Home » » Sisi Lain Keberanian Para Laskar Mawar

Sisi Lain Keberanian Para Laskar Mawar

Judul : Laskar Mawar: Drama Perempuan -Perempuan Pelaku Bom Bunuh Diri di Palestina
Penulis : Barbara Viktor
Penerjemah: Anna Farida
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, Mei 2008
Tebal : xlii + 404 Halaman
Peresensi : Edy Firmansyah*
Perempuan selalu identik dengan sifatnya yang lemah lembut, penuh cinta kasih, cinta damai dan selalu mengutamakan keselamatan. Namun dalam derita penjajahan yang sedemikian panjang perempuan bisa juga mengangkat senjata. Di Palestina, dalam derita penjajahan Israel, telah lama perempuan menjadi pejuang yang tangguh dan tabah. Mereka adalah anak yang menyaksikan ayahnya ditawan, istri yang merelakan suaminya hilang tanpa jejak, ibu yang menguburkan putranya. Bahkan sebagian perempuan Palestina menempuh jalan perjuangan baru. Mereka memilih meledakkan diri sebagai ”Laskar Mawar.”
Adalah Wafa Idris, seorang perempuan berusia 26 tahun yang menjadi pelopor kamikaze perempuan Palestina. Pada siang hari, 27 Januari 2002, ia meledakkan dirinya hingga berkeping-keping di tengah Kota Jerussalem di sebuah pusat perbelanjaan, dan menewaskan seorang lelaki Israel dan melukai 131 orang-orang yang lalu lalang.
Meski ia satu-satunya pelaku bom bunuh diri perempuan yang tidak meninggalkan rekaman pengakuan dalam video tentang aksi bunuh diri yang begitu cepat itu, namun ia telah menjadi contoh bagi sejumlah banyak perempuan di sepanjang Tepi Barat dan Gaza yang telah mencoba menjadi syahidah demi berdirinya negara Palestina yang merdeka. Dengan kata lain, kecintaan pada kematian tiba-tiba meresap dalam diri perempuan Palestina. Perempuan yang sejatinya merupakan penjaga kehidupan (karena lewat rahimnya mampu melahirkan generasi-generasi baru) kini berubah menjadi mesin pembunuh.
Pasalnya, aksi bom bunuh diri ini tidak dilakukan terhadap pangkalan militer, markas pasukan Israel, atau gudang senjata sebagaimana yang dilakukan kamikaze Jepang pada perang dunia kedua. Bom bunuh diri ini dilakukan di pusat-pusat keramaian seperti pasar, plasa atau gerai makanan di mana penduduk sipil Israel biasa beraktivitas. Tak heran jika korbannya justru bukan tentara, melainkan penduduk sipil seperti ibu, kakek, nenek bahkan anak-anak yang tidak berdosa.
Parahnya lagi, meski tindakan teror itu mendapat kecaman banyak pihak, sebagian besar penduduk Palestina memuja-muja para ’laskar mawar’ itu sebagai pahlawan. Bahkan kaum ulama Palestina sepakat bahwa mereka yang mati karena aksi bom bunuh diri ini termasuk golongan syahid. Dan mereka yang mati syahid tempatnya di akhirat adalah surga.
Sampai di sini pertanyaan yang pantas diajukan adalah mengapa para pempuan itu tega menghancurkan tubuhnya sendiri hanya untuk melukai penduduk sipil Israel yang sejatinya tidak berdosa itu? Apa yang mereka pikirkan kala itu? Bukankah kehidupan lebih baik dari kematian. Bahkan mempertahankan hidup jauh lebih penting meski maut sudah di ujung mata.
Barbara Viktor, seorang jurnalis spesialis Timur Tengah dan isu-isu perempuan mencoba mengurai pertanyaan-pertanyaan di atas. Lewat buku ini ia mengajak kita menyelami kehidupan perempuan-perempuan pelaku bom bunuh diri itu. Dia meninjau berbagai aspek yang sering tenggelam dalam sensasi berita: kultur, psikologis dan sosiologis perempuan Palestina. Barbara membawa kita menyimak kisah-kisah getir dan konflik-konflik yang membuat ’mawar-mawar’ itu memilih menggugurkan kelopak mereka sendiri dalam sebuah dentuman yang menyentakkan dunia yang tak mengijinkan mereka mekar.
Kenekatan yang dilakukan para perempuan pelaku bom bunuh diri itu tak melulu masalah nasionalisme. Benar memang hasrat untuk merdeka dan terbebas dari penjajahan adalah keinginan setiap manusia. Dan manusia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan kebebasan itu. Namun kebebasan yang diinginkan para perempuan itu adalah pembebasan dari budaya patriakat Palestina yang sedemikian ketat. Dalam pandangan patriakat, perempuan tak lebih hanya sekedar perhiasan semata. Kodratnya sebagai manusia yang berhak sejajar dengan laki-laki telah digantungkan di langit-langit kamar.
Bermula dari kekerasan struktural yang diciptakan penguasa-penguasa Palestina. Kekerasan struktural itu dapat dirasakan pada kemunculan hegemoni bahasa, di mana hanya yang berkuasa yang berhak memberikan tafsiran atas realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Misalnya, perempuan Palestina yang tidak menikah harus hidup di bawah aturan sosial dan agama yang ketat: jika berpendidikan tinggi, ia dianggap abnormal; jika memandangi laki-laki, ia terancam dikucilkan; jika menolak menikah, ia dianggap lepas kendali; jika tidur dengan laki-laki, khususnya jika hamil, ia adalah aib bagi keluarga dan bisa mati di tangan kerabat laki-lakinya (hal. 257). Satu-satunya cara agar perempuan bisa duduk sejajar dengan laki-laki adalah dengan menjadi syahidah, mengorbankan jiwa dan raganya demi bangsanya. Dengan mati syahid kaum perempuan bisa langsung ditempatkan di surga dan bisa menentukan nasibnya sendiri.
Pandangan itulah yang menghantarkan Wafa Idris, Zina dan Darine menjadi pelaku bom bunuh diri itu. Wafa Idris merasa hidupnya hancur setelah suaminya terpaksa menceraikannya karena ia divonis mandul (hal 16-66). Zina yang ketahuan hamil di luar nikah dibuang orang tuanya dalam kancah pertempuran hanya untuk menutup aib (159-195), dan Darine memilih mati karena terus menerus ditekan untuk menikah dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya (124-141).
Sejatinya buku ini merupakan sebuah liputan investigasi, pembaca tidak akan merasakan kejenuhan sebagaimana halnya membaca sebuah berita umumnya. Karena Barbara menggunakan teknik jurnalisme sastrawi yang dikenalkan sejak tahun 1960-an oleh Tom Wolfe. Wawancaranya dilakukan dengan puluhan, bahkan ratusan narasumber. Risetnya tidak main-main. Waktu bekerjanya berbulan-bulan. Dan hasilnya, sebuah tulisan yang panjang yang memadukan teknik jurnalisme ketat serta gaya bercerita novel. Buku ini berhasil menggambarkan dengan begitu jelas posisi kaum perempuan Palestina di tengah kepungan penjajahan Israel dan di bawah tekanan budaya patriakat.
*) Pustakawan di Sanggar Bersastra Kita (SBK), Madura. Peneliti pada IRSOD (Institute of Reasearch Social Politic and Democracy) Jakarta
KPO/EDISI 162/NOVEMBER 2008
Thanks for reading Sisi Lain Keberanian Para Laskar Mawar

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar