
PENGANTAR REDAKSI: Ibarat pedang bermata dua, internet memiliki sisi positif dan negatif bagi pembentukan karakter masyarakat di era digital. Dengan internet, komunikasi terbentang luas lintas negara, cepat, murah dan efektif. Ternyata internet pun menjadi sarang mengumbar nafsu. Ada jutaan situs porno dalam berbagai bahasa. Di sisi lain, kondisi sosial bangsa ini harus bisa mencetak generasi unggul dan berakhlak mulia. Barangkali itulah sekelumit kegelisahan di balik pemblokiran situs-situs porno yang kini menjadi pemberitaan hangat di negeri yang penduduknya mayoritas beragama ini.
Oleh: Wayan Nita
Kita tiba di sebuah jaman yang penuh kejutan. Dunia pergundikan yang sepi gosip bergulir menuju era mesum digital. Beberapa daerah di Indonesia geger dengan rekaman adegan persetubuhan dari remaja hingga orang tua yang beredar luas di internet. Dalam rekaman mesin pencari Google-trends, kata-kata referensi berbau porno memiliki indeks pencarian tertinggi. Sebuah keruwetan terjadi di sini. Internet yang diagungkan sebagai keajaiban abad 21 justru menjadi ruang interaksi tanpa norma dan etika. Tak ada kontrol sosial ataupun standar normatif. Tak heran, media maya ini menjadi lorong penyaluran hasrat-hasrat binal yang tak mendapat tempat pengungkapan bebas di ruang nyata.
Ya internet adalah buatan manusia untuk tujuan komersil maupun sekedar mengumbar nafsu. Ada jutaan situs porno dalam berbagai bahasa. Di sisi lain, kondisi sosial bangsa ini harus bisa mencetak generasi unggul dan berakhlak mulia. Barangkali itulah sekelumit kegelisahan di balik pemblokiran situs-situs porno yang kini menjadi pemberitaan hangat di negeri yang penduduknya mayoritas beragama ini.
Saat pemerintah dan insan madani mencari formula batas-batas pendidikan seks yang wajar bagi anak-anak, hadir badai sosial (baca: situs porno atau cyber sex) yang menerpa seluruh golongan umur. Anak-anak pun dengan bebas bisa mencari, membuka, menonton dan menikmati adegan-adegan seputar eksploitasi seks. Lebih tragis lagi, ada remaja usia sekolah yang dengan kreatif melakukan persetubuhan lalu tanpa rasa malu menayangkan di media online. Wajar bila orangtua diterpa ketakutan akan pengaruh buruk dari kebiasaan mengakses situs bagi pertumbuhan kejiwaan anaknya. Mereka pun tak tahu apa yang dilakukan sang anak di luar rumah.
Menurut Jeni Akirul Knisprayogo, penjaga Giga Internet di Jl Pulau Komodo, Denpasar, warnet hanya berfungsi sebagai penyedia berbagai situs. Internet seperti media massa, menjadi jendela informasi bagi semua orang. Semua situs dapat diakses dari internet, kalaupun ada user yang membuka situs porno itu urusan personal masing-masing.
Lanjut Akirul, sapaan Jeni Akirul Knisprayogo, dirinya setuju jika ada undang-undang yang membatasi penggunaan situs porno. Ia melihat hal itu tidak akan mengurangi pemasukan warnet. Karena Indonesia sedang bertransisi menuju masyarakat digital. Internet telah menjadi bagian penting dari pekerjaan dan percepatan informasi maupun mengakses data yang membutuhkan akurasi tinggi, efektif dan cepat.
Pembatasan dan pemfilteran situs porno sebenarnya tidak bisa dilakukan pihak warnet. Karena, menurut Akirul, warnet hanya penerima saja apa yang disediakan pihak pengelola koneksi internet pusat. Jadi jika banyak situs porno yang masuk dan diakses user itu bukan kesalahan pihak warnet. Hal senada juga diungkapkan Ida Bagus Rai, pemilik @ir Internet. IB. Rai juga setuju adanya pembatasan situs porno di internet. Hanya saja, jika pihak warnet yang disalahkan sebagai biang perusak anak remaja tidak setuju. Karena sebagai penyedia jasa internet, pihak warnet hanya menerima situs dari internet pusat. Selama ini, lanjut IB Rai, banyak anak SMA yang menggunakan warnetnya. Baik itu untuk mencari tugas-tugas sekolah, untuk main game atau juga untuk mengakses situs porno. Pihaknya tidak bisa melarang jika ada yang membuka situs porno. “Memang ada sedikit penurunan pengguna warnet. Tapi saya setuju diberlakukannya UU ITE, karena masa depan remaja dipertaruhkan di sana,” urai IB Rai yang membuka usaha warnet di Jl Kamboja, Denpasar.
Kita tiba di sebuah jaman yang penuh kejutan. Dunia pergundikan yang sepi gosip bergulir menuju era mesum digital. Beberapa daerah di Indonesia geger dengan rekaman adegan persetubuhan dari remaja hingga orang tua yang beredar luas di internet. Dalam rekaman mesin pencari Google-trends, kata-kata referensi berbau porno memiliki indeks pencarian tertinggi. Sebuah keruwetan terjadi di sini. Internet yang diagungkan sebagai keajaiban abad 21 justru menjadi ruang interaksi tanpa norma dan etika. Tak ada kontrol sosial ataupun standar normatif. Tak heran, media maya ini menjadi lorong penyaluran hasrat-hasrat binal yang tak mendapat tempat pengungkapan bebas di ruang nyata.
Ya internet adalah buatan manusia untuk tujuan komersil maupun sekedar mengumbar nafsu. Ada jutaan situs porno dalam berbagai bahasa. Di sisi lain, kondisi sosial bangsa ini harus bisa mencetak generasi unggul dan berakhlak mulia. Barangkali itulah sekelumit kegelisahan di balik pemblokiran situs-situs porno yang kini menjadi pemberitaan hangat di negeri yang penduduknya mayoritas beragama ini.
Saat pemerintah dan insan madani mencari formula batas-batas pendidikan seks yang wajar bagi anak-anak, hadir badai sosial (baca: situs porno atau cyber sex) yang menerpa seluruh golongan umur. Anak-anak pun dengan bebas bisa mencari, membuka, menonton dan menikmati adegan-adegan seputar eksploitasi seks. Lebih tragis lagi, ada remaja usia sekolah yang dengan kreatif melakukan persetubuhan lalu tanpa rasa malu menayangkan di media online. Wajar bila orangtua diterpa ketakutan akan pengaruh buruk dari kebiasaan mengakses situs bagi pertumbuhan kejiwaan anaknya. Mereka pun tak tahu apa yang dilakukan sang anak di luar rumah.
Menurut Jeni Akirul Knisprayogo, penjaga Giga Internet di Jl Pulau Komodo, Denpasar, warnet hanya berfungsi sebagai penyedia berbagai situs. Internet seperti media massa, menjadi jendela informasi bagi semua orang. Semua situs dapat diakses dari internet, kalaupun ada user yang membuka situs porno itu urusan personal masing-masing.
Lanjut Akirul, sapaan Jeni Akirul Knisprayogo, dirinya setuju jika ada undang-undang yang membatasi penggunaan situs porno. Ia melihat hal itu tidak akan mengurangi pemasukan warnet. Karena Indonesia sedang bertransisi menuju masyarakat digital. Internet telah menjadi bagian penting dari pekerjaan dan percepatan informasi maupun mengakses data yang membutuhkan akurasi tinggi, efektif dan cepat.
Pembatasan dan pemfilteran situs porno sebenarnya tidak bisa dilakukan pihak warnet. Karena, menurut Akirul, warnet hanya penerima saja apa yang disediakan pihak pengelola koneksi internet pusat. Jadi jika banyak situs porno yang masuk dan diakses user itu bukan kesalahan pihak warnet. Hal senada juga diungkapkan Ida Bagus Rai, pemilik @ir Internet. IB. Rai juga setuju adanya pembatasan situs porno di internet. Hanya saja, jika pihak warnet yang disalahkan sebagai biang perusak anak remaja tidak setuju. Karena sebagai penyedia jasa internet, pihak warnet hanya menerima situs dari internet pusat. Selama ini, lanjut IB Rai, banyak anak SMA yang menggunakan warnetnya. Baik itu untuk mencari tugas-tugas sekolah, untuk main game atau juga untuk mengakses situs porno. Pihaknya tidak bisa melarang jika ada yang membuka situs porno. “Memang ada sedikit penurunan pengguna warnet. Tapi saya setuju diberlakukannya UU ITE, karena masa depan remaja dipertaruhkan di sana,” urai IB Rai yang membuka usaha warnet di Jl Kamboja, Denpasar.
0 komentar:
Posting Komentar