Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan data bahwa kerugian yang diderita negara akibat tindak korupsi di sektor kesehatan mencapai Rp128 miliar. ‘’Dari hasil pemantauan ICW, kasus korupsi kesehatan yang sedang diusut pihak penegak hukum menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 128 miliar,’’ kata peneliti ICW, Ratna Kusuma, di Jakarta.
Ratna memaparkan, jumlah tersebut dihimpun dari sebanyak 49 kasus. Sedangkan sebenarnya terdapat 54 kasus korupsi kesehatan yang sedang diusut baik oleh kejaksaan, KPK maupun kepolisian. Soal lembaga tempat terjadinya korupsi kesehatan tersebut, ujar Ratna, yang terbesar dilakukan oleh berbagai dinas kesehatan tingkat provinsi yang merugikan negara hingga Rp 57,9 miliar, lalu diikuti antara lain oleh dinas kesehatan tingkat kotamadya (Rp 23,1 miliar), beragam rumah sakit (Rp 17,5 miliar), dan dinas kesehatan tingkat kabupaten (Rp 16,9 miliar).
Sementara modus korupsi di sektor kesehatan yang paling besar mengakibatkan kerugian negara adalah mark up atau penggelembungan data yang mencapai Rp 102,9 miliar. Jumlah korupsi dengan modus mark up jauh lebih besar dibanding modus lain seperti manipulasi data obat (Rp 9 miliar) dan obat fiktif (Rp 1 miliar).
Sedangkan dilihat dari letak korupsi kesehatan, provinsi yang menderita kerugian negara paling besar adalah DKI Jakarta (Rp 32,1 miliar), yang disusul antara lain oleh Jawa Barat (Rp 26,1 miliar), Kalimantan Timur (Rp 26,1 miliar) dan Lampung (Rp 8 miliar). Faktor utama yang mendorong korupsi di sektor kesehatan adalah rasionalisasi mental, adanya kesempatan, dan tekanan dari luar individu yang menjadi pelaku korupsi.
Dari ketiganya, adanya kesempatan merupakan faktor dominan yang paling mendorong pelaku untuk melakukan korupsi. Selain itu, tingkat transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga yang rendah juga telah ikut membuat kesempatan untuk melakukan korupsi di sektor kesehatan menjadi semakin meningkat.
Korupsi di sektor kesehatan ternyata berdampak buruk terhadap berbagai indikator kesehatan yang terkait ragam faktor indeks pembangunan manusia. ‘’Korupsi kesehatan terindikasi berdampak buruk terhadap indikator kesehatan seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup,’’ jelas Ratna, peneliti ICW.
Semakin besar kerugian negara akibat korupsi di sektor kesehatan di suatu daerah, maka daerah tersebut juga berpotensi untuk mendapatkan angka kematian bayi yang lebih tinggi. Semakin tinggi kerugian negara akibat korupsi di sektor kesehatan di suatu daerah, daerah itu juga berpotensi mendapat angka harapan hidup yang lebih rendah.
Semakin rendahnya indikator tersebut juga disebabkan bahwa korupsi kesehatan juga berdampak kepada meningkatnya biaya tarif berobat di rumah sakit serta buruknya layanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas. Selain itu, korupsi kesehatan juga terindikasi membuat harga berbagai obat-obatan yang beredar di masyarakat juga menjadi semakin mahal. ‘’Ini karena hampir sebagian besar komponen harga obat berasal dari biaya yang rentan dikorupsi, katanya.
Penelitian ICW juga menemukan bahwa kerugian yang diderita negara akibat tindak korupsi di sektor kesehatan mencapai Rp 128 miliar. Jumlah tersebut dihimpun dari 49 kasus. Sedangkan sebenarnya terdapat 54 kasus korupsi kesehatan yang sedang diusut pihak kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepolisian.
Koran Pak Oles/Edisi 164/Desember 2008
Ratna memaparkan, jumlah tersebut dihimpun dari sebanyak 49 kasus. Sedangkan sebenarnya terdapat 54 kasus korupsi kesehatan yang sedang diusut baik oleh kejaksaan, KPK maupun kepolisian. Soal lembaga tempat terjadinya korupsi kesehatan tersebut, ujar Ratna, yang terbesar dilakukan oleh berbagai dinas kesehatan tingkat provinsi yang merugikan negara hingga Rp 57,9 miliar, lalu diikuti antara lain oleh dinas kesehatan tingkat kotamadya (Rp 23,1 miliar), beragam rumah sakit (Rp 17,5 miliar), dan dinas kesehatan tingkat kabupaten (Rp 16,9 miliar).
Sementara modus korupsi di sektor kesehatan yang paling besar mengakibatkan kerugian negara adalah mark up atau penggelembungan data yang mencapai Rp 102,9 miliar. Jumlah korupsi dengan modus mark up jauh lebih besar dibanding modus lain seperti manipulasi data obat (Rp 9 miliar) dan obat fiktif (Rp 1 miliar).
Sedangkan dilihat dari letak korupsi kesehatan, provinsi yang menderita kerugian negara paling besar adalah DKI Jakarta (Rp 32,1 miliar), yang disusul antara lain oleh Jawa Barat (Rp 26,1 miliar), Kalimantan Timur (Rp 26,1 miliar) dan Lampung (Rp 8 miliar). Faktor utama yang mendorong korupsi di sektor kesehatan adalah rasionalisasi mental, adanya kesempatan, dan tekanan dari luar individu yang menjadi pelaku korupsi.
Dari ketiganya, adanya kesempatan merupakan faktor dominan yang paling mendorong pelaku untuk melakukan korupsi. Selain itu, tingkat transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga yang rendah juga telah ikut membuat kesempatan untuk melakukan korupsi di sektor kesehatan menjadi semakin meningkat.
Korupsi di sektor kesehatan ternyata berdampak buruk terhadap berbagai indikator kesehatan yang terkait ragam faktor indeks pembangunan manusia. ‘’Korupsi kesehatan terindikasi berdampak buruk terhadap indikator kesehatan seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup,’’ jelas Ratna, peneliti ICW.
Semakin besar kerugian negara akibat korupsi di sektor kesehatan di suatu daerah, maka daerah tersebut juga berpotensi untuk mendapatkan angka kematian bayi yang lebih tinggi. Semakin tinggi kerugian negara akibat korupsi di sektor kesehatan di suatu daerah, daerah itu juga berpotensi mendapat angka harapan hidup yang lebih rendah.
Semakin rendahnya indikator tersebut juga disebabkan bahwa korupsi kesehatan juga berdampak kepada meningkatnya biaya tarif berobat di rumah sakit serta buruknya layanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas. Selain itu, korupsi kesehatan juga terindikasi membuat harga berbagai obat-obatan yang beredar di masyarakat juga menjadi semakin mahal. ‘’Ini karena hampir sebagian besar komponen harga obat berasal dari biaya yang rentan dikorupsi, katanya.
Penelitian ICW juga menemukan bahwa kerugian yang diderita negara akibat tindak korupsi di sektor kesehatan mencapai Rp 128 miliar. Jumlah tersebut dihimpun dari 49 kasus. Sedangkan sebenarnya terdapat 54 kasus korupsi kesehatan yang sedang diusut pihak kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepolisian.
Koran Pak Oles/Edisi 164/Desember 2008
0 komentar:
Posting Komentar