Home » » 60 Persen Penduduk Indonesia Cacingan

60 Persen Penduduk Indonesia Cacingan

Guru Besar Bidang Ilmu Parasitologi Klinik Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Prof Dr dr Teguh Wahju Sardjono menyatakan, sekitar 60% dari 220 juta penduduk Indonesia cacingan dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau setara dengan 20 juta liter darah per tahun. ‘’Angka prevalensi 60 persen itu, 21 persen di antaranya menyerang anak usia Sekolah Dasar (SD) dan rata-rata kandungan cacing per orang enam ekor yang berpengaruh terhadap asupan karbohidrat dan gizi penderita,’’ kata Prof Teguh di Malang, Jumat (7/11).
Menurut Prof Teguh, data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2006. Namun hasil penelitian sebelumnya (2002-2003), pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi 2,2% sampai 96,3%. Hanya saja, jelas dosen Fakultas Kedokteran Unibraw itu, penyakit yang masuk kategori parasit, tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Padahal, kerugian akibat infeksi cacing cukup tinggi. apalagi melihat kondisi masyarakat Indonesia yang lebih dari 30 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan.
Pada kasus ringan, lanjut Prof Teguh, cacingan memang tidak menimbulkan gejala nyata, tetapi pada kasus-kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Ascaris pada cacing dapat bermigrasi ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi usus dan ileus obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian. Hasil survei terakhir, prevalensi penderita cacing usus untuk semua umur berbanding 40:60. Cacing usus dalam tubuh manusia mempengaruhi proses pemasukan (intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbtion) dan metabolisme makanan.
Seperti dilansir ANTARA, infeksi usus karena cacingan, juga berakibat pada menurunnya status gizi penderita yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi penyakit lain termasuk HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. ‘’Jenis penyakit parasit ini kecil sekali perhatiannya dari pemerintah dibandingkan dengan HIV/AIDS yang menyedot anggaran cukup besar. Padahal semua bentuk penyakit sama pentingnya dan sikap masyarakat sendiri juga acuh terhadap penyakit jenis ini,’’ ujarnya.
Selain itu, dari 13 jenis penyakit utama yang masuk jenis penyakit Neglected Tropical Diseases (NTD), malaria dan toxoplasmosis setiap tahun kurang mendapat perhatian pemerintah dibanding HIV/AIDS dan tuberculosis. Padahal di Indonesia angka kematian akibat penyakit tersebut rata-rata 38 ribu per tahun. "Ironis memang negeri kita ini, penyakit menular dengan resiko tinggi tidak mendapatkan perhatian. Padahal dari 576 kabupaten/kota sekitar 73,6 persen termasuk daerah endemis malaria," tegas Prof Teguh.
Pada tahun 1960, sebut Prof Teguh, beberapa daerah di Jawa dan Bali dinyatakan sebagai daerah bebas malaria, namun dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan angka kejadian bahkan ada yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah penderita 32.987 dan 559 di antaranya meninggal. Dari pengalaman klinis di Malang, tidak jarang terungkap penyakit atau kasus malaria justru terdeteksi secara tidak sengaja (kebetulan), pada saat pemeriksaan darah rutin dan konvensional. Sebagai contoh, kasus yang semula diduga sebagai infeksi bakteri ternyata malaria, setelah pasien mendapat terapi berbagai obat antibiotika, namun tidak ada hasil.
Malaria dengan panas tinggi disertai diare disangka demam tifoid, pasien dengan demam dan trombosit rendah didiagnosis sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD). Selain malaria, penyakit yang tidak menampakkan gejala nyata dan kurang mendapat perhatian adalah toxoplasmosis yang bersumber dari binatang terutama kucing dan binatang sejenis sebagai horpes utama.
KPO/EDISI 163/NOVEMBER 2008
Thanks for reading 60 Persen Penduduk Indonesia Cacingan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar