Home » , » Bukit Hexon Dalam Sketsa Sejarah

Bukit Hexon Dalam Sketsa Sejarah

Nama awal Bukit Hexon adalah Bukit Sandeh, milik seorang warga desa setempat bernama Pan Sringin. Keindahan Bukit Sandeh terkurung di antara air terjun Yeh Mampeh, 3 km di sebelah timur yang belum dikembangkan dan Pura Puncak Mangu di sebelah selatan.
Bagaikan dua tetangga, Bukit Sandeh berbatasan dengan hutan lindung (sebelah selatan) yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan sebutan hutan Alas Gege. Bagi warga sekitar, Alas Gege inilah adalah oase. Dari hutan yang didominasi tumbuhan cemara pandak, cemara geseng, kopi jenis arabika dan markisa itu mengalir mata air berlimpah. Di timur Bukit Sandeh menjulang sebuah bukit kecil bernama Bukit Jambul.
Bukit Hexon berpotensi menjadi areal agrowisata pertama di Kabupaten Buleleng bahkan propinsi Bali. Di sekitar kawasan Bukit Hexon ada sumber air panas, jalur veteran (pejuang) dari arah Kintamani sekitar 10 km, jalur tembus menuju Danau Buyan dan ada potensi tracking hutan belantara.
Lalu kawasan seluas 11 hektare itu dibeli pensiunan PNS Gede Sandi tahun 1997 dari pengusaha keturunan Cina, Pak Edy. Bukit Sandeh kala itu ditumbuhi beberapa pohon kopi dan tanaman markisa. Selebihnya adalah semak belukar, sama sekali tidak terurus. Pesona alami Bukit Sandeh menggoda Gede Sandi menggandeng investor asal Perancis untuk mengembangkan kawasan villa agrowisata di lokasi itu. Sayang upaya dan rencana itu berantakan karena krisis moneter tahun 1998 silam.
Dalam perguliran waktu, tahun 2005, Gede Sandi menjual 8 hektar kepada Pak Oles yang dikenalnya sebagai sosok investor local yang merakyat. “Saya mengenal Pak Oles dari berbagai media massa, ceramah-ceramahnya, saya juga membaca buku-buku yang ditulisnya. Walau belum kenal secara akrab, tetapi saya berkeyakinan bahwa visi dan misi Pak Oles sangat cocok dengan apa yang saya idam-idamkan selama ini. Saya berdoa memohon petunjuk dari Yang Di Atas. Hingga satu malam, saya bermimpi bertemu dengan tiga orang bhiksu di Bukit Hexon, dengan pakaian merah, kuning, biru. Salah satu di antara mereka sempat tertawa dengan saya. Mungkin bhiksu yang tertawa itu adalah Pak Oles ha...ha...ha...," ujarnya mengenang.
Pak Oles memang bersedia berinvestasi di Bukit Hexon. Apalagi di mata Gede Sandi, Pak Oles populer di Bali dengan visi pembangunan ekonomi dan industri dari desa. Itu berarti pembangunan Bukit Hexon adalah pembangunan yang sangat tepat sasar. Ekonomi di desa meningkat, SDM masyarakat terus diperbaiki, pendapatan masyarakat di desa terus meningkat, daerah isolasi dibuka, masyarakat diberdayakan, budaya, tradisi, kesenian dilestarikan. Ujungnya, kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. "Tidak salah kalau saya membawa Pak Oles ke naik bukit bersama rakyat di desa. Sekarang, itu semua sedang berjalan. Masyarakat dilibatkan secara aktif bahkan menjadi karyawan pembangunan Bukit Hexon sambil terus menjalankan aktifitas rutin hariannya. Pertanian dan ladang diolah berbasiskan teknologi Efective Microorganisms. Koperasi karyawan dibentuk dengan nama Wahyu Pertiwi. Kesenian tradisional dihidupkan. Sampai kapanpun saya tetap berada di belakang Pak Oles dalam membangun Bukit Hexon," tegas Sandi dengan nada terharu.
Sejak 11 November 2005, warga sekitar yang dipimpin Kepala Dusun Tempek Lobong Made Yasa dan korlap Eddy Sukawiratha mulai membuka akses jalan menuju Bukit Hexon sepanjang 1600 m. Babatuan besar dipahat dan dihancurkan tanpa menggunakan peralatan berat. “Dari pekerjaan membuka jalan tahun 2005 sampai pengaspalan jalan Juni 2008 yang berlangsung 20 hari, semua dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat. Ibu-ibu dan anak-anak ikut bantu kerja waktu sore hari,” kenang Eddy Sukawiratha, alumnus jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya tahun 2003, yang menjadi orang kepercayaan Pak Oles mengorganisir pembangunan kawasan agrowisata tersebut. (benyuleander@gmail.com)
Thanks for reading Bukit Hexon Dalam Sketsa Sejarah

0 komentar:

Posting Komentar