Home » » Mengayam Ketak, Meraup Rupiah

Mengayam Ketak, Meraup Rupiah

OLEH: HERNAWARDI
Sejumlah tas cantik mungil berderet di showroom milik pengusaha muda Gufran (35) warga, Nyiurbaye, Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Tidak hanya tas cantik yang berderet di situ, ada juga pernak-pernik lainnya seperti gantungan kunci, kotak perhiasan, keranjang serba guna hingga hiasan dinding yang artistik.
Ternyata tas dan aksesoris itu merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan yang sejuk tersebut. Mereka memproduksi kerajinan dari bahan tanaman ketak yang bisa didapat dari hutan belantara yang ada di wilayah Nyiurbaye.
Gupran yang begitu lihai mengayam ketak helai demi helai menggeluti usaha ini sejak tahun 1996 lalu. Ia mengerjakan beragam bentuk permintaan dan selera konsumen yang datang ke showroomnya. Ada yang memborong hasil kerajinannya dalam jumlah partai besar. Adapula yang berupa partai kecil (retail). Gufran memahami alasan masyarakat tidak lagi membeli hasil kerajinannya dalam jumlah besar. “Semuanya itu semata-mata karena faktor ekonomi saja,” ujarnya.
Namun dalam kondisi apapun, ia tetap memiliki prinsip untuk bisa bertahan di usaha ini. Bahkan dia optimis usaha kerajinan semacam ini pasti akan mendapatkan pasar yang lebih baik ke depannya. Selain membuka berbagai artshop dan showroom hasil kerajinan di berbagai pasar tradisonal yang ada di Lombok, pengrajin Nyiurbaye ini juga aktif mengikuti berbagai pameran kerajinan yang dilakukan di dalam daerah maupun luar daerah.
Ia bersyukur anyaman ketak ini tidak saja digemari masyarakat lokal, namun juga turis mancanegara. Ia mencontohkan wisatawan asal Jepang paling suka dengan anyaman ketak tradisional tersebut. Bahkan sejumlah warga Jepang secara rutin minta dikirimi anyaman ini. Beragam harga yang ditawarkan untuk anyaman ketak ini. Mulai dari Rp 5 ribu hingga jutaan rupiah. “Usaha kerajinan memang banyak saingan, apalagi usaha-usaha serupa juga tidak sedikit. Yang penting sekarang bagaimana dari waktu ke waktu kita tetap komit untuk memperbaiki dan memrtahankan kualitas yang ada. Kategori inilah yang harus dilalui, agar hasil kerajinan kita bisa dihargai seseorang,” demikian Gufran.
Thanks for reading Mengayam Ketak, Meraup Rupiah

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar