Home » » Hongkong Pasok 730 Ton Tanaman Obat

Hongkong Pasok 730 Ton Tanaman Obat

Prospek pengembangan tumbuhan obat cukup cerah dilihat dari aspek potensi flora, iklim, tanaman maupun aspek industri obat dan komestika tradisional. Pemanfaatan obat tradisional meningkat karena pergeseran pola penyakit dari infeksi ke penyakit degeneratif serta gangguan metabolisme, kata Prof Dr Ir Bambang Pujiasmanto dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar agronomi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang disampaikan dalam Sidang Senat Terbuka UNS, Kampus Kentingan, Solo. ‘’Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Sebayak 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26 persen telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 persen masih tumbuh liar di hutan-hutan,’’ katanya.
Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies yang ada di dunia. Hutan tropis yang luas beserta keaneragaman hayati di dalamnya merupakan sumber daya alam yang tak ternilai harganya. Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman.
Beberapa bahan baku obat tradisional telah menjadi komoditas ekspor untuk menambah devisa negara. Sesuai data ekspor, Hongkong merupakan pasar utama tanaman obat Indonesia. Ekspor tanaman obat Indonesia ke Hongkong setiap tahun tercatat 730 ton (526,6 ribu $US), Singapura 582 ton (647 ribu $US) dan Jerman per tahun 155 ton (112,4 ribu $US).
Selain itu, tujuan ekspor tanaman obat Indonesia ialah ke Taiwan, Jepang, Korea Selatan dan Malaysia. Sebanyak 2.000 tumbuhan obat dan tanaman aromatik digunakan di Eropa untuk kebutuhan komersial. Beberapa spesies botani secara konsisten diperlukan oleh banyak industri di AS dan Eropa, antara lain ginseng, valerian dan bawang putih.
Untuk menunjang kelestarian lingkungan hidup dan menjamin suplai bahan baku bagi kebutuhan industri obat maka perlu dikembangkan sistem budidaya tumbuhan obat yang sesuai dengan agroekosistem. ‘’Budidaya perlu diperhatikan kualitas produk bahan baku yang dihasilkan dan kualitas varietas tanaman. Pemanfaatan tanaman obat harus seiring dengan upaya pertanian yang menjaga ketersediaan, kelestarian dan keaslian jenisnya,’’ ujarnya.
Sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan nabati yang diambil dari tanaman untuk keperluan pengobatan maupun perawatan kesehatan dan kecantikan, perlu segera dilakukan upaya pembudidayaan tanaman di habitat asli maupun luar lingkungan tumbuh. Upaya itu untuk menjaga keberadaan suatu jenis tanaman dengan tidak mengambil secara liar dan tidak terkendali dari lingkungan tumbuh, jelas Prof Pujiasmanto.
Di kawasan hutan tropis Indonesia diperkirakan ada 30 ribu spesies tanaman, yang jumlahnya melebihi potensi daerah-daerah tropis lain termasuk Amerika Selatan dan Afrika Barat. Spesies tanaman yang ada saja, rinci Prof Pujiasmanto, lebih dari 8.000 spesies merupakan tanaman berkhasiat obat dan baru 800-1.200 spesies yang dimanfaatkan masyarakat untuk obat tradisional atau jamu.
Awalnya industri herbal hanya terbatas pada industri kecil dan skala rumah tangga yang dipasarkan secara lokal dan individu seperti jamu gendong. Namun, industri ini sekarang sudah ekspor ke luar negeri. Untuk budidaya tanaman obat sebaiknya tidak bergantung pada bahan-bahan kimia (organik). Sistem bercocok tanam ini tidak memakai pestisida kimia, pupuk kimia, beberapa spesies gulma tetap dibiarkan tumbuh dan tidak membajak tanah yang ditanami. Penggunaan pestisida kimia sebaiknya dihindarkan sama sekali dan diganti pestisida alami seperti menanam beberapa jenis tanaman atau gulma yang bagian tubuhnya dapat berfungsi sebagai pengusir serangga pengganggu.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Thanks for reading Hongkong Pasok 730 Ton Tanaman Obat

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar