Oleh: Pak Oles
Krisis kepemimpinan terjadi di berbagai bidang. Hampir setiap organisasi mengeluhkan tentang langkanya kepemimpinan, bahkan negara pun bisa mengalami krisis kepemimpinan, kehabisan stok pemimpin, karena terlambat meregenerasi, karena rajin mendahulukan generasi tua, menutup kesempatan bagi generasi muda, yang muda dianggap belum mampu, yang tua menganggap dirinya berpengalaman. Krisis kepemimpinan bukti lemahnya organisasi. Kalau krisis kepemimpinan dibiarkan berlarut-larut, tanpa usaha memperbaiki, maka sampailah organisasi itu pada titik nadir, mati jongkok.
Pemimpin lahir dari proses pendidikan dan latihan yang cukup secara terus menerus dan serius. Dengan semakin meningkatnya ilmu dan pengalaman, calon pemimpin harus menjalani tugas-tugas memimpin dari pekerjaan-pekerjaan kecil sampai pekerjaan besar. Pemimpin yang memiliki kepemimpinan lahir dari proses, bukan jatuh dari langit seperti titisan dewa atau ngumpet dulu tiba-tiba nongol jadi pemimpin seperti mitos satria piningit.
Bukankah kepemimpin itu masalah bakat yang dibawa sejak lahir, suatu anugerah Tuhan berupa talenta dari sononya? Pemikiran itu juga benar, tapi mungkin perlu dibenarkan lagi. Ternyata bakat saja tidak cukup. Bakat yang tidak diasah dan tidak dikembangkan dengan baik akan karatan tidak berguna. Kalau kita diberikan bakat kepemimpinan, kita akan lebih mudah untuk mengembangkannya lebih dalam dan luas. Kalau kita tidak diberikan bakat, tapi kita belajar, berlatih rajin dan tekun, maka pastilah bakat kepemimpinan akan berkembang dari dalam diri. Ingat, Tuhan itu maha pemurah, Dia tidak saja memberikan bakat kepada kita sebelum kita lahir, tetapi sesudah lahirpun bakat bisa dirahmatkan. Hukum Tuhan berbunyi, siapa yang menebar banyak akan menuai banyak, siapa menebar sedikit akan menuai sedikit. Kalau kita malas, ragu dan takut, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah menjadi pemimpin, bukan karena tidak memiliki bakat, tetapi tidak mau menggali dan mengembangkan bakat.
Dalam zaman edan ini, sangat banyak orang ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak mau belajar kepemimpinan. Apa beda pemimpin dengan kepemimpinan? Pemimpin adalah orangnya, kepemimpinan adalah amalannya. Kebanyakan orang ingin menjadi subjek pemimpin, bukan objeknya. Sebagai subjek, pemimpin mendapatkan hak, prioritas dan kesempatan nomor satu. Sebagai objek, pemimpin mengemban amanat dan tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.
Pemimpin harus mampu memberi contoh, membakar semangat dan mendorong pengikut untuk maju. Tanpa bisa memberi contoh, maka sulit bagi pemimpin untuk mampu membakar semangat dan mendorong pengikut. Ibarat mobil yang mesinnya rusak, walaupun dikasih bensin penuh dan didorong-dorong, pastilah tidak mau jalan. Karena mesinnya tidak mau memberi contoh untuk hidup. Pemimpin akan menjadi migrain, saat dia berteriak mengomando, tapi anak buahnya tidak menghiraukannya. Saat seorang pemimpin tidak didengar suaranya, maka saat itulah dia menjadi pemimpin patung. Barang siapa yang didengar suaranya, sebenarnya dialah pemimpin.
Seperti yang dikatakan oleh Napoleon Hill, dalam bukunya: The Master Key To Riches bahwa pemimpin harus memiliki visi dan nurani yang kuat sebagai modal dasar untuk membentuk pola pikir (master mind) yang besar. Tanpa visi, pola pikir menjadi kecil, tanpa nurani, pola pikir akan menghalalkan segala cara. Visi adalah imajinasi, cita-cita dan harapan akan masa depan. Nurani adalah kepercayaan diri, keteguhan mental, tawakal dan hikmat. Pola pikir adalah sikap mental, kerangka pikiran yang bisa diwujudkan. Pola pikir itulah yang menuntun seseorang untuk bisa bekerja fokus pada tujuan dan mampu bekerja lebih. Hanya orang yang demikianlah bisa meraih kesuksesan. Pemimpin yang sukses mampu mengantarkan organisasinya menuju sukses. Pemimpin yang bermasalah dengan dirinya sendiri tidak mungkin bisa mengantarkan organisasinya menuju sukses.
Ada tiga hal yang harus bisa dikelola dengan baik bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus bisa mengatur waktu, mengatur uang dan mengatur orang. Dalam mengatur waktu dan orang, pemimpin harus mengetahui skala prioritas, yaitu mendahulukan yang penting dan membuang yang tidak penting. Kebanyakan diantara kita belum berani membuang yang tidak penting, karena semuanya dianggap penting, karena kalau kita mengatakan tidak, takut orang lain sakit hati.
Kebanyakan diantara kita belum bisa mengatur uang agar cukup, berguna sesuai kebutuhan. Uang yang kita gunakan selalu kurang dan tidak pas, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Dalam mengatur orang, pemimpin harus bisa merekrut, melatih, mendelegasikan, menempatkan, mengganti serta memberhentikan orang yang tidak mampu. Semuanya itu harus dilakukan dengan bijaksana, wawasan yang luas, pandangan ke depan, serta untuk kemajuan bersama. Mengatur orang berarti memberdayakan orang, membuat orang lain menjadi mampu, memberikan kekuasaan agar bisa bertindak mandiri. Pemimpin yang kuat memiliki orang yang kuat, pendukung yang kuat, sumber daya yang kuat dan organisasi yang kuat.
Seorang pemimpin harus banyak bertanya, banyak mendengarkan dan banyak meminta nasihat sebelum memutuskan. Keputusan yang baik haruslah dilalui dengan banyak pertimbangan, bukan berdasarkan emosi atau bisikan orang dekat. Tugas yang paling berat adalah membuat keputusan dan menjalankan keputusan sampai tuntas. Mungkin keputusan yang dilakukan belum tentu benar atau belum tentu menyenangkan semua pengikut. Pemimpin harus lentur dan tetap focus dalam menjalankan proses mencapai tujuan. Pemimpin tidak bisa bekerja sendiri. Pemimpin menggunakan berbagai kemampuan orang lain dan menyatukannya menjadi sebuah kekuatan baru untuk mencapai tujuan bersama.
Seorang pemimpin adalah agen perubahan. Dia harus bisa membuat dan mengantarkan organisasi dan pengikutnya untuk berubah menuju perbaikan dan kesempurnaan. Menurut Arnold Mitchel, seorang psikolog sosial dari Stanford mengatakan bahwa ada tiga unsur yang perlu agar terjadi perubahan yaitu perubahan muncul dari ketidak-puasan; perubahan memerlukan energi; perubahan memerlukan wawasan. Pemimpin harus bisa mengelola rasa ketidak-puasannya untuk mencari dan menghasilkan perbaikan dalam berbagai bidang. Pemimpin yang selalu merasa puas adalah pemimpin yang stagnan, berhenti mencari pembaruan dan siap jatuh. Pemimpin harus memiliki energi lebih untuk melakukan perubahan, energinya harus bisa dikelola dengan baik menjadi hal-hal yang berguna, dan jangan sampai energinya habis di tengah jalan karena emosinya lebih besar dari kemampuan. Pemimpin harus memiliki wawasan luas untuk bisa melihat kesempatan dan memimpikan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat dan organisasi yang dipimpinnya.
Masih banyak hal yang harus dikerjakan bagi seorang pemimpin untuk berhasil. Masih banyak teori kepemimpinan harus dipelajari dan dikembangkan. Tapi ilmu kepemimpinan yang paling penting ada dari dalam hati. Pemimpin harus memiliki hati, ikhlas, jujur, tawakal dan mampu bekerja lebih. Pemimpin tidak bekerja untuk uang, tapi uanglah yang bekerja untuk pemimpin. Uang dan berbagai sumber daya akan mengikuti pemimpin yang memiliki kepemimpinan.
Krisis kepemimpinan terjadi di berbagai bidang. Hampir setiap organisasi mengeluhkan tentang langkanya kepemimpinan, bahkan negara pun bisa mengalami krisis kepemimpinan, kehabisan stok pemimpin, karena terlambat meregenerasi, karena rajin mendahulukan generasi tua, menutup kesempatan bagi generasi muda, yang muda dianggap belum mampu, yang tua menganggap dirinya berpengalaman. Krisis kepemimpinan bukti lemahnya organisasi. Kalau krisis kepemimpinan dibiarkan berlarut-larut, tanpa usaha memperbaiki, maka sampailah organisasi itu pada titik nadir, mati jongkok.
Pemimpin lahir dari proses pendidikan dan latihan yang cukup secara terus menerus dan serius. Dengan semakin meningkatnya ilmu dan pengalaman, calon pemimpin harus menjalani tugas-tugas memimpin dari pekerjaan-pekerjaan kecil sampai pekerjaan besar. Pemimpin yang memiliki kepemimpinan lahir dari proses, bukan jatuh dari langit seperti titisan dewa atau ngumpet dulu tiba-tiba nongol jadi pemimpin seperti mitos satria piningit.
Bukankah kepemimpin itu masalah bakat yang dibawa sejak lahir, suatu anugerah Tuhan berupa talenta dari sononya? Pemikiran itu juga benar, tapi mungkin perlu dibenarkan lagi. Ternyata bakat saja tidak cukup. Bakat yang tidak diasah dan tidak dikembangkan dengan baik akan karatan tidak berguna. Kalau kita diberikan bakat kepemimpinan, kita akan lebih mudah untuk mengembangkannya lebih dalam dan luas. Kalau kita tidak diberikan bakat, tapi kita belajar, berlatih rajin dan tekun, maka pastilah bakat kepemimpinan akan berkembang dari dalam diri. Ingat, Tuhan itu maha pemurah, Dia tidak saja memberikan bakat kepada kita sebelum kita lahir, tetapi sesudah lahirpun bakat bisa dirahmatkan. Hukum Tuhan berbunyi, siapa yang menebar banyak akan menuai banyak, siapa menebar sedikit akan menuai sedikit. Kalau kita malas, ragu dan takut, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah menjadi pemimpin, bukan karena tidak memiliki bakat, tetapi tidak mau menggali dan mengembangkan bakat.
Dalam zaman edan ini, sangat banyak orang ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak mau belajar kepemimpinan. Apa beda pemimpin dengan kepemimpinan? Pemimpin adalah orangnya, kepemimpinan adalah amalannya. Kebanyakan orang ingin menjadi subjek pemimpin, bukan objeknya. Sebagai subjek, pemimpin mendapatkan hak, prioritas dan kesempatan nomor satu. Sebagai objek, pemimpin mengemban amanat dan tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.
Pemimpin harus mampu memberi contoh, membakar semangat dan mendorong pengikut untuk maju. Tanpa bisa memberi contoh, maka sulit bagi pemimpin untuk mampu membakar semangat dan mendorong pengikut. Ibarat mobil yang mesinnya rusak, walaupun dikasih bensin penuh dan didorong-dorong, pastilah tidak mau jalan. Karena mesinnya tidak mau memberi contoh untuk hidup. Pemimpin akan menjadi migrain, saat dia berteriak mengomando, tapi anak buahnya tidak menghiraukannya. Saat seorang pemimpin tidak didengar suaranya, maka saat itulah dia menjadi pemimpin patung. Barang siapa yang didengar suaranya, sebenarnya dialah pemimpin.
Seperti yang dikatakan oleh Napoleon Hill, dalam bukunya: The Master Key To Riches bahwa pemimpin harus memiliki visi dan nurani yang kuat sebagai modal dasar untuk membentuk pola pikir (master mind) yang besar. Tanpa visi, pola pikir menjadi kecil, tanpa nurani, pola pikir akan menghalalkan segala cara. Visi adalah imajinasi, cita-cita dan harapan akan masa depan. Nurani adalah kepercayaan diri, keteguhan mental, tawakal dan hikmat. Pola pikir adalah sikap mental, kerangka pikiran yang bisa diwujudkan. Pola pikir itulah yang menuntun seseorang untuk bisa bekerja fokus pada tujuan dan mampu bekerja lebih. Hanya orang yang demikianlah bisa meraih kesuksesan. Pemimpin yang sukses mampu mengantarkan organisasinya menuju sukses. Pemimpin yang bermasalah dengan dirinya sendiri tidak mungkin bisa mengantarkan organisasinya menuju sukses.
Ada tiga hal yang harus bisa dikelola dengan baik bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus bisa mengatur waktu, mengatur uang dan mengatur orang. Dalam mengatur waktu dan orang, pemimpin harus mengetahui skala prioritas, yaitu mendahulukan yang penting dan membuang yang tidak penting. Kebanyakan diantara kita belum berani membuang yang tidak penting, karena semuanya dianggap penting, karena kalau kita mengatakan tidak, takut orang lain sakit hati.
Kebanyakan diantara kita belum bisa mengatur uang agar cukup, berguna sesuai kebutuhan. Uang yang kita gunakan selalu kurang dan tidak pas, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Dalam mengatur orang, pemimpin harus bisa merekrut, melatih, mendelegasikan, menempatkan, mengganti serta memberhentikan orang yang tidak mampu. Semuanya itu harus dilakukan dengan bijaksana, wawasan yang luas, pandangan ke depan, serta untuk kemajuan bersama. Mengatur orang berarti memberdayakan orang, membuat orang lain menjadi mampu, memberikan kekuasaan agar bisa bertindak mandiri. Pemimpin yang kuat memiliki orang yang kuat, pendukung yang kuat, sumber daya yang kuat dan organisasi yang kuat.
Seorang pemimpin harus banyak bertanya, banyak mendengarkan dan banyak meminta nasihat sebelum memutuskan. Keputusan yang baik haruslah dilalui dengan banyak pertimbangan, bukan berdasarkan emosi atau bisikan orang dekat. Tugas yang paling berat adalah membuat keputusan dan menjalankan keputusan sampai tuntas. Mungkin keputusan yang dilakukan belum tentu benar atau belum tentu menyenangkan semua pengikut. Pemimpin harus lentur dan tetap focus dalam menjalankan proses mencapai tujuan. Pemimpin tidak bisa bekerja sendiri. Pemimpin menggunakan berbagai kemampuan orang lain dan menyatukannya menjadi sebuah kekuatan baru untuk mencapai tujuan bersama.
Seorang pemimpin adalah agen perubahan. Dia harus bisa membuat dan mengantarkan organisasi dan pengikutnya untuk berubah menuju perbaikan dan kesempurnaan. Menurut Arnold Mitchel, seorang psikolog sosial dari Stanford mengatakan bahwa ada tiga unsur yang perlu agar terjadi perubahan yaitu perubahan muncul dari ketidak-puasan; perubahan memerlukan energi; perubahan memerlukan wawasan. Pemimpin harus bisa mengelola rasa ketidak-puasannya untuk mencari dan menghasilkan perbaikan dalam berbagai bidang. Pemimpin yang selalu merasa puas adalah pemimpin yang stagnan, berhenti mencari pembaruan dan siap jatuh. Pemimpin harus memiliki energi lebih untuk melakukan perubahan, energinya harus bisa dikelola dengan baik menjadi hal-hal yang berguna, dan jangan sampai energinya habis di tengah jalan karena emosinya lebih besar dari kemampuan. Pemimpin harus memiliki wawasan luas untuk bisa melihat kesempatan dan memimpikan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat dan organisasi yang dipimpinnya.
Masih banyak hal yang harus dikerjakan bagi seorang pemimpin untuk berhasil. Masih banyak teori kepemimpinan harus dipelajari dan dikembangkan. Tapi ilmu kepemimpinan yang paling penting ada dari dalam hati. Pemimpin harus memiliki hati, ikhlas, jujur, tawakal dan mampu bekerja lebih. Pemimpin tidak bekerja untuk uang, tapi uanglah yang bekerja untuk pemimpin. Uang dan berbagai sumber daya akan mengikuti pemimpin yang memiliki kepemimpinan.
0 komentar:
Posting Komentar