Home » » Menakar Daya Serap Karbon Laut

Menakar Daya Serap Karbon Laut

Oleh: Dewanti Lestari
Ganggang (algae) dari jenis Chaetoceros sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per mili liter setelah diberi makan karbondioksida (CO2) dalam 15 hari, massanya bertambah menjadi sebesar 780.000 sel per ml, bahkan dalam rentang waktu sama Chlorella sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per ml menjadi sejuta sel per ml. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang meneliti pertumbuhan algae tersebut di laboratorium kemudian mengekstrak algae ini menjadi biofuel. Dari ekstrak biofuel tersebut dapat dihitung berapa kandungan CO2-nya dan berapa pula penyerapan karbonnya.
Selain algae yang membuktikan bagaimana laut juga mampu menyerap karbon, padang lamun (kawasan rumput laut) pun juga terbukti menyerap karbon, ujar Delegasi RI dalam World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) yang segera digelar di Manado, Sulawesi Utara, pada 11-15 Mei 2009, Dr Edvin Aldrian. Ada empat parameter untuk mengukur konsentrasi karbon dari padang lamun ini, yakni pH, nilai karbon anorganik yang terlarut di air laut, alkalinitas dan tekanan karbon tidak jenuh. ‘’Kurung saja padang lamun itu dan ukur konsentrasi karbonnya, maka akan bisa dihitung juga berapa besar penyerapan karbon dari padang lamun itu,’’ kata pakar meteorologi yang juga Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ini.
Sedangkan menghitung penyerapan karbon dari hutan bakau, menurut dia, jauh lebih mudah, yakni sama dengan cara menghitung penyerapan karbon dari sebuah hutan di darat berhubung kayu bakau adalah kayu keras. ‘’Menghitung penyerapan karbon dari sebuah kayu pohon caranya hitung saja 50 persen dari berat keringnya,’’ katanya mengacu pada tulisan tentang menghitung penyerapan karbon dari hutan dalam buku yang dikeluarkan CIFOR (Center for International Forestry Research).
Jual Karbon
Namun optimisme kemampuan laut Indonesia menyerap karbon ini sejak awal ditampik oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan seperti Penelitian Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Jaringan Tambang (Jatam) dan Pusat Kajian Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM). Mereka membantah pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi yang juga Ketua Delegasi RI pada WOC bahwa laut Indonesia merupakan penyerap karbon yang sangat besar.
‘’Freddy Numberi telah menyesatkan publik lewat pernyataan seolah-olah laut Indonesia memiliki fungsi sebagai penyerap karbon dan patut mendapat bayaran, karena laut tropis ternyata cenderung berperan sebagai carbon sources (sumber karbon) dibanding sebagai carbon sink (penyerap karbon),’’ kata Sekjen Kiara M. Riza Damanik.
Pihaknya juga meminta Indonesia jangan terjerumus menjadikan terumbu karangnya sebagai komoditas dagang perubahan iklim pada ajang WOC dan tidak membiarkan negara-negara industri mencuci dosa lewat skema utang dan bantuan proyek CTI. Apalagi, hasil penelitian menyebutkan, ternyata Laut Jawa, Pantai Barat Sumatera (lokasi up welling) dan sepanjang jalur yang memotong perairan selatan memasuki Selat Lombok, Selat Makassar sampai ke arah Laut Sulawesi sebagai sumber karbon bukan menyerap karbon. ‘’Penelitian mengenai penyerapan karbon di laut lebih didominasi penelitian di kawasan lintang tinggi Laut Utara, Samudera bagian selatan, Lautan Atlantik, dan Lautan Antartika, sementara laut Indonesia yang relatif lebih panas lebih cenderung berperan sebagai sumber karbon,’’ katanya.
Hingga kini, lanjut dia, belum ada konsensus para ilmuwan, baik di lingkup nasional maupun internasional terkait peran laut terhadap siklus karbon. Indonesia, menurut dia, tak perlu terlalu berambisi untuk memperoleh dana dalam pasar karbon dan agar lebih menekankan negara-negara industri maju dalam annex 1 Protokol Kyoto yang bertanggung jawab pada pemanasan global untuk segera menurunkan tingkat emisinya seperti kesepakatan.
Soal belum adanya konsensus para ilmuwan, Edvin mengakui, bahwa perjuangan hitung-hitungan penyerapan karbon di laut masih merupakan perjalanan panjang yang mungkin masih memerlukan beberapa kali WOC lagi. Soal penyerapan karbon di laut, memang masih kontroversi. Bukan soal teknis menghitung penyerapan karbonnya, spesies apa saja yang bisa dianggap menyerap karbon atau masalah definisi negara dengan batasan laut. ‘’Tetapi lebih besar lagi masalah ini adalah masalah politik,’’ katanya sambil mengakui bahwa negara-negara maju, khususnya AS dan bebrapa yang lain, sangat enggan mengeluarkan uang untuk membiayai hutan apa lagi plankton negara-negara berkembang.
Hutan mungkin masih bisa diterima karena semua pihak mengakui pentingnya hutan tropis sebagai penyerap karbon dan pencegahan pemanasan global, oleh karena itu perlu ada kompensasi agar hutan tidak terpaksa dibabat karena kepentingan ekonomi masyarakat setempat. ‘’Namun soal penyerap karbon di laut, tak ada hubungannya dengan aktivitas manusia,’’ katanya.
Kayu hutan sebagai penyerap karbon pun, menurut dia, masih belum disepakati apakah dihitung dari daya serap respirasinya atau dari stok karbon yang tersimpan. ‘’Jika dihitung dari stok karbon maka meja, bangku dan lemari kayu pun menyimpan karbon dan baru melepas karbon jika dibakar,’’ kata Edvin. Ia mengingatkan, penyerapan karbon di laut meskipun mencapai dua giga ton per tahun, tidaklah sehebat penyerapan karbon oleh hutan di darat yang hanya merupakan 29% luas bumi.
Anggota Asia Pacific Phycology Association (APPA) yang diikuti oleh pakar sumber daya laut dari 12 negara, Prof Dr Jana Anggadiredja juga mengatakan sulitnya mengukur berapa besar penyerapan karbon dari terumbu karang seperti juga sulitnya mengukur penyerapan karbon dari algae dan padang lamun. ‘’Ada tiga metode pengukuran tetapi belum ada kesepakatan soal hitung-hitungan yang pas untuk karena masih tergantung spesies juga. Untuk memperoleh Certified of Emission Reduction (CER) yang dipergunakan dalam jual-beli karbon, harus membuktikan berapa besar penyerapan karbonnya daripada pelepasan karbon. (Anspek)
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Thanks for reading Menakar Daya Serap Karbon Laut

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar