Home » » Membangkitkan Semangat Organik Sektor Pertanian

Membangkitkan Semangat Organik Sektor Pertanian

Pemerintah sudah saatnya memberi dorongan yang lebih serius untuk arah pembangunan sektor pertanian ke pengembangan pertanian organik. Caranya, dengan terus mengurangi ketergantungan petani terhadap bahan-bahan pestisida. Meski begitu, ketergantungan petani terhadap bahan pestisida relatif tinggi. Padahal, penggunaan pestisida cenderung tidak ramah lingkungan dan berbiaya produksi relatif tinggi. ‘’Kalau pemerintah akan mengurangi beban petani, butuh pengembangan pertanian organik secara fokus,’’ tegas anggota DPRD Kabupaten Magelang, Berdiyanto.
Anggota DPRD dari Fraksi Persatuan Pembangunan itu menilai, pembangunan sektor pertanian organik juga harus bersinergi dengan peternakan. Untuk itu, petani perlu mendapat bantuan ternak berupa sapi, kambing dan kerbau untuk mendukung pembuatan pupuk kompos. Kotoran ternak bisa dimanfaatkan untuk pembuatan biogas demi kebutuhan energi rumah tangga. Karena itu, SDM petani dan semangat organik di kalangan petani sangat penting dibangkitkan.
Meski kian menguat lirikan petani pada pupuk organik, pemerintah sudah merencanakan agar sistim distribusi pupuk pada musim tanam 2008/2009 dilakukan secara tertutup. Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Anton Apriantono di Jakarta, Selasa (26/8). Artinya, pada lini IV yakni di tingkat pengecer langsung ke petani yang terdaftar,--kelompok tani yang memiliki kartu, sudah terdaftar dan diverifikasi camat dan bupati.
Dengan begitu, pupuk bersubsidi tidak lagi dijual bebas. Sistem ini jelas menutup peluang bagi para pedagang untuk penjualan pupuk kepada para petani dengan harga mahal. Kebutuhan pupuk urea di tahun 2008 sekitar 9 juta ton dari kemampuan produksi 6,7 juta ton. Dari jumlah itu, 4 juta ton dijadikan pupuk bersubsidi. Kebutuhan pupuk SP 36 sebanyak 4,6 juta ton, pupuk ZA 1,8 juta ton, NPK 4,2 juta ton. Selisih kebutuhan dengan produksi ini, pemerintah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk melirik pupuk organik.
Stop Produksi
Sementara itu, Kelompok Tani Waspada (KTW) Jorong Liki, Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumbar seperti dilansir Antara, pihaknya terpaksa stop produksi pupuk organik karena sulit mendapat bahan baku kotoran ternak. ‘’Terhentinya pengolahan kompos itu karena kotoran sapi, kambing dan ayam susah didapat. Meski harganya naik dari Rp 2000 menjadi Rp 9.000 per karung dengan berat 25 kg,’’ kata Ponrin, petugas pembuat pupuk kompos di KTW di Sangir, Sabtu (23/8).
Sebelumnya KTW mampu menghasilkan 2,5 ton pupuk organik. Pupuk organik diproduksi itu, setelah melalui proses pembuatan mencampurkan kotoran hewan, rumput yang telah dikeringkan dan digiling, lalu dicampur M4 (sejenis obat pembusuk) dan kapur dolomite. Produksi pupuk organik yang diolah hanya untuk kebutuhan 17 anggota KTW. Setiap anggota KTW memiliki tanah seluas 400 meter atau membutuhkan 400 kg pupuk. Dari 2,5 ton itu, setiap anggota baru kebagian 150 kg, jelas Ponirin.
Salah satu upaya mengatasi kesulitan kotoran hewan, KTW sedang mengajukan permohonan bantuan sapi ternak kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Solok Selatan.
Dampak lain yang bisa dimanfaatkan para petani, bila terkabul program pengadaan sapi, air kencing sapi bisa untuk penyemprotan hama. ‘’Tanaman yang diberi penyubur dengan pupuk organik, reaksinya baru bisa dilihat setelah empat hingga lima bulan, dan sangat baik untuk tanah dan tanaman,’’ katanya. KPO/EDISI 159/SEPTEMBER 2008
Thanks for reading Membangkitkan Semangat Organik Sektor Pertanian

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar