dr AAN Anantasika, SpOG (K)
Oleh: Heni Kurniawati
Bukan hal baru bila seorang dokter menjadi artis atau musisi. Penyanyi jazz Tompy dan grub band The Doctor misalnya, setiap hari bertugas sebagai dokter. Di Bali, dr AAN Anantasika, SpOG (K) sebagai pelopornya. Pria yang saban hari berkutat di dalam ruang operasi dan penyakit para wanita di RSU Sanglah Denpasar itu, sedang serius meramaikan blantika musik pop di Pulau Dewata.
Launching album perdana digelar di Hotel Nikki, Minggu (16/3). Album perdana berjudul Dados Penganten (Jadi Pengantin) terdiri atas 12 lagu. Uniknya, delapan lagu dalam bahasa Bali, dua lagu (Indonesia) dan dua lainnya dalam bahasa Inggris. Semua lagu digarap dari tahun 1986-2007. Sebagian lagu bercerita tentang perjalanan hidup dokter ini sejak muda, hidup di tanah rantau yang berjauhan sama istri hingga sekarang. Hit Single Dados Penganten terinspirasi dari muridnya yang belum menikah. Isinya seputar enaknya menikah dan berkeluarga. Garapan album dilakukan di sela waktu luang sebagai dokter.
Menurut Anantasika, profesi sebagai dokter tetap menjadi prioritas. Sebab bernyanyi hanya apresiasi dari hobi. “Sebenarnya album ini merupakan kumpulan lagu yang telah saya buat sejak masih muda. Karena sudah kepalang basah, maka lagu-lagu tersebut ingin saya kumpulkan menjadi satu dalam sebuah album dan garapannya tidak mengganggu waktu kerja saya. Dokter adalah profesi dan tanggung jawab saya terhadap masyarakat. Untuk itu profesi dokter tetap yang nomor satu,” katanya.
Semua keuntungan lelang dan penjualan album disumbangkan kepada klinik PMTCT (Prevention Of Mother to child HIV Transmission) di RS Sanglah. PMTCT merupakan sebuah klinik khusus yang menangani pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Jumlah nominal yang diperoleh dari lelang Rp 147 juta. ”Berapa pun keuntungan dari penjualan album dan lelang saat ini akan diserahkan kepada klinik PMTCT RS Sanglah. Sebab sejak persalinan ibu penderita HIV yang pertama pada tahun 1996 sampai sekarang sudah 25 bayi yang lahir. Bayi tersebut rentan tertular HIV dari ibunya. Mereka semua tidak bersalah dan tidak harus menanggung penderitaan yang sama seperti ibunya. Untuk itu mereka membutuhkan uluran tangan. Kalau bukan kita siapa lagi yang peduli dengan masa depan generasi penerus tersebut,” ujarnya.
Oleh: Heni Kurniawati
Bukan hal baru bila seorang dokter menjadi artis atau musisi. Penyanyi jazz Tompy dan grub band The Doctor misalnya, setiap hari bertugas sebagai dokter. Di Bali, dr AAN Anantasika, SpOG (K) sebagai pelopornya. Pria yang saban hari berkutat di dalam ruang operasi dan penyakit para wanita di RSU Sanglah Denpasar itu, sedang serius meramaikan blantika musik pop di Pulau Dewata.
Launching album perdana digelar di Hotel Nikki, Minggu (16/3). Album perdana berjudul Dados Penganten (Jadi Pengantin) terdiri atas 12 lagu. Uniknya, delapan lagu dalam bahasa Bali, dua lagu (Indonesia) dan dua lainnya dalam bahasa Inggris. Semua lagu digarap dari tahun 1986-2007. Sebagian lagu bercerita tentang perjalanan hidup dokter ini sejak muda, hidup di tanah rantau yang berjauhan sama istri hingga sekarang. Hit Single Dados Penganten terinspirasi dari muridnya yang belum menikah. Isinya seputar enaknya menikah dan berkeluarga. Garapan album dilakukan di sela waktu luang sebagai dokter.
Menurut Anantasika, profesi sebagai dokter tetap menjadi prioritas. Sebab bernyanyi hanya apresiasi dari hobi. “Sebenarnya album ini merupakan kumpulan lagu yang telah saya buat sejak masih muda. Karena sudah kepalang basah, maka lagu-lagu tersebut ingin saya kumpulkan menjadi satu dalam sebuah album dan garapannya tidak mengganggu waktu kerja saya. Dokter adalah profesi dan tanggung jawab saya terhadap masyarakat. Untuk itu profesi dokter tetap yang nomor satu,” katanya.
Semua keuntungan lelang dan penjualan album disumbangkan kepada klinik PMTCT (Prevention Of Mother to child HIV Transmission) di RS Sanglah. PMTCT merupakan sebuah klinik khusus yang menangani pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Jumlah nominal yang diperoleh dari lelang Rp 147 juta. ”Berapa pun keuntungan dari penjualan album dan lelang saat ini akan diserahkan kepada klinik PMTCT RS Sanglah. Sebab sejak persalinan ibu penderita HIV yang pertama pada tahun 1996 sampai sekarang sudah 25 bayi yang lahir. Bayi tersebut rentan tertular HIV dari ibunya. Mereka semua tidak bersalah dan tidak harus menanggung penderitaan yang sama seperti ibunya. Untuk itu mereka membutuhkan uluran tangan. Kalau bukan kita siapa lagi yang peduli dengan masa depan generasi penerus tersebut,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar