebut mendapat prioritas untuk segera dikirim air bersih karena duluan mengajukan surat bantuan air bersih, kata Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana Kabupaten Semarang ini. Sedikitnya sudah disiapkan enam armada truk tangki isi 5.000 liter untuk melayani tiga kecamatan per hari.
Masih soal air bersih, Dinas Pertanian Kudus mengusulkan pembuatan ratusan sumur bor di areal tanaman tebu karena setiap musim kemarau areal itu sering kekeringan. Kadistan Kudus, Budi Santoso menyatakan, luas areal pertanian yang biasa ditanami tebu mencapai 3.000 hektar. Sebagian dari luas areal pertanian merupakan daerah kering. Jika usulan pembuatan sumur bor disetuji pemerintah pusat, maka setiap satu sumur dapat mengairi 2-3 hektare lahan tebu.
Setiap satu unit sumur bor, menghabiskan biaya Rp 7,5 juta. Usulan pembuatan sumur disebabkan setiap musim kemarau tanaman tebu di Kudus tidak pernah diairi. Kini tercatat 420 hektar lebih tanaman tebu di Desa Ternadi dan Desa Margorejo, Kecamatan Dawe mengalami kekeringan serius. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, ratusan hektar tanaman tebu diimbau segera dipanen.
Badingah mengatakan kesulitan air bersih masih menjadi beban masyarakat sehari-hari. Pemkab sendiri sudah melakukan beberapa cara untuk mendatangkan air bersih kepada masyarakat, seperti mendatangkan pelayanan air bersih melalui PDAM, melayani air bersih secara swadaya, membangun bak air hujan sebesar 15 meter kubik, dropping air menggunakan mobil dan penanaman pohon.
"Mudah-mudahan dengan adanya alat pompa Photo Voltstage, yang baru diresmikan beberapa waktu yang lalu oleh menteri PU, Djoko Kirmanto, dapat mengurangi beban masyarakat dengan memompa air dari goa Plawan dan mengalirkan ke bak penampungan. Alat ini menggunakan tenaga matahari," katanya.
Seorang warga Panggang, Narto mengatakan, sejak ada alat tersebut, pada satu setengah bulan terkahir ia tidak lagi membeli air bersih. Padahal dulu untuk mendapatkan tiga jirigen air bersih harus membayar Rp 1000. "Namun debit air kecil dan harus tetap menggunakan bantuan genset. Biasanya cuma 0,6 liter per detik, namun jika ditambah genset jadi 4 liter per detik," katanya.
Bila harus meminta air di antara masyarakat harus membayar Rp 100.000 per tangki karena lokasi sumber air cukup jauh dari pemukiman. Itu masih terhitung murah kalau sebelumnya air bersih per tangki Rp 125.000 hingga Rp 150.000. Untuk kehidupan sehari-hari, dengan debit air sekecil itu masih sangat kurang.
Sementara Pemkab Semarang menyiapkan pengiriman (dropping) air bersih sebanyak 70 tangki untuk 12 wilayah kecamatan yang dilanda kekeringan. Air bersih itu bantuan Gubernur Jateng yang mulai disalurkan pada Senin (21/7) di Kecamatan Pringapus, Tuntang, Ambarawa, Jambu, Sumowono, Suruh, Kaliwungu, Tengaran, Susukan, Bringin, Ungarn Barat dan Bancak, kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Semarang, Pudji Hutomo kepada Antara di Ungaran. Ke-12 kecamatan tersebut mendapat prioritas untuk segera dikirim air bersih karena duluan mengajukan surat bantuan air bersih, kata Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana Kabupaten Semarang ini. Sedikitnya sudah disiapkan enam armada truk tangki isi 5.000 liter untuk melayani tiga kecamatan per hari.
Masih soal air bersih, Dinas Pertanian Kudus mengusulkan pembuatan ratusan sumur bor di areal tanaman tebu karena setiap musim kemarau areal itu sering kekeringan. Kadistan Kudus, Budi Santoso menyatakan, luas areal pertanian yang biasa ditanami tebu mencapai 3.000 hektar. Sebagian dari luas areal pertanian merupakan daerah kering. Jika usulan pembuatan sumur bor disetuji pemerintah pusat, maka setiap satu sumur dapat mengairi 2-3 hektare lahan tebu.
Setiap satu unit sumur bor, menghabiskan biaya Rp 7,5 juta. Usulan pembuatan sumur disebabkan setiap musim kemarau tanaman tebu di Kudus tidak pernah diairi. Kini tercatat 420 hektar lebih tanaman tebu di Desa Ternadi dan Desa Margorejo, Kecamatan Dawe mengalami kekeringan serius. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, ratusan hektar tanaman tebu diimbau segera dipanen.
0 komentar:
Posting Komentar