Makanan khas Betawi seperti soto dan asinan Betawi saat ini masih diminati masyarakat luas dan berdasarkan pemantaun di beberapa lokasi, sejumlah penjual mengaku konsumen dari luar Jakarta hampir setiap hari selalu berdatangan.
Hj. Saripah (53), pedagang makanan khas Betawi mengatakan, tidak hanya warga Betawi yang menggemari masakannya namun juga dari beberapa masyarakat non Betawi dari luar Jakarta. Masyarakat yang menggemari soto Betawinya berasal dari daerah Bekasi, Depok, dan Bogor. "Kemarin ada orang dari Bekasi yang memesan soto Betawi dalam jumlah yang cukup besar untuk acara keluarganya," kata Hj. Saripah yang telah memulai usahanya sejak 1999 di Condet, Jakarta Timur.
Selama ini soto Betawi identik dengan rasa kuah dan daging sapi babat. Kelebihan itu menjadi daya tarik para konsumen. Harga pun menurut Hj. Ipah bervariasi tergantung dari jenis pesanan dari konsumen.
Jenis-jenis yang ditawarkan ada soto mie, soto daging babat, dan juga soto kaki sapi.
Harga yang dijual cukup terjangkau yaitu Rp9.000,- hingga Rp16.000. Dari usaha tersebut, Hj. Saripah mengaku bisa meraih omzet sekitar Rp150 ribu sampai Rp400 ribu perhari. "Kalau ada acara seperti pernikahan, atau khitanan, Alhamdulillah omzet bisa lebih dari itu," akunya kepada Antara.
Beberapa konsumen pun mengaku alasan tertariknya memilih makanan soto Betawi. Mereka mengaku sudah menggemari makanan ini karena rasa kuah dan dagingnya.
Seperti diungkapkan Sumiati (54) warga Condet yang menggemari soto Betawi. "Saya sudah lama mengemari makanan ini. Apalagi rencananya Minggu nanti ada acara kithanan cucu saya. Jadi pengen pesan yang cukup banyak buat tamu," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pemilik warung lain soto Betawi di Meruya, Jakarta Barat, Jamhari (56).
Ia mengungkapkan, dengan keunikan yang ditawarkan dalam masakan soto betawinya kini mendapat tempat di masyarakat.
Menurutnya masakan soto yang ditawarkan dan menjadi keunggulan warungnya adalah soto kulit kaki sapi dengan daging sapi yang kenyal juga campuran bumbu dari rempah serta rasa susu untuk kuahnya.
Soto kulit kaki sapi ini dijual dengan harga Rp15 ribu sampai Rp20 ribu.
"Kalau kita punya citra rasa tersendiri dalam mengolah masakan soto Betawi, masyarakat konsumen akan datang dengan sendirinya untuk membeli," ujar pria yang sudah memulai usaha warung soto Betawi bersama istrinya sejak 1975.
Jamhari mengatakan para konsumennya selain dari masyarakat Jakarta juga berasal dari Tanggerang dan Bekasi.
Ia pun senang masakannya masih digemari oleh masyarakat luas. Menurutnya penting untuk melestarikan makanan khas budaya asli daerahnya.
"Selama ini masyarakat sudah terkontaminasi dengan masakan impor dari luar. Kita sering merasa tidak bangga dengan masakan budaya daerah kita. Padahal ini penting," paparnya.
Sementara itu, pemilik warung asinan Betawi di Jalan Kamboja, Rawamangun, Jakarta Timur, Mansyur Munas (45), menuturkan usahanya saat ini mengalami kemajuan dan cukup dikenal masyarakat
Mansyur menjelaskan usaha asinan betawinya adalah usaha turun temurun keluarganya yang dimulai sejak 1968 oleh neneknya. Sekarang makanan asinan khas Betawinya terbagi dua yaitu asinan buah dan asinan sayur.
Menurut Mansyur, masyarakat menggemari asinan sayurnya karena variasi sayuran yang segar seperti salada, timun, dan kol serta campuran tahu putih, kacang tanah, juga kerupuk.
Menurut meskipun bahan ini sudah umum, namun kelebihan rasa asinan sayurnya yang pedas, manis, dan asem jadi perbedaannya.
Ia pun dengan usaha asinan khas Betawi, omzet yang bisa diraih mencapai Rp200 ribu hingga Rp450 ribu perhari. Ia juga bangga mampu membudayakan makanan budaya daerahnya.
"Alhamdulillah saya bangga bisa membudayakan makanan khas Betawi dan sekarang pun masih digemari masyarakat banyak," pungkas Mansyur.
Namun, para penggemar asinan Betawi berharap makanan ini bisa lebih meluas. Penjualannya tidak hanya di daerah tertentu, tapi di berbagai daerah Jakarta cabangnya sudah ada. Hal ini menurut beberapa warga disebabkan makanan khas asli Betawi ini masih sulit dicari.
"Kalau bisa saya sebagai penggemar asinan Betawi, makanan khas ini mempunyai cabang yang banyak. Jadi tidak sulit dicarinya," kata salah seorang pembeli asinan Betawi Mansyur, Hendra (26) yang bermukim di Cipinang, Jakarta Timur.
KPO/EDISI 164/DESEMBER 2008
Hj. Saripah (53), pedagang makanan khas Betawi mengatakan, tidak hanya warga Betawi yang menggemari masakannya namun juga dari beberapa masyarakat non Betawi dari luar Jakarta. Masyarakat yang menggemari soto Betawinya berasal dari daerah Bekasi, Depok, dan Bogor. "Kemarin ada orang dari Bekasi yang memesan soto Betawi dalam jumlah yang cukup besar untuk acara keluarganya," kata Hj. Saripah yang telah memulai usahanya sejak 1999 di Condet, Jakarta Timur.
Selama ini soto Betawi identik dengan rasa kuah dan daging sapi babat. Kelebihan itu menjadi daya tarik para konsumen. Harga pun menurut Hj. Ipah bervariasi tergantung dari jenis pesanan dari konsumen.
Jenis-jenis yang ditawarkan ada soto mie, soto daging babat, dan juga soto kaki sapi.
Harga yang dijual cukup terjangkau yaitu Rp9.000,- hingga Rp16.000. Dari usaha tersebut, Hj. Saripah mengaku bisa meraih omzet sekitar Rp150 ribu sampai Rp400 ribu perhari. "Kalau ada acara seperti pernikahan, atau khitanan, Alhamdulillah omzet bisa lebih dari itu," akunya kepada Antara.
Beberapa konsumen pun mengaku alasan tertariknya memilih makanan soto Betawi. Mereka mengaku sudah menggemari makanan ini karena rasa kuah dan dagingnya.
Seperti diungkapkan Sumiati (54) warga Condet yang menggemari soto Betawi. "Saya sudah lama mengemari makanan ini. Apalagi rencananya Minggu nanti ada acara kithanan cucu saya. Jadi pengen pesan yang cukup banyak buat tamu," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pemilik warung lain soto Betawi di Meruya, Jakarta Barat, Jamhari (56).
Ia mengungkapkan, dengan keunikan yang ditawarkan dalam masakan soto betawinya kini mendapat tempat di masyarakat.
Menurutnya masakan soto yang ditawarkan dan menjadi keunggulan warungnya adalah soto kulit kaki sapi dengan daging sapi yang kenyal juga campuran bumbu dari rempah serta rasa susu untuk kuahnya.
Soto kulit kaki sapi ini dijual dengan harga Rp15 ribu sampai Rp20 ribu.
"Kalau kita punya citra rasa tersendiri dalam mengolah masakan soto Betawi, masyarakat konsumen akan datang dengan sendirinya untuk membeli," ujar pria yang sudah memulai usaha warung soto Betawi bersama istrinya sejak 1975.
Jamhari mengatakan para konsumennya selain dari masyarakat Jakarta juga berasal dari Tanggerang dan Bekasi.
Ia pun senang masakannya masih digemari oleh masyarakat luas. Menurutnya penting untuk melestarikan makanan khas budaya asli daerahnya.
"Selama ini masyarakat sudah terkontaminasi dengan masakan impor dari luar. Kita sering merasa tidak bangga dengan masakan budaya daerah kita. Padahal ini penting," paparnya.
Sementara itu, pemilik warung asinan Betawi di Jalan Kamboja, Rawamangun, Jakarta Timur, Mansyur Munas (45), menuturkan usahanya saat ini mengalami kemajuan dan cukup dikenal masyarakat
Mansyur menjelaskan usaha asinan betawinya adalah usaha turun temurun keluarganya yang dimulai sejak 1968 oleh neneknya. Sekarang makanan asinan khas Betawinya terbagi dua yaitu asinan buah dan asinan sayur.
Menurut Mansyur, masyarakat menggemari asinan sayurnya karena variasi sayuran yang segar seperti salada, timun, dan kol serta campuran tahu putih, kacang tanah, juga kerupuk.
Menurut meskipun bahan ini sudah umum, namun kelebihan rasa asinan sayurnya yang pedas, manis, dan asem jadi perbedaannya.
Ia pun dengan usaha asinan khas Betawi, omzet yang bisa diraih mencapai Rp200 ribu hingga Rp450 ribu perhari. Ia juga bangga mampu membudayakan makanan budaya daerahnya.
"Alhamdulillah saya bangga bisa membudayakan makanan khas Betawi dan sekarang pun masih digemari masyarakat banyak," pungkas Mansyur.
Namun, para penggemar asinan Betawi berharap makanan ini bisa lebih meluas. Penjualannya tidak hanya di daerah tertentu, tapi di berbagai daerah Jakarta cabangnya sudah ada. Hal ini menurut beberapa warga disebabkan makanan khas asli Betawi ini masih sulit dicari.
"Kalau bisa saya sebagai penggemar asinan Betawi, makanan khas ini mempunyai cabang yang banyak. Jadi tidak sulit dicarinya," kata salah seorang pembeli asinan Betawi Mansyur, Hendra (26) yang bermukim di Cipinang, Jakarta Timur.
KPO/EDISI 164/DESEMBER 2008
0 komentar:
Posting Komentar