Gelanggang dunia “online” saat ini menoreh sensasi dan kejutan historis yang membawa perubahan serba baru, cepat dan simultan melintasi batas-batas negara maupun benua. Situs-situs berita dan jejaring sosial membentuk tali temali informasi yang melampaui kecepatan media-media konvensional. Daya jelajah berita ibarat virus yang mudah berjangkit dengan sekali klik mouse. Hemat biaya, waktu dan tenaga (gampang)!
Kiprah dan eksistensi media “online” dengan daya jangkau yang luas, efektif dan mudah diakses penghuni jagat raya ini serta merta melahirkan “revolusi konvergensi media” yang tak terhindarkan lagi. Konvergensi (penggabungan massal) merupakan reposisi eksistensi media massa di awal abad 21 yang elegan tanpa terjebak dalam bentrokan paradigma media konvensional vs progresif.
Presiden terpilih Amerika Serikat Barack Obama sukses melangkah ke Gedung Putih karena efektif memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook, My Space, Linkedin, You Tube, Friendster, hingga Twitter untuk menghimpun dana kampanye sekaligus membangun lingkaran “pertemanan” maya.
Sebuah contoh bahwa kehadiran internet tidak bisa disepelekan lagi. Ditambah lagi media online (situs-situs berita) dengan cepat memberitakan berbagai peristiwa yang terjadi dalam hitungan detik. Demikian pula kiprah para blogger yang kian kreatif menyampaikan buah pikiran maupun pengamatan terkini di lapangan. Sesuatu yang tidak kita temukan di media cetak sebelumnya. Sebuah peristiwa hari ini baru bisa dibaca khalayak pada keesokan harinya. Tentunya peramu warta media cetak tidak lagi mengklaim diri sebagai pembawa berita aktual.
Media konvensional seperti media cetak, televisi dan radio mulai meretas konvergensi media dalam bentuk portal berita. Publik dapat mengakses dengan cepat dari berbagai tempat soal berita, audio, gambar dan rekaman atas sebuah kejadian. Portal-portal berita seperti compas.com atau detik.com mulai terbuka mengakomodir suara warga untuk turut berpartisipasi menyumbang “kepingan” opini publik melalui blog. Nah, inilah tantangan bagi para blogger untuk mempertajam konten. Sementara media-media cetak lokal tinggal menunggu waktu ditinggalkan pembaca (terutama kaum muda) bila terus menutup mata terhadap arus suara warga.
Tak heran bila CEO MNC Sky Vision Handhi S Kentjono mengatakan pertumbuhan iklan di media internet dalam kurun 2007-2010 akan tumbuh 23 persen. Dari semua media yang ada, media berbasis internetlah yang terus mengalami pertumbuhan. Sedangkan perkembangan media cetak akan turun. Jumlah pengguna internet dunia dalam delapan tahun terakhir, sebut Handhi, melonjak tajam 305 persen. Catatan saja, pada tahun 2000, jumlah pengguna internet dunia hanya sekitar 360,9 juta. Namun, tahun ini, jumlahnya sudah mencapai 1,4 miliar orang.
Sementara prosentase iklan menurut Handhi merujuk pada data tahun 2006 menunjukkan bahwa iklan di koran sebesar 28,4 persen. Angka ini diprediksi akan mengalami penurunan sampai di tahun 2010 menjadi 23,3 persen. Internet yang tahun 2006 pemasukan iklannya hanya 6,8 persen akan berkembang dalam empat tahun yang akan datang. Perlahan tapi pasti angka itu akan semakin naik, kata Handhi dalam seminar nasional bertajuk "New Media: Akhir Media Konvensional?" yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Sanur Beach Paradise Hotel, Bali, Kamis (27/11).
Sementara CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo melihat era konvergensi media sebagai pilihan strategis untuk menjangkau konsumen lebih luas. Saatnya bagi media cetak berpikir untuk menggabungkan diri dengan dunia online agar tetap bisa bertahan.
Agung menambahkan, internet juga memiliki beberapa keunggulan dibanding media lain. Beberapa di antaranya target audience yang luas, segmen audience yang beragam, hingga dapat diakses seharian penuh.Faktor-faktor tersebut membuat peluang iklan di internet terbuka lebar. Tinggal bagaimana seseorang melihat potensi itu dan memanfaatkannya dengan baik.
Hal ini dilakukan setelah melihat mahalnya biaya cetak dan peminat untuk membaca koran yang sudah mulai berkurang. Meski begitu kehadiran media online tidak serta merta mematikan eksistensi media konvensional. Tantangan inilah, ujar Agung, yang membuat Kompas mulai aktif menggabungkan dengan online.
Pandangan CEO MNC Sky Vision Handhi S Kentjono dan CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo melecut para pramu warta (jurnalis) untuk tidak berhenti berkarya sebatas pemburu berita yang “gaptek” (gagap teknologi). Demikian pula pemilik (investor) dan pengelola media cetak harus cerdas “membaca” tanda-tanda zaman agar butiran informasi yang terus dirakit, diramu dan dipercantik dalam media konvergensi “suatu saat” menjadi mutiara-mutiara informasi yang mengendap di alam bawah sadar konsumen media “online”. Apa yang tertulis akan terus tertulis selama perangkat digital mengabadi dalam perguliran perbadaban. Tulisan di kertas koran akan punah dan dilupakan. Tapi barisan tulisan, foto, gambar dan rekaman di media “online” akan terus menyapa setiap pribadi baru, termasuk generasi baru, para remaja muda dan cucu kita. Dari liang lahat kita akan terus menyebar virus informasi yang tersimpan dalam server-server jejaring sosial.
Koran Pak Oles/Edisi 164/Desember 2008
Kiprah dan eksistensi media “online” dengan daya jangkau yang luas, efektif dan mudah diakses penghuni jagat raya ini serta merta melahirkan “revolusi konvergensi media” yang tak terhindarkan lagi. Konvergensi (penggabungan massal) merupakan reposisi eksistensi media massa di awal abad 21 yang elegan tanpa terjebak dalam bentrokan paradigma media konvensional vs progresif.
Presiden terpilih Amerika Serikat Barack Obama sukses melangkah ke Gedung Putih karena efektif memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook, My Space, Linkedin, You Tube, Friendster, hingga Twitter untuk menghimpun dana kampanye sekaligus membangun lingkaran “pertemanan” maya.
Sebuah contoh bahwa kehadiran internet tidak bisa disepelekan lagi. Ditambah lagi media online (situs-situs berita) dengan cepat memberitakan berbagai peristiwa yang terjadi dalam hitungan detik. Demikian pula kiprah para blogger yang kian kreatif menyampaikan buah pikiran maupun pengamatan terkini di lapangan. Sesuatu yang tidak kita temukan di media cetak sebelumnya. Sebuah peristiwa hari ini baru bisa dibaca khalayak pada keesokan harinya. Tentunya peramu warta media cetak tidak lagi mengklaim diri sebagai pembawa berita aktual.
Media konvensional seperti media cetak, televisi dan radio mulai meretas konvergensi media dalam bentuk portal berita. Publik dapat mengakses dengan cepat dari berbagai tempat soal berita, audio, gambar dan rekaman atas sebuah kejadian. Portal-portal berita seperti compas.com atau detik.com mulai terbuka mengakomodir suara warga untuk turut berpartisipasi menyumbang “kepingan” opini publik melalui blog. Nah, inilah tantangan bagi para blogger untuk mempertajam konten. Sementara media-media cetak lokal tinggal menunggu waktu ditinggalkan pembaca (terutama kaum muda) bila terus menutup mata terhadap arus suara warga.
Tak heran bila CEO MNC Sky Vision Handhi S Kentjono mengatakan pertumbuhan iklan di media internet dalam kurun 2007-2010 akan tumbuh 23 persen. Dari semua media yang ada, media berbasis internetlah yang terus mengalami pertumbuhan. Sedangkan perkembangan media cetak akan turun. Jumlah pengguna internet dunia dalam delapan tahun terakhir, sebut Handhi, melonjak tajam 305 persen. Catatan saja, pada tahun 2000, jumlah pengguna internet dunia hanya sekitar 360,9 juta. Namun, tahun ini, jumlahnya sudah mencapai 1,4 miliar orang.
Sementara prosentase iklan menurut Handhi merujuk pada data tahun 2006 menunjukkan bahwa iklan di koran sebesar 28,4 persen. Angka ini diprediksi akan mengalami penurunan sampai di tahun 2010 menjadi 23,3 persen. Internet yang tahun 2006 pemasukan iklannya hanya 6,8 persen akan berkembang dalam empat tahun yang akan datang. Perlahan tapi pasti angka itu akan semakin naik, kata Handhi dalam seminar nasional bertajuk "New Media: Akhir Media Konvensional?" yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Sanur Beach Paradise Hotel, Bali, Kamis (27/11).
Sementara CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo melihat era konvergensi media sebagai pilihan strategis untuk menjangkau konsumen lebih luas. Saatnya bagi media cetak berpikir untuk menggabungkan diri dengan dunia online agar tetap bisa bertahan.
Agung menambahkan, internet juga memiliki beberapa keunggulan dibanding media lain. Beberapa di antaranya target audience yang luas, segmen audience yang beragam, hingga dapat diakses seharian penuh.Faktor-faktor tersebut membuat peluang iklan di internet terbuka lebar. Tinggal bagaimana seseorang melihat potensi itu dan memanfaatkannya dengan baik.
Hal ini dilakukan setelah melihat mahalnya biaya cetak dan peminat untuk membaca koran yang sudah mulai berkurang. Meski begitu kehadiran media online tidak serta merta mematikan eksistensi media konvensional. Tantangan inilah, ujar Agung, yang membuat Kompas mulai aktif menggabungkan dengan online.
Pandangan CEO MNC Sky Vision Handhi S Kentjono dan CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo melecut para pramu warta (jurnalis) untuk tidak berhenti berkarya sebatas pemburu berita yang “gaptek” (gagap teknologi). Demikian pula pemilik (investor) dan pengelola media cetak harus cerdas “membaca” tanda-tanda zaman agar butiran informasi yang terus dirakit, diramu dan dipercantik dalam media konvergensi “suatu saat” menjadi mutiara-mutiara informasi yang mengendap di alam bawah sadar konsumen media “online”. Apa yang tertulis akan terus tertulis selama perangkat digital mengabadi dalam perguliran perbadaban. Tulisan di kertas koran akan punah dan dilupakan. Tapi barisan tulisan, foto, gambar dan rekaman di media “online” akan terus menyapa setiap pribadi baru, termasuk generasi baru, para remaja muda dan cucu kita. Dari liang lahat kita akan terus menyebar virus informasi yang tersimpan dalam server-server jejaring sosial.
Koran Pak Oles/Edisi 164/Desember 2008
0 komentar:
Posting Komentar