Home » » Muhamad Zaini Dan Mainan Rakyat Sunda

Muhamad Zaini Dan Mainan Rakyat Sunda

Mainan anak-anak atau mainan tradisional rakyat di Jawa Barat telah ada sejak abad 13, mulai dari congklak hingga mainan yang juga berfungsi sebagai instrumen musik semacam sanari, jumlahnya tidak kurang dari 186 jenis.
Hal itu dikemukakan sarjana desain Institut Teknologi Nasional, Muhammad Zaini Alif yang meraih S2 bidang mainan rakyat di Institut Teknologi Bandung, ketika dijumpai Antara di acara Bandung Kotaku Hijau, di Tegal Lega, Bandung Selatan, akhir pekan lalu.
"Sayangnya, mainan itu sudah lama ditinggalkan atau dilupakan orang, sehingga saat ini sudah banyak yang punah," kata Zaini, juga dikenal sebagai Ketua Umum Komunitas Hong (mainan rakyat) dan pendiri sebuah perkampungan khusus untuk koleksi mainan rakyat Sunda.
Berdasarkan penelitiannya, Zaini mengatakan bahwa setiap jenis mainan tradisional memiliki tiga manfaat, yakni membuat si pemain memperoleh pemahaman tentang dirinya sendiri, tentang alam sekitarnya, dan tentang agama (Tuhan).
"Sedangkan mainan modern hanya memberikan kecerdasan lahiriah," katanya.
Melihat arti penting mainan rakyat bagi pengembangan mental dan kecerdasan anak-anak, Zaini merasa perlu melakukan penelitian dan membangun pusat pelestariannya, yakni Kampung Kolecer di Desa Cibuluh, Tanjung Siang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Terletak di antara Desa Ciater dan Sumeng, tempat seluas 2.000 meter persegi itu dapat dijangkau melalui rute Jakarta Subang-Ciater atau Bandung-Lembang-Ciater.
Setiap hari dibuka untuk umum mulai pukul 08.00-15.00 WIB, Kampung Kolecer menerapkan Harga Tanda Masuk Rp100.000 per orang untuk biaya perawatannya.
Pengunjung dapat memainkan berbagai jenis mainan yang diinginkan, termasuk yang sudah dianggap punah seperti sanari (bambu panjang yang di lubangi di beberapa bagian sehigga menghasilkan bunyi bila terhembus angin), toleot (suling yang sembilunya dipotong), bangbarangapung (mainan dari bahan bambu pipih, jenisnya terdapat di hampir setiap negara di dunia), ataupun gogolekan (wayang dari bahan pelepah daun singkong).
Menurut Zaini, pihaknya menerapkan pula paket khusus untuk kunjungan pelajar sekolah, minimal 40 orang. Sebaliknya, ada pula paket kunjungan ke sekolah dengan biaya Rp2 juta, di luar perhitungan biaya transportasi.
"Tergantung jaraknya. Kalau sekolahnya di Bandung tentu lebih murah ketimbang kalau harus ke Jakarta, " katanya sambil tertawa.
Berharap dapat memperluas Kampung Kolecer sebagai salah satu wadah pelestarian budaya bangsa, Zaini mengatakan pihaknya membutuhkan bantuan dana.
Ketika ditanyakan apakah ada kepedulian dari pemerintah, ia mengatakan kampungnya itu sudah beberapa kali dikunjungi pejabat, termasuk dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, namun hanya sebatas kunjungan. "Orang Sunda bilang, `Waraga na datang, Warogat na teu datang-datang`," demikian Zaini. KPO/EDISI 158/AGUSTUS 2008
Thanks for reading Muhamad Zaini Dan Mainan Rakyat Sunda

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar