Judul: ”Memahami Filsafat Cinta”
Penulis: Nurani Soyomukti
Penerbit: Prestasi Pustaka, Surabaya
Cetakan: Pertama, Juni 2008
Tebal: xi + 186 halaman
Erich Fromm, pemikir Mazhab Frankfurt dalam bukunya yang berjudul “The Art Of Loving” menegaskan relevansi cinta merekatkan disintegrasi sosial dalam masyarakat kapitalis modern. Bagi Fromm, disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi manusia yang tidak dapat mengatasi keterpisahan (separateness) ketika cinta tidak mungkin dibahas tanpa menganalisa eksistensi manusia itu sendiri. Menurut Fromm, teori apapun tentang cinta harus mulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia.
Peradaban yang baik ditentukan oleh hubungan manusia yang dihiasi dengan penuh perhatian (mutual understanding) dan penghormatan. Fromm, misalnya, memberikan contoh mengenai hubungan dua orang yang sedang jatuh cinta. Tentunya mereka berdua saling memperhatikan. Cinta mereka bisa menyatukan individu dalam sebuah integrasi sosial. Cinta tidak membedakan ras, suku bangsa, agama, dan kelas sosial karena cinta membuat segalanya menjadi mungkin.
Cinta adalah jawaban bagi problem eksistensi manusia yang berasal secara alamiah dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan dan “meninggalkan penjara kesepian”. Tetapi penyatuan dalam cinta melebihi suatu simbiosis karena cinta yang dewasa adalah penyatuan di dalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya.
Sayangnya cinta di era kapitalisme sekarang hanya menjadi barang dagangan (komoditas). Begitu banyaknya kisah cinta kacangan diumbar dalam lagu-lagu, sinetron, dan lain-lainnya. Komersialisasi cinta semacam itu justru menunjukkan bahwa kata cinta dan prakteknya dalam hubungan sosial mengalami degradasi.
Di tengah kondisi itulah buku ”Memahami Filsafat Cinta” ini keluar dari hati ”nurani” penulisnya, Nurani Soyomukti, seorang psikoanalis kebudayaan yang selalu konsisten menggugat budaya kapitalis dalam setiap tulisannya. Buku ini diawali kalimat pembuka: ”Buku ini tak layak dibaca oleh mereka yang tak percaya pada cinta” (hlm. 1).
Ternyata uraian di dalam buku ini juga sepadan dengan pernyataan itu. Penulis sepakat dengan Fromm bahwa cinta adalah masalah eksistensi manusia yang dibentuk oleh kondisi sosial. Cinta hanya akan dapat dijelaskan dengan menganalisa manusia dan menelisik bagaimana hubungan sosial dibangun. Dengan memanfaatkan pemikiran Karl Marx dalam ”Manuskrip Ekonomi dan Filsafat”, Nurani begitu tegas menyatakan bahwa kepalsuan cinta berawal dari alienasi (keterasingan) manusia dalam berhubungan. Tentu saja, dari pandangan maerialisme dialektis, keterasingan itu dapat dijelaskan secara objektif dari hubungan produksi kapitalis yang menindas dan menyengsarakan. Cinta pada akhirnya menjadi seruan moral dari orang-orang munafik agar yang kaya membantu yang miskin tanpa mempertimbangkan bagaimana kekayaan yang didapat sesungguhnya diperoleh dari hubungan eksploitatif.
Itulah yang menjadikan buku ini tak lebih dari tulisan-tulisan filosofis Marx yang dibahasakan dengan cara bertutur seorang Nurani. Terus terang belum banyak orang yang memahami arti filsafat Marx. Karena Marx selama ini lebih banyak dianggap sebagai ’penjahat” hanya karena praktek diktatorisme komunis di beberapa negara —yang tentu saja lepas dari kesalahan Marx dan banyak faktor yang perlu dijelaskan, terutama karena serangan kapitalis dan deligitimasinya (’black-propaganda’) terhadap sosialisme-komunisme yang cukup berhasil.
Hanya sedikit yang tahu bahwa Marx sesungguhnya seorang yang humanis dan romantis, serta konsisten dalam perjuangan kemanusiaan. Banyak uraian Marx yang berbicara maalah cinta dan kepercayaan yang bisa dibangun oleh manusia. Cita-cita Marx adalah ”… kemudian cinta hanya dapat ditukar dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan..” (hlm 22).
Tentu cita-cita akan datangnya cinta sejati dalam hubungan sosial dianggap oleh penulis akan terjadi jika kapitalisme dapat dihancurkan dan tatanan demokratis telah muncul. Buktinya, kapitalismelah yang begitu agresif menggelorakan cinta hanya sebagai ilusi, hanya “sebagai kata-kata, bukan tindakan konkrit”.
Lihat saja, beberapa waktu lalu demam film “Ayat-Ayat Cinta” (AAC) menunjukkan bahwa kata “cinta” benar-benar masih menjadi magnet bagi banyak orang, terutama remaja dan kaum muda. Tetapi sudahkah mereka memahami filsafat cinta itu sendiri ataukah mereka hanya menjalani hubungan cinta yang dangkal dan tidak menunjukkan hakekat kemanusiaan itu sendiri.
Cinta bukanlah kata-kata, tetapi adalah tindakan konkrit yang diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Demikianlah, buku ini adalah risalah cinta yang sangat penting: renungan seorang filsuf muda yang telah menghasilkan berbagai karya (buku dan catatan-catatan budaya), Nurani Soyomukti.
Dengan menawarkan konsep cinta yang akan membawa Anda pada pemahaman tentang cinta yang mendalam dan bermakna dalam hubungan antar manusia. Buku ini menawarkan universalisasi hubungan cinta. Lebih dari sekedar buku yang memberikan kiat-kiat membangun hubungan cinta eksklusif (pacaran dan pernikahan), buku ini mengkonstruksi sebuah pemahaman yang sangat utuh dan reflektif.
Membaca uraian kata-kata yang mencerahkan tetapi dikemas dengan bahasa yang tidak terlalu berat ini, memang akan membuat kita menemukan hal-hal baru yang disampaikan secara sentimental oleh Nurani. Inilah buku filsafat cinta yang akan membawa kita pada pemahaman komprehensif tentang cinta dan kisah kasih yang Anda jalin dalam kehidupan ini. Reflektif, humanis, enlighten, dan kaya akan landasan teoritik. Inilah ‘Ayat-Ayat Cinta Universal’ itu!
(Perensi: Ahmad Zaenurrofik, Peneliti di CSSR (Center for Social Science and Religion) Surabaya; sedang menyusun tesis di Program Master Hukum di Universitas Negeri Jember)
Penulis: Nurani Soyomukti
Penerbit: Prestasi Pustaka, Surabaya
Cetakan: Pertama, Juni 2008
Tebal: xi + 186 halaman
Erich Fromm, pemikir Mazhab Frankfurt dalam bukunya yang berjudul “The Art Of Loving” menegaskan relevansi cinta merekatkan disintegrasi sosial dalam masyarakat kapitalis modern. Bagi Fromm, disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi manusia yang tidak dapat mengatasi keterpisahan (separateness) ketika cinta tidak mungkin dibahas tanpa menganalisa eksistensi manusia itu sendiri. Menurut Fromm, teori apapun tentang cinta harus mulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia.
Peradaban yang baik ditentukan oleh hubungan manusia yang dihiasi dengan penuh perhatian (mutual understanding) dan penghormatan. Fromm, misalnya, memberikan contoh mengenai hubungan dua orang yang sedang jatuh cinta. Tentunya mereka berdua saling memperhatikan. Cinta mereka bisa menyatukan individu dalam sebuah integrasi sosial. Cinta tidak membedakan ras, suku bangsa, agama, dan kelas sosial karena cinta membuat segalanya menjadi mungkin.
Cinta adalah jawaban bagi problem eksistensi manusia yang berasal secara alamiah dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan dan “meninggalkan penjara kesepian”. Tetapi penyatuan dalam cinta melebihi suatu simbiosis karena cinta yang dewasa adalah penyatuan di dalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya.
Sayangnya cinta di era kapitalisme sekarang hanya menjadi barang dagangan (komoditas). Begitu banyaknya kisah cinta kacangan diumbar dalam lagu-lagu, sinetron, dan lain-lainnya. Komersialisasi cinta semacam itu justru menunjukkan bahwa kata cinta dan prakteknya dalam hubungan sosial mengalami degradasi.
Di tengah kondisi itulah buku ”Memahami Filsafat Cinta” ini keluar dari hati ”nurani” penulisnya, Nurani Soyomukti, seorang psikoanalis kebudayaan yang selalu konsisten menggugat budaya kapitalis dalam setiap tulisannya. Buku ini diawali kalimat pembuka: ”Buku ini tak layak dibaca oleh mereka yang tak percaya pada cinta” (hlm. 1).
Ternyata uraian di dalam buku ini juga sepadan dengan pernyataan itu. Penulis sepakat dengan Fromm bahwa cinta adalah masalah eksistensi manusia yang dibentuk oleh kondisi sosial. Cinta hanya akan dapat dijelaskan dengan menganalisa manusia dan menelisik bagaimana hubungan sosial dibangun. Dengan memanfaatkan pemikiran Karl Marx dalam ”Manuskrip Ekonomi dan Filsafat”, Nurani begitu tegas menyatakan bahwa kepalsuan cinta berawal dari alienasi (keterasingan) manusia dalam berhubungan. Tentu saja, dari pandangan maerialisme dialektis, keterasingan itu dapat dijelaskan secara objektif dari hubungan produksi kapitalis yang menindas dan menyengsarakan. Cinta pada akhirnya menjadi seruan moral dari orang-orang munafik agar yang kaya membantu yang miskin tanpa mempertimbangkan bagaimana kekayaan yang didapat sesungguhnya diperoleh dari hubungan eksploitatif.
Itulah yang menjadikan buku ini tak lebih dari tulisan-tulisan filosofis Marx yang dibahasakan dengan cara bertutur seorang Nurani. Terus terang belum banyak orang yang memahami arti filsafat Marx. Karena Marx selama ini lebih banyak dianggap sebagai ’penjahat” hanya karena praktek diktatorisme komunis di beberapa negara —yang tentu saja lepas dari kesalahan Marx dan banyak faktor yang perlu dijelaskan, terutama karena serangan kapitalis dan deligitimasinya (’black-propaganda’) terhadap sosialisme-komunisme yang cukup berhasil.
Hanya sedikit yang tahu bahwa Marx sesungguhnya seorang yang humanis dan romantis, serta konsisten dalam perjuangan kemanusiaan. Banyak uraian Marx yang berbicara maalah cinta dan kepercayaan yang bisa dibangun oleh manusia. Cita-cita Marx adalah ”… kemudian cinta hanya dapat ditukar dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan..” (hlm 22).
Tentu cita-cita akan datangnya cinta sejati dalam hubungan sosial dianggap oleh penulis akan terjadi jika kapitalisme dapat dihancurkan dan tatanan demokratis telah muncul. Buktinya, kapitalismelah yang begitu agresif menggelorakan cinta hanya sebagai ilusi, hanya “sebagai kata-kata, bukan tindakan konkrit”.
Lihat saja, beberapa waktu lalu demam film “Ayat-Ayat Cinta” (AAC) menunjukkan bahwa kata “cinta” benar-benar masih menjadi magnet bagi banyak orang, terutama remaja dan kaum muda. Tetapi sudahkah mereka memahami filsafat cinta itu sendiri ataukah mereka hanya menjalani hubungan cinta yang dangkal dan tidak menunjukkan hakekat kemanusiaan itu sendiri.
Cinta bukanlah kata-kata, tetapi adalah tindakan konkrit yang diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Demikianlah, buku ini adalah risalah cinta yang sangat penting: renungan seorang filsuf muda yang telah menghasilkan berbagai karya (buku dan catatan-catatan budaya), Nurani Soyomukti.
Dengan menawarkan konsep cinta yang akan membawa Anda pada pemahaman tentang cinta yang mendalam dan bermakna dalam hubungan antar manusia. Buku ini menawarkan universalisasi hubungan cinta. Lebih dari sekedar buku yang memberikan kiat-kiat membangun hubungan cinta eksklusif (pacaran dan pernikahan), buku ini mengkonstruksi sebuah pemahaman yang sangat utuh dan reflektif.
Membaca uraian kata-kata yang mencerahkan tetapi dikemas dengan bahasa yang tidak terlalu berat ini, memang akan membuat kita menemukan hal-hal baru yang disampaikan secara sentimental oleh Nurani. Inilah buku filsafat cinta yang akan membawa kita pada pemahaman komprehensif tentang cinta dan kisah kasih yang Anda jalin dalam kehidupan ini. Reflektif, humanis, enlighten, dan kaya akan landasan teoritik. Inilah ‘Ayat-Ayat Cinta Universal’ itu!
(Perensi: Ahmad Zaenurrofik, Peneliti di CSSR (Center for Social Science and Religion) Surabaya; sedang menyusun tesis di Program Master Hukum di Universitas Negeri Jember)
0 komentar:
Posting Komentar