Home » » Berdakwah Tanpa Kekerasan

Berdakwah Tanpa Kekerasan

K.H. Abdul Gafur
Pengasuh pondok pesantren Al-Mujtamak, Plakpak, Palengaan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, K.H. Abdul Gafur, mengatakan di jalan Islam, berjuang di jalan Allah (jihad) memang merupakan kewajiban. Tetapi caranya bukan dengan kekerasan dan pembunuhan seperti yang dilakukan Amrozi CS. “Perang atau pembunuhan itu jalan terakhir dan itu pun harus didahului oleh pihak musuh. Bukan kita yang menyerang," katanya seperti dilansir Antara.
Islam, lanjut K.H. Abdul Gafur, sangat melarang berdakwah dengan jalan kekerasan. Yang dianjurkan justru dengan cara damai dan sopan santun. "Niat berjihad atau berjuang di jalan Allah, sebagaimana dilakukan Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra itu memang benar. Tapi caranya yang sangat keliru," ujarnya.
Pengurus Badan Silaturrahiem Ulama Pesantren Madura (Basra) lebih lanjut menjelaskan, sebenarnya menurut aturan hukum di Islam, hukuman bagi orang yang telah bahwa membunuh orang lain memang juga harus dibunuh. Dalam kasus Amrozi CS korbannya melibatkan banyak orang hingga mencapai ratusan yakni 202 orang .
Terkait anjuran berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar (amar ma`ruf nahi munkar) sebagaimana menjadi prinsip perjuangan dalam Islam, menurut Kyai yang pernah mondok di Mesir itu, dalam konteks negera Indonesia tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku di Indonesia.
"Negara kita ini kan bukan negera Islam. Tapi negara hukum. Maka sewajarnya kita harus mengikuti ketentuan hukum yang ada. Kalaupun ada pelanggaran yang bertentangan dengan syariat Islam, maka sebaiknya kita serahkan kepada pihak berwenang," katanya.
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kudus, KH Syafiq Naschan meminta umat Islam yang hendak berjihad (berjuang) harus memahami Kitab Alquran secara utuh, untuk menghindari penafsiran yang salah terhadap arti jihad.
"Selama ini sebagian pihak ada yang menafsirkan arti jihad dengan cara keras, padahal banyak cara berjihad tanpa dengan cara kekerasan," kata KH Syafiq Naschan, dikutip Antara, Selasa (11/10).
Menurut Syafiq Naschan, jihad yang diartikan dengan cara keras justru akan merusak institusi jihad tersebut, sehingga nama jihad yang begitu agung menjadi rusak dengan cara yang tidak baik itu.
Ia mengingatkan, kepada sejumlah pihak, terutama yang ingin berjihad untuk mempelajari ajaran Islam secara keseluruhan, karena Alquran akan menjawab semuanya. "Jika dibaca secara utuh, maka Alquran akan memberi jawaban yang seimbang, dan jangan menafsirkan secara sepihak atau cara yang keras saja," ujarnya.
Oleh karena itu, sejumlah pihak perlu melakukan pembinaan dan diskusi bersama untuk memahami Islam secara utuh dan tidak sepotong-potong.
Hal demikian dimaksudkan untuk mencegah timbulnya jihad dengan cara kekerasan yang mengakibatkan timbulnya korban.
Jihad, kata Syafiq, memang dianjurkan untuk siapa saja, tetapi tidak boleh bertindak sendiri, karena dikhawatirkan akan ditafsirkan secara sepihak. "Kita memiliki pemerintah dan undang-undang yang harus dijunjung tinggi. Selain itu, pemerintah juga punya aparat yang harus kita ikuti tata cara yang berlaku," jelasnya.
Ia menegaskan, pihak yang berhak untuk "nahi mungkar" (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan) dengan membunuh dan mengeksekusi adalah pemerintah, "nahi mungkar" dengan kekerasan juga pemerintah. "Hal itu perlu dikoordinasikan dengan pemerintah, terlebih masyarakat memiliki wakil rakyat yang dapat menjembatani sejumlah persoalan," katanya.
KPO/EDISI 163/NOVEMBER 2008
Thanks for reading Berdakwah Tanpa Kekerasan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar