Pemanasan global telah meresahkan penduduk dunia saat ini. Ada banyak tawaran dan langkah atraktif yang dikonstruksi untuk mengurangi dampak pemanasan global tersebut. Seperti pengurangan emisi gas metana, pengolahan sampah anorganik dan penggunaan teknologi hybrid pada produksi kendaraan bermotor. Tapi ada satu gaya hidup yang membantu dunia mengurangi pemanasan global yang disebabkan gas buang dari industri peternakan, kata tokoh lingkungan Taiwan Wang Tzu Kuang yang dikutip Antara. Yaitu pola hidup vegetarian. Kaum vegetarian layak didaulat sebagai pahlawan pencegah pemanasan global.
Dengan hanya mengonsumsi bahan nabati tanpa berlebihan, kaum vegetarian, misalnya, dapat menekan laju peternakan hewan konsumsi yang menjadi biang pemanasan global, kata Wang dalam seminar "The Survival of The Planet and Life" (Keberlangsungan Bumi dan Kehidupan), di Batam, akhir Juni lalu.
Tokoh lingkungan yang juga Ketua "International Nature Loving Federation" tersebut mengatakan, dari berbagai penelitian, ternyata efek rumah kaca yang berdampak negatif pada lapisan es Kutub Utara, terutama bukan disebabkan gas dari industri atau kendaraan bermotor.
Justru, katanya, karbon dioksida, metana, nitro oksida dari kotoran ayam, itik, sapi, babi, kambing, domba di berbagai industri peternakan, merupakan penyebab terbesar menebalnya lapisan gas rumah kaca di atmosfir yang kemungkinan besar memunahkan bongkahan es (glasier) di Kutub Utara pada 2012.
Daya ikat gas metana pada panas 20 kali lebih kuat dari gas asam arang (karbon dioksida), sedangkan kekuatan ikat nitro oksida 26 kali daripada gas asam arang.
Itulah, katanya, yang dihasilkan dari industri susu dan daging, juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Di lain pihak, rata-rata dalam satu detik, dunia kehilangan hutan seluas satu lapangan sepakbola.
Wang menyebut dampak negatif kotoran hewan dari industri peternakan kian diakui lembaga internasional yang semula menahan diri dalam memublikasikan dampak negatif industri peternakan. Hasil penelitian dari Organisasi Pertanian dan Makanan Dunia (FAO), dan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), katanya, juga menunjukkan korelasi yang positif. "Bukan hanya dari limbah domestik sapi," kata Wang, "metana dalam jumlah yang luar biasa dihasilkan dari setiap kentutnya."
Kini, katanya, bagi vegetarian atau siapa saja yang mempraktikkan pola hidup prolingkungan, dapat menyumbang peran lebih bermakna bagi keberlangsungan keberadaan es di Kutub Utara.
Selain hanya mengonsumsi makanan nabati, katanya, generasi sekarang dapat mengurangi gas buang kendaraan bermotor dengan bersepeda atau berjalan kaki untuk jarak tempuh pendek, dan di rumah-rumah memakai lampu hemat energi.
Ia menyeru supaya orang di rumah-rumah tangga juga mengurangi suhu dingin ruang bermesin pengatur suhu, dan mematikan sambungan lisrik ke komputer atau televisi ketika tidak digunakan. "Tanamlah pohon," kata Wang.
Pohon-pohon yang kelak tumbuh besar sampai tiga puluh tahun, dapat mengurangi penggunaan AC (air conditioning) di negara-negara tropika. KPO/EDISI 157/AGUSTUS 2008
Dengan hanya mengonsumsi bahan nabati tanpa berlebihan, kaum vegetarian, misalnya, dapat menekan laju peternakan hewan konsumsi yang menjadi biang pemanasan global, kata Wang dalam seminar "The Survival of The Planet and Life" (Keberlangsungan Bumi dan Kehidupan), di Batam, akhir Juni lalu.
Tokoh lingkungan yang juga Ketua "International Nature Loving Federation" tersebut mengatakan, dari berbagai penelitian, ternyata efek rumah kaca yang berdampak negatif pada lapisan es Kutub Utara, terutama bukan disebabkan gas dari industri atau kendaraan bermotor.
Justru, katanya, karbon dioksida, metana, nitro oksida dari kotoran ayam, itik, sapi, babi, kambing, domba di berbagai industri peternakan, merupakan penyebab terbesar menebalnya lapisan gas rumah kaca di atmosfir yang kemungkinan besar memunahkan bongkahan es (glasier) di Kutub Utara pada 2012.
Daya ikat gas metana pada panas 20 kali lebih kuat dari gas asam arang (karbon dioksida), sedangkan kekuatan ikat nitro oksida 26 kali daripada gas asam arang.
Itulah, katanya, yang dihasilkan dari industri susu dan daging, juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Di lain pihak, rata-rata dalam satu detik, dunia kehilangan hutan seluas satu lapangan sepakbola.
Wang menyebut dampak negatif kotoran hewan dari industri peternakan kian diakui lembaga internasional yang semula menahan diri dalam memublikasikan dampak negatif industri peternakan. Hasil penelitian dari Organisasi Pertanian dan Makanan Dunia (FAO), dan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), katanya, juga menunjukkan korelasi yang positif. "Bukan hanya dari limbah domestik sapi," kata Wang, "metana dalam jumlah yang luar biasa dihasilkan dari setiap kentutnya."
Kini, katanya, bagi vegetarian atau siapa saja yang mempraktikkan pola hidup prolingkungan, dapat menyumbang peran lebih bermakna bagi keberlangsungan keberadaan es di Kutub Utara.
Selain hanya mengonsumsi makanan nabati, katanya, generasi sekarang dapat mengurangi gas buang kendaraan bermotor dengan bersepeda atau berjalan kaki untuk jarak tempuh pendek, dan di rumah-rumah memakai lampu hemat energi.
Ia menyeru supaya orang di rumah-rumah tangga juga mengurangi suhu dingin ruang bermesin pengatur suhu, dan mematikan sambungan lisrik ke komputer atau televisi ketika tidak digunakan. "Tanamlah pohon," kata Wang.
Pohon-pohon yang kelak tumbuh besar sampai tiga puluh tahun, dapat mengurangi penggunaan AC (air conditioning) di negara-negara tropika. KPO/EDISI 157/AGUSTUS 2008
0 komentar:
Posting Komentar