Home » » Politikus Sebagai Pembaharu

Politikus Sebagai Pembaharu

Belajar Dari Kasus Prabangsa
Oleh: GPB Suka Arjawa*
Mulai terkuaknya motif dan telah pula diungkapkan tersangka atas pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Prabangsa, memberikan kesan mengerikan terhadap peristiwa tersebut. Hampir seluruh tersangkanya adalah orang-orang yang dalam kacamata umum disebut sebagai orang Bali. Metode pembunuhan terhadap Prabangsa, seperti yang diberitakan media massa, dilakukan dengan cara kekerasan, bahkan mengerikan. Bisa dibayangkan, orangnya dijemput, lantas digiring ramai-ramai dan dipukul dengan balok kayu. Lalu, dibuang ke laut untuk mencoba menghilangkan jejak. Para pembunuh ini mungkin lupa, bahwa tengah laut sangatlah bersih karena semua sampah pasti akan tergiring ke pantai. Di luar dari itu semua, semakin ngeri kita lihat bahwa salah satu tersangka tersebut adalah seorang politisi, calon jadi anggota DPRD.
Dari sisi politik, padahal inilah yang harus dilihat dari pembunuhan tersebut. Lepas dari bagaimana latar belakang pembunuhan itu, keterlibatan tersangka seorang politisi dalam pembunuhan ini, akan membuat coreng moreng dunia politik di Bali.
Sering tidak dipahami bahwa seorang politisi, sesungguhnya merupakan agen pembaharu sekaligus soko guru (panutan) bagi masyarakat. Politik dalam kacamata sosial selalu terlihat sebagai kekuasaan dan struktur. Artinya terlalu dilihat sebagai partai politik, lembaga pemerintah atau elit pemerintah. Ini persoalan yang sangat keliru memandang politik. Kekeliraun itulah yang membuat tingkah laku politik juga berbeda. Misalnya, orang yang melihat politik sebagai pemerintah, tukang perintah dan pemegang kekuasaan, maka ketika ia berhasil mencapai posisi tersebut ia akan berperilaku sebagai tukang perintah dan tukang kuasa. Output dari cara pandang seperti ini adalah bahwa politik itu keras dan kejam. Politisi hanya dilihat sebagai pihak yang harus dituruti perintahnya karena memegang kekuasaan.
Padahal dari kacamata yang berbeda, politik bisa dilihat dengan hati yang sangat lembut. Di sini dilihat politik sebagai sebuah kesempatan dari seorang aktor untuk melakukan pembaharuan dan memberikan contoh kepada masyarakat. Begitu seseorang memaknai politik sebagai soko guru dan pembaharu, maka setelah ia duduk sebagai politisi, perilaku inilah yang akan dikedepankan. Mereka yang bercara pandang seperti ini akan meniadakan kekerasan dan memegang politik dengan memberdayakan masyarakat.
Indonesia saat ini mmerlukan politisi yang berpredikat sebagai pembaharu dan soko guru tersebut. Di masa lalu, politik kita penuh dengan kekerasan dan permusuhan. Sekarang seharusnya diadakan pembaruan bahwa politik itu adalah persahabatan. Dengan cara pandang ini, memecahkan persoalan di masyarakat juga dilakukan bersama sama dan dalam konteks persahabatan. Terobosan-terobosan perlu dilakukan. Saat ini perlu dilakukan semacam kegiatan lintas partai, baik dalam bentuk kegiatan maupun diskusi. Sebuah ide kegiatan partisipasi sosial tidak perlu dilakukan oleh satu partai politik, tetapi dilakukan bersama-sama. Cara ini akan menanamkan kesan bahwa politik di Indonesia sekarang telah santun dan berakhlak. Dengan begitu, sekaligus akan menjadi panutan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Kasus pembunuhan terhadap Prabangsa dan menyeret seorang politisi, mengindikasikan bahwa di Bali, politik tersebut masih dilihat sebagai kekuasaan dan struktur kedudukan. Keberhasilan mengajak beberapa orang untuk “bersekongkol” melakukan pembunuhan, semakin memperlihatkan bahwa politik tersebut memang identik dengan kekuasaan. Hanya dalam kekuasaan perintah itu bisa dilaksanakan. Hanya dari orang yang merasa strukturnya lebih tinggi akan mampu memerintahkan orang lain untuk mengerjakan sesuatu.
Jika kemudian perintah tersebut ada dalam wujud pembunuhan, ini berarti bagaimana kuatnya kekuasaan orang yang bersangkutan. Politik tidak boleh begitu. Para politisi, entah di Bali atau di tempat lain, terutama yang akan segera masuk menjadi anggota legislatif, harus mengubah cara pandang politik sebagai sebuah kekuatan dan struktur. Politik harus dilihat sebagai kesempatan untuk melakukan pembaruan dan menjadi soko guru bagi masyarakat. Jika sepersepuluh saja dari para politisi kita mampu mengubah paradigma tersebut, maka ke depan ini akan menjadi tabungan besar ke arah perbaikan Indonesia.
Mudah-mudahan polisi mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan adil dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa ini. Dalam konteks agama, manusia dan segala yang ada di dunia ini diciptakan Tuhan. Karena itu, hanya Tuhanlah yang berhak untuk mengambilnya lagi. Di luar itu, tidak boleh. Tidak manusia, apalagi setan.
*) Pengamat sosial politik tinggal di Badung, Bali.
KORAN PAK OLES/EDISI 176/1-15 JUNI 2009
Thanks for reading Politikus Sebagai Pembaharu

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar