Home » » Kain Tapis Palembang Simbol Strata Sosial

Kain Tapis Palembang Simbol Strata Sosial

Oleh: Wayan Nita
Khasanah kebudayaan Indonesia amat majemuk. Baik dari segi bahasa daerah, adat istiadat, tari-tarian, musik, makanan tradisional hingga pakaian adat. Kekayaan motif kain tenun daerah itu masih terjaga hingga kini. Sebuah produk budaya yang unik terus dipelihara dan diturunkan pada anak cucu.
Lampung, provinsi paling selatan Sumatra ini, mempunyai kain tapis yang masih dijaga hingga kini. Kain tapis Lampung adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung, terbuat dari tenunan benang kapas. Kain ini berhiaskan motif atau hiasan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam ("cucuk"=Lampung). Motif yang paling banyak adalah motif gajah, kapal atau perahu, motif alam dan juga kaligrafi. Menurut Hamzah (33), pemilik toko dan sanggar Tapis Singgahpay, tapis Lampung merupakan kerajinan tradisional masyarakat Lampung yang dibuat dengan peralatan tradisional dan dikerjakan dengan tangan, bukan mesin.
Awalnya, kain tapis ini dibuat oleh ibu-ibu dan gadis-gadis hanya untuk mengisi waktu luang, dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Tapi kini, kain Tapis diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi bernilai ekonomis tinggi. Meskipun begitu, sebut ayah satu putra ini, kain Tapis masih digunakan oleh anak gadis pada saat pernikahannya. Banyak ragam kain tapis yang dibuat dengan cara disulam. Seperti Tapis Laut Handak dengan Motif Raja Tunggal. Kain tapis ini biasanya digunakan untuk kalangan bangsawan yang ada keturunan langsung dari raja Lampung. Ada pula kain Tapis Jungsarat, Tapis Terawang, Tapis Antik, Tapis Kaca dan Tapis Inuh. Kain Tapis Inuh adalah tenun kain tipis yang bertingkat dan disulam dengan benang sutera putih. Perbedaan motif ini mempunyai ciri khas suatu daerah di Lampung. Dan juga bisa digunakan untuk membedakan strata sosial pemiliknya di lingkungan masyarakat Lampung.
Pembuatan satu kain tapis, jelas Hamzah, bisa memakan waktu sampai dua bulan. Karena sebelum ditenun, benang sutra terlebih dulu dicelupkan pada pewarna. Lalu ditenun sesuai dengan kebutuhan atau pesanan. Setelah itu, kain tenun yang sudah jadi baru disulam menggunakan benang sutra emas atau perak, juga sesuai dengan kebutuhan atau pesanan. Pewarnaan benang pun tidak bisa sembarangan, warna yang digunakan menggunakan pewarna alami. Seperti buah pinang muda, daun pacar dan kulit kayu kejal untuk pewarna merah. Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam. Kulit kayu mahoni atau kulit kayu durian untuk pewarna coklat. Buah deduku atau daun telom untuk pewarna biru. Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning. Digunakan pula akar serai wangi untuk pengawet benang dan daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur. "Tapi sekarang dengan semakin banyak pesanan, bahan pewarna tersebut jarang digunakan. Karena pewarna sintetis sudah dapat dibeli di pasar-pasar," ungkap Hamzah.
Proses pembuatan yang rumit dan memakan waktu lama, membuat kain tapis ini harganya mahal. Mahalnya harga tergantung pula bahan pembuatan, motif sulaman dan kreasinya. Kini, hiasan dinding dan kebaya pun berasal dari kain tapis. Bahkan dompet, peci, gantungan kunci dan hiasan dinding berumbai-rumbai berbahan dasar kain tapis. "Untuk sarung kain tapis dipatok harga antara 85 ribu hingga 3.500 ribu rupiah. Sedangkan baju kebaya harganya berkisar dari 750 ribu sampai jutaan. Tergantung dari bahan pembuatan dan motifnya," pungkas suami Ari Lela ini yang ditemui di salah satu stand pada ajang PKB ke-30 di Denpasar.
Thanks for reading Kain Tapis Palembang Simbol Strata Sosial

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar