Home » » Bererong

Bererong

Oleh: Pak Oles
Di daerah-daerah miskin di pedesaan di Bali ada orang memiliki ilmu pesugihan. Ilmu itu bernama bererong. Dia adalah sejenis makhluk cahaya yang tidak tampak mata, hanya kadang-kadang saja bisa menampakkan diri menjadi bentuk ular. Bererong merupakan makhluk piaraan yang bisa membuat si pemeliharanya menjadi kaya. Pokoknya uang atau harta akan datang sendiri entah dari mana. Si pemilik bererong harus sudah melakukan perjanjian dengan dunia gelap, bahwa salah satu atau beberapa dari anak-anaknya, terutama yang paling disayang mengalami cacat dan mati.
Jika ada seseorang menjadi kaya di pedesaan, apalagi ditambah dengan kikir dan susah bergaul, biasanya dia dicurigai memiliki bererong. Tapi karena kepemilikan bererong tidak bisa dibuktikan, apalagi dengan surat-surat, maka cukuplah kabar tersebut menjadi desas-desus yang dipercaya. Apalagi jika salah satu anggota keluarga yang diduga memiliki bererong ada yang cacat atau mati muda, hal ini akan menguatkan dugaan, atau dianggap bukti sebagai kepemilikan bererong. Di masyarakat Jawa dan Sunda juga memiliki budaya ilmu bererong, namanya babi ngepet, atau Nyai Blorong. Yaitu sejenis ilmu pesugihan yang bisa menyebabkan orang menjadi kaya tanpa kerja keras.
Orang yang memiliki ilmu bererong memiliki kebiasaan keluar-masuk pasar, terutama pergi ke pasar kecamatan atau ke pasar kota. Setiap hari dia pasti pergi ke luar desa menuju pasar, entah naik ojek, angkutan, dokar, becak atau jalan kaki. Dia tidak memiliki hari libur ke pasar kecuali sakit atau berhalangan berat. Tingginya aktivitas seseorang pergi ke pasar juga dianggap sebagai bukti kepemilikan bererong. Si pemilik bererong biasanya juga memiliki toko atau warung yang selalu buka walaupun ada kenduri di tetangga. Rajinnya seseorang membuka toko lebih pagi dan menutupnya lebih malam juga dianggap bukti kepemilikan bererong.
Budaya petani di masyarakat pedesaan yang miskin ditandai dengan minimnya hubungan transportasi dan komunikasi. Setiap hari masyarakat petani pergi ke ladang dan sawah, bergaul dengan orang di lingkungan sempit yang sama, sehingga mereka memiliki pemikiran sempit, bahwa menjadi kaya adalah sesuatu yang mustahil. Karena mereka telah buktikan sendiri dengan bekerja keras membanting tulang menjadi petani dari zaman kakek kakeknya, dia tidak pernah menjadi kaya. Mereka hanya menjadi cukup makan dan bersyukur jika tidak sakit. Dan jika ada seseorang anggota masyarakat desa yang bisa menjadi kaya, tentu mereka akan curiga, jangan-jangan ada bererong di balik kantongnya.
Tiga puluh tahun yang lalu, di Bali sangat banyak ada desa miskin dan penduduk miskin. Mereka hidup terisolir di desanya, karena jalan tanah, jembatan rusak dan sarana transportasi sangat minim. Listrik dan air bersih merupakan barang mewah yang tidak ada di desa. Mereka menggunakan lampu senter atau petromaks untuk menerangi rumah di malam hari. Jika ada kenduri, selamatan, atau hajatan seni di malam hari, masyarakat menyewa generator. Air bersih untuk minum cukup diambil di kali dengan menyunggi atau menentengnya pakai belek dari seng. Sungai adalah tempat rekreasi, mandi dan buang hajat. Hidup mereka sangat miskin, tapi mereka sudah menganggap terbiasa dalam kemiskinan. Bahkan jika ada salah satu warga yang kaya, mereka bisa menjadi curiga, jangan-jangan si dia memiliki bererong. Orang-orang kaya di desa biasanya adalah tuan tanah atau kaum ningrat. Jika tuan tanah kaya sudah biasa, tapi jika orang biasa kaya bisa dicurigai.
Saya adalah orang yang paling tidak percaya dengan ilmu bererong, karena saya dari kecil dididik oleh orang tua untuk bekerja keras dan tidak percaya takhyul. Walaupun pada saat itu banyak teman-teman saya yang sangat percaya dan hati-hati dengan orang yang diduga memiliki bererong karena takut uangnya disedot, justru saya sering menantang bererong untuk hadir ke rumah saya, atau saya sering bergaul dengan orang yang diduga memiliki bererong sebagai penyelidik amatir. Kebanyakan orang yang diduga memiliki bererong bekerja sebagai pemasaran, bukan petani. Dia bekerja sebagai perantara penjualan barang atau jasa di pasar, sebagai rentenir, makelar tanah, atau jual-beli perhiasan. Mereka memiliki moto hidup yang sangat sederhana: bekerja, untung, nabung dan hidup hemat. Secara perlahan-lahan hidupnya menjadi berkecukupan dan bertambah kaya dari tahun ke tahun. Mereka menjadi orang yang berbeda di desanya.
Tiga puluh tahun kemudian, banyak orang yang diduga memiliki bererong menjadi bangkrut gara-gara salah manajemen usahanya. Ada pengusaha pemilik bererong mobil angkutan desa bangkrut total tanahnya dilelang bank gara-gara kredit macet. Ada janda kaya pemilik bererong jatuh miskin karena tanah warisan suaminya sudah habis terjual. Ada pemilik bererong yang hidupnya pas-pasan, karena uangnya habis untuk menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Ada pemilik bererong yang keluar dari penjara karena pemalsuan sertifikat tanah. Ada pemilik bererong pengusaha hasil bumi jatuh bangkrut di tangan judi dan perempuan. Sangat sedikit dari mereka yang diduga memiliki bererong berhasil mempertahankan kekayaannya. Apakah karena ilmunya sudah punah? Ternyata tidak. Karena mereka masih miskin pendidikan dan miskin wawasan.
Di abad ke 21, gara-gara pendidikan, terbukanya sarana transportasi, komunikasi, pariwisata, ilmu bererong menjadi punah. Bahkan pemuda-pemuda desa sudah tidak lagi percaya dengan bererong, kecuali mereka yang masih suka mengkhayal dan mabuk. Bahwa tanpa kerja keras, pendidikan tinggi dan pengalaman luas, duit tidak akan datang. Kerja di kapal pesiar merupakan cita-cita pemuda desa untuk cepat mengumpulkan duit dan bisa membangun rumah di desa. Banyak pemuda desa merantau ke kota bekerja di berbagai bidang agar bisa menghasilkan duit. Konsep bererong di otak pemuda sudah hilang dari memorinya.
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan, ilmu bererong sudah mengalami transformasi menjadi ilmu ekonomi, bisnis, kepemimpinan, manajemen dan pikiran. Dia bisa dipelajari dan dilatih, sehingga buku dan pelatihannya bisa dijual laris-manis. Orang Amerika mengetahui ilmu bererong ini, sehingga bangsanya bisa menjadi kaya. Cobalah baca buku Napoleon Hill yang banyak mengulas tentang rahasia menjadi orang kaya dan bijak, dalam bukunya berpikir dan menjadi kaya. Cobalah baca buku The Key, karya Joe Vitale, yang mengungkap tentang rahasia terpendam untuk menarik apapun yang anda inginkan (terutama menarik duit). Atau bukunya T. Harv Eker, Rahasia Berpikir Jutawan, yang bisa membimbing kita menjadi ahli jutawan dalam kursus 3 hari. Ternyata inti sari ilmu bererong sudah dicuri oleh orang Amerika. Dan yang tertinggal di Indonesia hanya klenik-kleniknya saja.
Kalau kita berpikir lebih dalam, bukankah ilmu bererong itu sudah ditransformasikan menjadi duit oleh orang Amerika? Bahwa duit itu datang dari ilmu, pikiran fokus dan kerja keras. Bahwa duit itu tidak datang dari dunia kegelapan, yang kita tidak tahu asalnya, yang kita tidak tahu bagaimana cara menyimpan dan menggunakannya. Marilah kita belajar menarik duit dari Donald Trump (ahli real estate), Dale Carnegie (ahli motivasi), Bill Gates (ahli komputer), atau Jack Canfield (ahli manajemen). Mereka itu adalah gurunya ilmu bererong abad 21. Untuk menjadi kaya kita harus kerja keras dan banyak ilmu, bukan dengan klenik.
KPO/EDISI 158/AGUSTUS 2008
Thanks for reading Bererong

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar