Home » » Masih Rendah Produksi Pupuk Organik Di Jawa Timur

Masih Rendah Produksi Pupuk Organik Di Jawa Timur

Produksi pupuk organik di Jawa Timur saat ini rendah, untuk itu tahun ini perlu sosialisasi optimal untuk meningkatkan kinerja produsen pupuk di provinsi ini. ‘’Kini, hanya sebagian kecil kebutuhan pupuk organik dari para petani yang bisa terpenuhi. Untuk itu perlu dorongan pemerintah, karena produsen pupuk organik pada umumnya adalah usaha kecil dan menengah,’’ kata Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Kecil dan Menengah Indonesia (AP2KMI), Noer Soetjipto di Surabaya.
Saat ini jumlah produsen pupuk kelas kecil dan menengah sudah mencapai sekitar 120 orang. Namun, hanya 10% yang produksi pupuk organik. Para produsen itu bisa berproduksi dengan angka rata-rata 600 ton sampai 2.000 ton per bulan. Artinya, kapasitas produksi per tahun bisa 200 ribu ton. Jika ditambah pupuk organik dari program Bantuan Langsung Pupuk (BLP) sebesar 70 ribu ton dan pupuk organik subsidi sebesar 70 ribu ton, sehingga secara total mencapai sekitar 340 ribu ton.
Pada sisi lain, jumlah pupuk yang beredar di petani saat ini menjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan petani untuk mengembalikan kesuburan 1,7 juta hektare lahan di provinsi ini. ‘’Apalagi, yang dibutuhkan di Jatim sebanyak 3,4 juta ton pupuk organik di mana dosis tiap hektarenya adalah 500 kg,’’ kata Noer.
Ia menyatakan, kenyataannya saat ini kandungan unsur hara lahan di Jatim sudah negatif 2% padahal idealnya plus 2%. Kondisi ini karena terlalu lama dijejali pupuk kimia, yang diyakini bisa mempercepat pertumbuhan tanaman secara overdosis dan hanya bisa dikembalikan dengan pupuk organik ini.
Pemakaian pupuk organik diyakini dapat mengurangi konsumsi pupuk kimia yang selama ini suplainya selalu kurang. Bahkan, situasi seperti ini juga rawan dipermainkan para spekulan karena selisih harga yang tajam antara pupuk subsidi dan non-subsidi. Namun disayangkan saat ini sosialisasi pemakaian dosis terukur antara pupuk urea, NPK, dan organik masih lemah. Padahal, tahun 2010 adalah tahun yang dicanangkan sebagai tahun Go Organik, tetapi kondisi di lapangan masih minim suplai.
Sebenarnya, sebut Noer seperti dilansir Antara, kini minat petani untuk memakai pupuk organik mulai tumbuh, meskipun ada yang masih senang dengan pupuk kimia. Perlu diketahui, dulu produktifitas lahan sawah bisa mencapai 11 ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektar, sekarang tinggal 6 ton GKG sehingga keberadaan pupuk organik ini sangat diperlukan.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Standarisasi dan Desain Produk Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Herry Hermoko, menyatakan, aplikasi pupuk organik memang sudah terbukti efektif mengembalikan kesuburan tanah. Untuk meningkatkan kepercayaan petani kepada produk organik sangat diperlukan adanya standarisasi SNI (Standar Nasional Indonesia) pupuk organik. ‘’Dengan SNI, maka produksi pupuk secara masal lebih mudah dilakukan sebab ada acuannya. Selama ini standarisasi ini yang memang menjadi kendala pengembangan produksi pupuk di kalangan UKM termasuk pupuk organik,’’ katanya.
Saat ini, lanjut Herry, baru ada tujuh jenis pupuk yang distandarisasi SNI di antaranya jenis Urea, Amonium Sulfat, NPK Padat, Super Phospat, Triple Super Phospat, Phospat Alam dan KCl. Kembali ke Noer, sebenarnya produsen pupuk organik di Jatim tidak perlu khawatir untuk melakukan ekspansi, sebab selain pasar yang masih sangat besar, ketersediaan bahan organik sebagai bahan bakunya juga melimpah. ‘’Sebagai contoh, blothong (ampas tebu sisa gilingan), tlethong (kotoran sapi, hewan), sampah sisa makanan dan sampah perkebunan cukup mudah didapatkan. Bahkan, seharusnya masyarakat bisa memanfaatkan sebaik mungkin,’’ katanya.
Kelangkaan pupuk akan teratasi dalam lima tahun mendatang, seiring target pemerintah pada 2010 sebagai Tahun Go Organic, kata Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Usaha Kecil Menengah (AP2UKM) Noer Sutjipto. Selama ini, krisis pupuk terjadi akibat tidak sesuainya permintaan dan suplai. Di Jatim sendiri, dari kebutuhan 1.360.000 ton pupuk urea per tahun, hanya tersuplai ke sektor pangan 1.050.000 ton oleh pemerintah. ‘’Yang baru dipenuhi pemerintah tersebut belum termasuk sektor holtikultura, perikanan dan perkebunan. Jadi sudah kurang, masih dibagi-bagi ke banyak sektor,’’ kata Noer.
Untuk mengatasi hal itu dalam program Go Organic berusaha untuk menggalakkan kembali pupuk organik seperti yang sudah dilakukan petani tradisional pada 1960-an. Kebijakan itu merupakan peluang bagi UKM di sektor pupuk organik mengingat besarnya konsumsi pupuk organik yang dibutuhkan. Hingga kini, produksi pupuk organik yang jadi anggota AP2KMI Jatim baru 30 ribu ton per tahun, sedangkan kebutuhan 200 ribu ton dan terus berkembang. ‘’Saat ini, lahan pertanian di Jatim adalah 1,7 juta hektar. Jika 1 hektar butuh 2 juta ton pupuk organik, maka ada peluang sebesar 3,4 juta ton,’’ tegas Noer.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Thanks for reading Masih Rendah Produksi Pupuk Organik Di Jawa Timur

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar