Oleh: Heni Kurniawati
Di samping informasi dan pendidikan, sejumlah televisi terus menyajikan tayangan yang menarik dan menghibur kepada para pemirsa. Sinetron dan reality show misalnya, senantiasa menghiasi layar kaca setiap televisi karena memiliki banyak penggemar. Namun banyak masyarakat belum mengetahui atau memang sudah mengetahui tetapi tidak menghiraukan dampak negatif dari sebuah tayangan, baik bagi anak (remaja) maupun bagi dirinya sendiri.
Erna Hartanto, S.Kom, sebagai praktisi pendidikan anak menilai, televisi merupakan salah satu pemicu anak untuk meniru sebuah adegan yang ditayangkan di sebuah TV. ‘’Sebab anak usia 0 hingga usia remaja merupakan pribadi yang labil dan suka meniru. Selain itu, tayangan TV juga berdampak pada pembentukan pribadi anak menjadi malas. Dampak terbesar dari siaran televisi kepada masyarakat terutama pada anak dan remaja kita adalah malas. Selain itu meniru adegan atau tokoh dalam film pun menjadi pengaruh,” katanya.
Meski begitu, meniru, jelas Erna Hartanto, merupakan hal yang wajar dan pasti dilakukan oleh anak karena sebagai sebuah proses belajar yang paling mudah dilakukan oleh anak-anak. Hanya saja, sangat dibutuhkan pendampingan orang tua, minimal memberikan pengertian dan penjelasan, serta menanamkan nilai moral pada diri anak sejak dini. Pendampingan itu dapat memberi rangsangan pada anak untuk memahami dan mengetahui tayangan yang baik dan mendidik mereka sendiri.
”Meniru dan mengidolakan seseorang tokoh dalam TV kerap kali terjadi. Kecenderungan anak untuk meniru tidak perlu dihindari. Di sinilah diperlukan peran aktif orang tua untuk menjelaskan film yang bagus dan tidak bagus kepada anaknya. Melalui pemberian pengertian dan penjelasan, penanaman nilai-nilai moral yang positif serta dibekali ilmu pengetahuan yang baik maka anak dapat mengerti dan memilah sendiri tayangan yang mendidik itu bagi dirinya. Sehingga orang tua tidak perlu lagi untuk mendampingi anak saat nonton TV karena anak telah mengerti dengan sendirinya tayangan yang bermutu,” jelasnya.
Untuk mengurangi efek buruk dari tayangan televisi, Erna Hartanto menganjurkan agar anak diperbolehkan menonton televisi dalam sehari hanya satu sampai dua kali. ‘’Dalam durasi waktu satu hingga dua jam sekali menonton. Hal ini untuk menghindari efek malas dari dampak sebuah tayangan TV. Anak yang gemar menonton TV harus dibatasi dan ditentukan waktunya agar tidak sampai malam. Sebab dari televisi banyak efek yang ditimbulkan,” pesan Erna Hartanto.
Di samping informasi dan pendidikan, sejumlah televisi terus menyajikan tayangan yang menarik dan menghibur kepada para pemirsa. Sinetron dan reality show misalnya, senantiasa menghiasi layar kaca setiap televisi karena memiliki banyak penggemar. Namun banyak masyarakat belum mengetahui atau memang sudah mengetahui tetapi tidak menghiraukan dampak negatif dari sebuah tayangan, baik bagi anak (remaja) maupun bagi dirinya sendiri.
Erna Hartanto, S.Kom, sebagai praktisi pendidikan anak menilai, televisi merupakan salah satu pemicu anak untuk meniru sebuah adegan yang ditayangkan di sebuah TV. ‘’Sebab anak usia 0 hingga usia remaja merupakan pribadi yang labil dan suka meniru. Selain itu, tayangan TV juga berdampak pada pembentukan pribadi anak menjadi malas. Dampak terbesar dari siaran televisi kepada masyarakat terutama pada anak dan remaja kita adalah malas. Selain itu meniru adegan atau tokoh dalam film pun menjadi pengaruh,” katanya.
Meski begitu, meniru, jelas Erna Hartanto, merupakan hal yang wajar dan pasti dilakukan oleh anak karena sebagai sebuah proses belajar yang paling mudah dilakukan oleh anak-anak. Hanya saja, sangat dibutuhkan pendampingan orang tua, minimal memberikan pengertian dan penjelasan, serta menanamkan nilai moral pada diri anak sejak dini. Pendampingan itu dapat memberi rangsangan pada anak untuk memahami dan mengetahui tayangan yang baik dan mendidik mereka sendiri.
”Meniru dan mengidolakan seseorang tokoh dalam TV kerap kali terjadi. Kecenderungan anak untuk meniru tidak perlu dihindari. Di sinilah diperlukan peran aktif orang tua untuk menjelaskan film yang bagus dan tidak bagus kepada anaknya. Melalui pemberian pengertian dan penjelasan, penanaman nilai-nilai moral yang positif serta dibekali ilmu pengetahuan yang baik maka anak dapat mengerti dan memilah sendiri tayangan yang mendidik itu bagi dirinya. Sehingga orang tua tidak perlu lagi untuk mendampingi anak saat nonton TV karena anak telah mengerti dengan sendirinya tayangan yang bermutu,” jelasnya.
Untuk mengurangi efek buruk dari tayangan televisi, Erna Hartanto menganjurkan agar anak diperbolehkan menonton televisi dalam sehari hanya satu sampai dua kali. ‘’Dalam durasi waktu satu hingga dua jam sekali menonton. Hal ini untuk menghindari efek malas dari dampak sebuah tayangan TV. Anak yang gemar menonton TV harus dibatasi dan ditentukan waktunya agar tidak sampai malam. Sebab dari televisi banyak efek yang ditimbulkan,” pesan Erna Hartanto.
0 komentar:
Posting Komentar