Home » » Padi Organik, Tumpuan Kesejahteraan Petani

Padi Organik, Tumpuan Kesejahteraan Petani

Petani selalu dipuja karena produksi mereka menjadi tumpuan kehidupan hampir semua orang. Namun ironisnya, sebagian besar dari petani `kita` masih menyandang predikat sebagai penduduk miskin. Sebagai negara agraris, mata pencaharian sebagai petani juga cukup mendominasi di sejumlah daerah, termasuk di antaranya Kabupaten Kudus, Jateng.
Di daerah ini, sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian, dengan luas tanam untuk padi hingga 19.920 hektare, setiap masa tanam (MT). Luas areal tersebut diharapkan dapat memproduksi sebanyak 116.472 ton gabah kering giling, atau 63.680 ton beras.
Meski menjadi penupang kehidupan ribuan orang, mata pencaharian petani nyatanya belum menjanjikan. Persoalan yang mereka lamai datang silih berganti, seperti hama, banjir, dan kelangkaan pupuk. Selain itu, pada setiap musim panen yang selalu melonjak, harga jual padi justru turun, sehingga membuat petani harus lebih tabah dan sabar menghadapi cobaan yang tidak pernah berhenti menerpa mereka.
Pemkab Kudus mencoba melakukan sejumlah perbaikan untuk meningkatkan derajat hidup petani, mulai dari pemberian bantuan pupuk dan bibit hingga penyerapan gabah yang dihasilkan para petani dengan dana miliaran rupiah. Namun, bantuan yang terkesan rutinitas itu belum juga mampu membuat petani semakin mandiri untuk mengangkat derajat kehidupan mereka.
Bahkan, ratusan petugas penyuluh lapangan (PPL) yang dimiliki Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kudus pun dikerahkan untuk memberi penyuluhan kepada petani, sekaligus mengubah pola berfikir petani agar lebih maju dalam menanam padi. Pemerintah kembali mencoba membantu meningkatkan derajat kehidupan petani dengan mempopulerkan tanaman padi organik, karena petani tidak perlu lagi bergantung pada pasokan pupuk kimia yang sering kali langka dan berpotensi diselewengkan karena disubsidi pemerintah.
Asa petani mulai muncul dengan pengembangan tanaman padi organik tersebut, mengingat harga beras organik bisa mencapai Rp 7.000/kg bila dibandingkan dengan harga beras nonorganik berkisar antara Rp 4.000 hingga 5.000/kg. Untuk mengubah pola berfikir petani memang susah. Perlu kesabaran dan ketekunan, ujar Sekretaris Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kudus, Hadi Sucahyono.
Percobaan pengembangan tanaman padi organik di Kecamatan Undaan dilakukan sejak 2004 dengan luas areal sekitar dua ha dari tanah bengkok di Desa Undaan Kidul. Hasil yang dicapai pada tahun lalu per hektare mencapai 4-4,5 ton gabah kering panen, dengan harga jual per kilogram beras mencapai Rp 7.000, sementara harga beras biasa hanya Rp 4.000. Biaya operasional dibanding padi konvensional lebih murah, per hektar Rp 500 ribu, dan sawah konvensional bisa dua kali lipat. Hanya, percobaan saat itu baru 75% memakai pupuk organik karena saluran irigasi yang masih tercemar sawah konvensional.
Penggunaan pestisida untuk memberantas hama petani diubah dengan memanfaatkan lengkuas, jahe, daun sirsak dan abu dapur. Usia tanam, tidak ada perbedaan yang signifikan, sama dengan sawah konvensional, 110 hari. Awalnya, yang ditanam baru varietas chi herang. Rencananya sesuai permintaan akan ditanam jenis varietas umbu.
Kendala utama agar petani berani beralih menanam padi organik adalah pemasarannya. Persoalan pemasaran hingga kini belum terselesaikan dalam mengembangkan tanaman padi organik, meski diklaim lebih baik bagi kesehatan dan lebih ramah lingkungan.
Pemerintah setempat bersedia membantu pemasaran beras organik yang dihasilkan para petani. Setidaknya para petani mendapatkan fasilitas untuk memasarkannya hingga ke sejumlah supermarket. Sebab, pangsa pasar beras organik terbatas pada kalangan ekonomi kelas menengah ke atas. Harga beras organik per kg Rp 7.000, non organik Rp 4.000- Rp 5.000/per kg.
Pelan tapi pasti, petani di sejumlah daerah di Kabupaten Kudus mulai melirik tanaman padi organic karena persoalan pasokan pupuk yang sering terlambat dan langka. Kini, luas areal di Kecamatan Undaan bertambah jadi 5 hektar, di Desa Bulungcangkring muncul areal baru 2 hektar dan di Hadipolo 1 hektar.
Penggunaan pupuk organik diklaim dapat mengurangi biaya produksi hingga 20%. Total luas lahan PTT 7,4 hektar dengan menggunakan pupuk cair organik. Jumlah total luas penanaman padi sistem PTT di Kudus mencapai 2.000 hektar dari 80 kelompok tani. Kadis Pertanian, Peternakan dan Kelautan Kudus, Budi Santoso mengatakan, untuk melakukan percobaan tanam padi organik, tahun 2009 disediakan anggaran Rp 350 juta untuk pembelian pupuk organik.
KORAN PAK OLES/EDISI 172/1-15 APRIL 2009
Thanks for reading Padi Organik, Tumpuan Kesejahteraan Petani

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar