Oleh: Wayan Nita
Siapa tidak mengenal lilin? Alat bantu penerangan yang sering digunakan saat listrik atau lampu padam itu ternyata memiliki khasiat bagi kesehatan. Lilin bisa dijadikan media penyembuhan bagi pasien yang mengalami gangguan telinga. Misalnya vertigo, migraine, sinusitis (infeksi rongga hidung), tinitus (telinga berdengung), insomnia dan mengatasi infeksi telinga tengah. Lebih dari itu, terapi lilin bisa menyembuhkan tuli, meski tidak bisa menyembuhkan gendang telinga yang bolong.
Salah satu pengobatan tradisional yang intens dengan andalkan terapi lilin adalah Bali Tangi. Sejak tahun 2007, rumah produksi ramuan herbal langsung memperkenalkan terapi lilin kepada masyarakat Bali.
Menurut Yuliani S, pemilik Bali Tangi, metode penyembuhan dengan media lilin merupakan gabungan dua unsure yakni cahaya dan warna lilin. Cahaya yang terpancar dari nyala lilin memiliki energi yang bisa beresonansi dengan medan elektro magnetik yang menyelubungi tubuh manusia. Cahaya juga menjadi salah satu bentuk radiasi elektro magnetik (getaran energi), yang terdiri dari tujuh warna pokok dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Dua unsur cahaya dan warna, dikembangkan sebagai dasar penyembuhan terapi lilin (candle healing).
Cara penyembuhan dengan metode ini, lanjut Yuliani, sangat gampang dan tidak menimbulkan rasa sakit. Saat diterapi, pasien tidur dalam posisi miring tegak lurus, lalu bagian lilin yang runcing (ujung) dimasukkan ke dalam lubang telinga dan bagian pangkal dibakar. Setiap lima menit, lilin yang sudah terbakar digunting lalu dibuang ke dalam baskom berisi air. Terapi ini berlangsung selama 15 menit untuk setiap sisi telinga. Setelah itu, lilin yang masih menyala disisakan sekitar 7 cm diangkat dari telinga, lalu digunting tepat di bawah api.
Panas yang dihasilkan nyala lilin bisa menyebabkan tekanan di pangkal lilin jadi rendah. Asap dari pembakaran lilin masuk ke telinga, dalam waktu tertentu (7-10 menit) asap di dalam rongga telinga jadi jenuh. Karena didesak keluar sambil membawa partikel-partikel (kotoran telinga/wax) yang berada di rumah siput (Tymphani), serta jamur yang menutup gendang telinga.
Dalam beberapa kasus, asap itu membawa bakteri dan jamur. Partikel-partikel kemudian terkumpul pada sisa lilin yang tidak terbakar. Untuk mengetahui seberapa banyak kotoran telinga, belah sisa lilin. Wax yang disedot berwarna coklat, juga serbuk berwarna putih kekuning-kuningan. “Sebanyak 20 persen serbuk berasal dari lilin, sisanya jamur di atas gendang telinga,” ungkap istri I Wayan Sukhana ini.
Menurut Yati (40) yang tinggal di seputaran Gatot Subroto menyatakan, terapi lilin arena PKB (Pesta Kesenian Bali), berdampak positif pada tubuhnya. Telinga terasa ringan, pendengaran lebih baik. ‘’Saya yang selama ini susah tidur menjadi lebih rileks dan stress ikut hilang,’’ ujarnya. KPO/EDISI 157/AGUSTUS 2008
Siapa tidak mengenal lilin? Alat bantu penerangan yang sering digunakan saat listrik atau lampu padam itu ternyata memiliki khasiat bagi kesehatan. Lilin bisa dijadikan media penyembuhan bagi pasien yang mengalami gangguan telinga. Misalnya vertigo, migraine, sinusitis (infeksi rongga hidung), tinitus (telinga berdengung), insomnia dan mengatasi infeksi telinga tengah. Lebih dari itu, terapi lilin bisa menyembuhkan tuli, meski tidak bisa menyembuhkan gendang telinga yang bolong.
Salah satu pengobatan tradisional yang intens dengan andalkan terapi lilin adalah Bali Tangi. Sejak tahun 2007, rumah produksi ramuan herbal langsung memperkenalkan terapi lilin kepada masyarakat Bali.
Menurut Yuliani S, pemilik Bali Tangi, metode penyembuhan dengan media lilin merupakan gabungan dua unsure yakni cahaya dan warna lilin. Cahaya yang terpancar dari nyala lilin memiliki energi yang bisa beresonansi dengan medan elektro magnetik yang menyelubungi tubuh manusia. Cahaya juga menjadi salah satu bentuk radiasi elektro magnetik (getaran energi), yang terdiri dari tujuh warna pokok dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Dua unsur cahaya dan warna, dikembangkan sebagai dasar penyembuhan terapi lilin (candle healing).
Cara penyembuhan dengan metode ini, lanjut Yuliani, sangat gampang dan tidak menimbulkan rasa sakit. Saat diterapi, pasien tidur dalam posisi miring tegak lurus, lalu bagian lilin yang runcing (ujung) dimasukkan ke dalam lubang telinga dan bagian pangkal dibakar. Setiap lima menit, lilin yang sudah terbakar digunting lalu dibuang ke dalam baskom berisi air. Terapi ini berlangsung selama 15 menit untuk setiap sisi telinga. Setelah itu, lilin yang masih menyala disisakan sekitar 7 cm diangkat dari telinga, lalu digunting tepat di bawah api.
Panas yang dihasilkan nyala lilin bisa menyebabkan tekanan di pangkal lilin jadi rendah. Asap dari pembakaran lilin masuk ke telinga, dalam waktu tertentu (7-10 menit) asap di dalam rongga telinga jadi jenuh. Karena didesak keluar sambil membawa partikel-partikel (kotoran telinga/wax) yang berada di rumah siput (Tymphani), serta jamur yang menutup gendang telinga.
Dalam beberapa kasus, asap itu membawa bakteri dan jamur. Partikel-partikel kemudian terkumpul pada sisa lilin yang tidak terbakar. Untuk mengetahui seberapa banyak kotoran telinga, belah sisa lilin. Wax yang disedot berwarna coklat, juga serbuk berwarna putih kekuning-kuningan. “Sebanyak 20 persen serbuk berasal dari lilin, sisanya jamur di atas gendang telinga,” ungkap istri I Wayan Sukhana ini.
Menurut Yati (40) yang tinggal di seputaran Gatot Subroto menyatakan, terapi lilin arena PKB (Pesta Kesenian Bali), berdampak positif pada tubuhnya. Telinga terasa ringan, pendengaran lebih baik. ‘’Saya yang selama ini susah tidur menjadi lebih rileks dan stress ikut hilang,’’ ujarnya. KPO/EDISI 157/AGUSTUS 2008
0 komentar:
Posting Komentar