Home » » Geliat Pasar Tradisional Saat Krisis Global

Geliat Pasar Tradisional Saat Krisis Global

Oleh: Virna Puspa Setyorini
Siapa nyana, krisis finansial global, yang bagi sebagian ekonom sudah meninggalkan resesi menuju masa depresi, justru menjadi dewa penyelamat bagi pasar tradisional.
Krisis finansial sejagat yang juga dirasakan di tanah air itu, menurut sebuah survei, membuat masyarakat menjadi semakin selektif sekaligus irit.
Jika awalnya masyarakat mulai terbiasa berbelanja bahan makanan dan minuman, perawatan rumah tangga, obat-obatan, hingga perawatan tubuh ke pasar modern, kini mereka justru beralih ke pasar tradisional.
Hasil survei yang dilakukan Nielsen Indonesia terhadap 2.800 kepala keluarga di lima kota besar Indonesia, yakni Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, menunjukkan, belanja kebutuhan rumah tangga meningkat dan tertinggi terjadi di pasar tradisional.
Peningkatan berbelanja sebesar 21 persen di pasar tradisional itu terjadi setelah harga kebutuhan rumah tangga mengalami kenaikan.
Rata-rata pengeluaran per kepala keluarga di pasar tradisional meningkat dari Rp335.000 menjadi Rp406.000 saat harga-harga kebutuhan rumah tangga naik pada 2008. "Orang menjadi lebih senang berbelanja di pasar tradisional karena masih bisa menawar untuk jenis bahan makanan segar," kata "Retail Service Director Nielsen Indonesia" Yongky Susilo.
Namun demikian, katanya, hal menarik yang terjadi adalah tingkat kunjungan masyarakat ke hypermaket justru lebih tinggi yakni delapan persen, dibanding dengan kunjungan masyarakat ke pasar tradisional yang lima persen. "Boleh jadi masyarakat pergi ke hypermarket cuma untuk `ngadem` saja, tapi kalau belanja kebutuhan rumah tangga larinya ke pasar juga," tambah Yongky.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Thomas Dharmawan menyarankan agar pasar tradisional memakai kesempatan krisis finansial ini untuk berbenah diri, agar konsumen semakin tertarik datang dan berbelanja.
Ia mengatakan, renovasi penting dilakukan oleh toko, warung, dan pasar tradisional agar bisa menjadi ujung tombak pemasaran produk Usaha Keil Menengah (UKM) ke seluruh wilayah dan konsumen.
Jika dengan kondisi fisik memprihatinkan masyarakat mau datang ke pasar tradisional, tentu dengan kondisi aman, nyaman, dan bersih jumlah pengunjung akan semakin meningkat.
Lebih realistis
Krisis finansial sejagat juga membuat masyarakat dunia menjadi lebih realistis dalam membelanjakan uangnya untuk konsumsi makanan dan minuman.
Jika "brand", sebelum krisis, menjadi pertimbangan masyarakat dalam berbelanja, kini pertimbangan utamanya hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Contoh nyata dari kasus itu adalah tutupnya 600 gerai warung kopi "Starbucks" di Amerika Serikat pada 2008, dan diperkirakan 150 gerai akan tutup pada 2009.
Menurut Thomas, kondisi ini akan mengubah tren berbelanja masyarakat. Jika biasanya mereka membeli produk kemasan berukuran besar, kini mereka akan beralih ke kemasan kecil. "Kemasan mengecil, ukuran `mini pack` yang harganya cuma Rp1.000 akan semakin banyak. Akibatnya sampahnya memang juga jadi lebih banyak," ujar Thomas.
Turunnya pendapatan pekerja informal serta meningkatnya jumlah PHK membuat konsumsi produk kemasan kecil meningkat. Karena itu pula masyarakat tidak lagi berbelanja ke hypermarket cukup di toko atau warung dekat rumah.
Tren penggunaan kemasan berukuran kecil inilah yang menurut Thomas menggambarkan prospek pangan dan kemasan pada tahun 2009.
Ia menjelaskan bahwa desain, promosi, dan hadiah akan semakin gencar dilakukan. Inovasi kemasan dengan bahan baku lebih murah akan diupayakan. Tidak ketinggalan syarat label, mutu, halal, SNI, semakin ketat dituntut masyarakat.
Industri makanan dan minuman akan semakin menyebar ke daerah terutama di luar Jawa. Hal ini, ungkap Thomas, sebagai upaya untuk meraih pasar lebih luas dan menurunkan biaya produksi.
Hal menarik lainnya yang akan terjadi pada industri makanan dan minuman di tanah air, menurut dia, peralihan dari memproduksi produk primer ke produk olahan.
Terlepas dari itu semua, Thomas merasa yakin bahwa pertumbuhan produk makanan dan minuman pada tahun 2009 tetap terjadi 10 persen hingga 12 persen.
Dan pasar tradisionallah yang akan membantu sektor tersebut tetap tumbuh pada saat krisis finansial global yang membuat masyarakat menjadi lebih selektif dan irit dalam berbelanja.
KORAN PAK OLES/EDISI 172/1-15 APRIL 2009
Thanks for reading Geliat Pasar Tradisional Saat Krisis Global

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar