Home » » Ruang Kegelisahan Dunia Muda

Ruang Kegelisahan Dunia Muda

OLEH: DIDIK PURWANTO
Enam orang perupa Bali dari ISI Yogyakarta mengadakan pameran yang menyiratkan kegelisahannya dalam wujud lukisan, instalasi dan foto di Danes Art Veranda, jalan Hayam Wuruk 159 Denpasar, Senin (28/1).
Sekitar 20 karya berupa 14 lukisan, 4 patung dan 2 foto ini dipamerkan dari 28 Januari hingga 12 Februari 2008. Rata-rata karya berisi kegelisahan masing-masing seniman saat menimba ilmu di Yogyakarta.
Dengan tema face to face, 6 mahasiswa ISI Yogyakarta ini ingin menunjukkan eksistensi dalam berkesenian dan merenungi pergeseran budaya yang telah dialami selama ini di Indonesia. Meski terkesan pulang kampong, mahasiswa satu angkatan semester 9 ini ingin menunjukkan ke semua orang bahwa dunia seniman bukan hanya milik orang tua saja. Kaum muda juga berhak mengungkapkan kegundahannya dan dituangkan melalui media yang disukainya. “Masing-masing seniman memiliki kegundahan sendiri dalam menuangkan karya terutama tentang pengalaman keseharian mereka di Yogyakarta,” tegas I Putu Aan Juniartha (24).
Aan, mahasiswa Seni Rupa asli Denpasar yang juga telah mengikuti pameran Biennale Jogja tahun 2007 ini mengungkapkan kegundahan tentang kondisi alam yang rusak akibat pengaruh pemanasan global (global warming). Kegelisahan ini ditunjukkan melalui coretan strimin yang menyimbolkan kondisi alam yang carut marut (simak karya Abstraksi Alam #1). Begitu juga dengan bahasa metafora goresan bulat yang menekankan pengaruh budaya asing dan kita belum bisa lepas dari pengaruh tersebut.
Ida Bagus Komang Sindu Putra (23) mencoba mengangkat eksploitasi anak muda yang harus bekerja dan kehilangan masa kanak-kanaknya. Dalam karya “Protect Me”, cowok asli Klungkung ini mengungkap serpihan kertas yang telah diremas dan kemudian dituangkan kembali untuk dilukis. Begitu juga dengan karya “Wuuu..We Like That” yang mengungkap seks di kalangan remaja. “Seks bukan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Seks adalah pelajaran sehingga kita tidak terjerumus ke seks bebas,” ujar pelukis realis yang pernah mengikuti beberapa pameran di Jogja ini.
Simak juga Agus Putu Suyadnya (23) asli Denpasar ini. Agus lebih mengeksplorasi kegelisahan budaya yang makin laris manis dijual. Seperti karya “Sale #1”, Agus merasa sedih tatkala keris dan beberapa arca milik budaya Indonesia banyak dijual hingga luar negeri. Bahasa metafora dan hiperbola juga ditorehkan. Kesan parodi dari tulisan Sale 50-80% menjadi bahasan menarik karena budaya bangsa banyak dijual murah.
Ida Wayan Wardana Wisnu (27) malah membuta fotografi pose seorang mirip “teroris”.dengan muka tertutup, ransel dan tangan mengacungkan tangan tanda awas. Karya Watch Out, I’ll be back” ini lebih memberi kesan waspada kepada semua orang bahwa ancaman selalu ada di sekitar kita. “Ancaman selalu datang dari arah yang tidak diduga. Jadi waspadalah,” canda Wisnu.
Karya jenis lain dimunculkan oleh I Nyoman A Wijaya (25). Perupa asal Tabanan ini mengeksplorasi CPU dan plat motor bekas untuk disulap menjadi karya patung. Ketertarikan pada objek Anjing Kintamani ditorehkan Wijaya dalam empat patung dengan gerak berbeda. “Saya membuat satu patung selama seminggu dan mencari rongsokan di pasar-pasar sekitar Jogja. Sekarang semakin susah dicari. Masih mudah mencari CPU komputer bekas,” ujar Wijaya yang menghabiskan 20 kg CPU bekas untuk 4 patung dengan harga 5500/ kg.
Thanks for reading Ruang Kegelisahan Dunia Muda

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar