Hingga kini, Indonesia masih meneliti metode penaksiran sistem komoditas (commodity system assessment metdhod CSAM) dalam pengembangan hortikultura. Kondisi tersebut menyebabkan penanganan produk hortikultura belum maksimal akibat tingkat kehilangan dan kerusakan yang cukup tinggi. Demikian Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Prof Dr Ir Bambang Admadi H di Denpasar, Minggu (2/11).
Menurut Prof Bambang, akibat belum adanya sistem tepat menyebabkan pengembangan hortikultura di Indonesia belum mampu menghasilkan produk yang bersaing di pasaran ekspor. ‘’CSAM bertujuan mengkaji komoditas tertentu mulai dari perencanaan produksi hingga distribusi ke konsumen serta mengidentifikasi prioritas permasalahan yang terjadi," ujarnya.
Awalnya, seperti dilansir ANTARA, CSAM dikembangkan di Rusia, yang diadopsi dan diaplikasi di Amerika, Eropa, Australia dan Selandia Baru. Sejumlah negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam sudah mengadopsi sistem tersebut dan Indonesia masih dalam tahap pengkajian. Kajian yang dimaksud berupa cara penanganan pengembangan komoditas hortikultura, tahap pemeliharaan, proses produksi sampai ke konsumen.
Penanganan pasca panen dengan menekan kesusutan sekecil mungkin dan mengkaji kerusakan pada seluruh tingkatan distribusi. Hasil penelitian CSAM menunjukkan perubahan tingkat kehilangan dan kerusakan produk hortikultura dapat ditekan.
Pemakaian kemasan karton lebih baik dibanding bok plastik untuk mengemas jeruk California menuju pusat distribusi di Denver Colorado sejauh 1.320 km dengan waktu tempuh tiga hari perjalanan. Pada distribusi tersebut terjadi penurunan tingkat kerusakan sebesar 9% dan hemat biaya distribusi. Hal yang sama terjadi pada distribusi semangka, anggur dan jenis hortikultura lain.
KPO/EDISI 163/NOVEMBER 2008
Menurut Prof Bambang, akibat belum adanya sistem tepat menyebabkan pengembangan hortikultura di Indonesia belum mampu menghasilkan produk yang bersaing di pasaran ekspor. ‘’CSAM bertujuan mengkaji komoditas tertentu mulai dari perencanaan produksi hingga distribusi ke konsumen serta mengidentifikasi prioritas permasalahan yang terjadi," ujarnya.
Awalnya, seperti dilansir ANTARA, CSAM dikembangkan di Rusia, yang diadopsi dan diaplikasi di Amerika, Eropa, Australia dan Selandia Baru. Sejumlah negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam sudah mengadopsi sistem tersebut dan Indonesia masih dalam tahap pengkajian. Kajian yang dimaksud berupa cara penanganan pengembangan komoditas hortikultura, tahap pemeliharaan, proses produksi sampai ke konsumen.
Penanganan pasca panen dengan menekan kesusutan sekecil mungkin dan mengkaji kerusakan pada seluruh tingkatan distribusi. Hasil penelitian CSAM menunjukkan perubahan tingkat kehilangan dan kerusakan produk hortikultura dapat ditekan.
Pemakaian kemasan karton lebih baik dibanding bok plastik untuk mengemas jeruk California menuju pusat distribusi di Denver Colorado sejauh 1.320 km dengan waktu tempuh tiga hari perjalanan. Pada distribusi tersebut terjadi penurunan tingkat kerusakan sebesar 9% dan hemat biaya distribusi. Hal yang sama terjadi pada distribusi semangka, anggur dan jenis hortikultura lain.
KPO/EDISI 163/NOVEMBER 2008
0 komentar:
Posting Komentar