Home » » Bergenit Dalam Bahasa

Bergenit Dalam Bahasa

Oleh: Ella Syafputri
Dewasa ini bahasa Indonesia yang digunakan oleh mayoritas penduduk Indonesia kian centang-perenang akibat merebaknya sebuah bibit penyakit yang merusak pola dan struktur berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Begitu kuatnya bibit penyakit ini, orang yang terpapar bukan saja remaja, --yang paling sering menggunakan bahasa-bahasa gaul-- tapi juga merambah orang dewasa.
Penyakit apakah gerangan? Penyakit itu, kebiasaan menghias bahasa Indonesia dengan kata atau kalimat tertentu dari bahasa Inggris dan melafalkan dalam bahasa Indonesia dengan nada penutur asing yang sedang belajar berbahasa Indonesia. Masih kurang jelas apa maksud orang yang menggunakan bahasa Indonesia dengan gaya begitu. Apakah supaya terkesan pintar, cendekia atau sekedar mengikuti tren terkini?
Coba lihat gaya bicara seorang pemain sinetron berdarah Jerman, Cinta Laura yang makin digugu dan ditiru sebagian remaja di Tanah Air. ‘’Nanti hujan, becek, gak ada ojek atau kalimat Ya iyalah, masa, ya, iya dong. Namanya juga Jamilah bukan Jamidong’’’ tumbuh dengan berbagai versi, meski secara linguistik tidak memberi makna tertentu secara fungsional.
Alif Danya Munsyi alias Remy Sylado dalam bukunya berjudul Bahasa Menunjukkan Bangsa pernah menulis, saat ini bahasa Indonesia telah sampai pada perkembangan yang paling menyedihkan, menjengkelkan plus memuakkan. ‘’Karena para pemakai bahasa Indonesia sendiri, yaitu orang-orang Indonesia, khususnya kalangan yang ingin tampil sebagai orang-orang terpelajar, kini terlihat seperti pelari-pelari tanpa piala yang sedang berlomba, bersaing, berjor-joran bercakap lisan ataupun tulisan dengan melintaskan banyak kosa kata, istilah dan kalimat bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
"Saya menyebut gejala ini; nginggris. Gejala nginggris sebagai suatu penyakit keremajaan. Istilah psikologi yang lazim, yang diserap dari bahasa Prancis: juvenil delinquante, --ketakberdayaan kultural terhadap suatu realitas tatanan global yang celakanya sering ditakar melalui identitas kaca mata kebudayaan Amerika yang diniagakan secara mendunia; musik, film, buku," tulisnya.
Berangkat dari penyakit remaja bergenit bahasa "ngingglis" yang diidap luas oleh masyarakat Indonesia, Kepala Pusat Bahasa Dr Dendy Sugono berpendapat penggunaan bahasa Indonesia saat ini terkesan tergeser dengan bahasa Inggris sebagai efek dari globalisasi. ‘’Padahal seharusnya globalisasi hanya terjadi di sektor ekonomi, di mana perdagangan bebas berlaku lintas negara, sementara penggunaan bahasa asing dipakai secara proporsional saja. Alat komunikasi kita harusnya tetap saja memakai bahasa Indonesia,’’ kata Dendy Sugono.
Penguasaan lebih dari satu bahasa, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, seharusnya bisa memilah kapan harus berbahasa ibu dan kapan harus berbahasa asing, bukan malah mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris agar terkesan lebih bergengsi, lebih keren dan bermutu. ‘’Dan sebenarnya globalisasi bahasa bukan terjadi saat ini, tapi sudah terjadi beratus-ratus tahun lampau,’’ ujar dia menanggapi banyaknya kosa kata bahasa asing yang menyusup secara sisipan maupun mentah-mentah dalam bahasa Indonesia.
Remy Silado dalam bukunya 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing juga menjelaskan, bahasa Indonesia terdiri dari minimal 35 bahasa asing dan daerah. Antara lain Spanyol, Arab, Belanda, Prancis, Sansekerta, Persia, Inggris, Yunani, Jepang dan Italia. Di sisi lain, mungkin masih sedikit pula orang yang tahu bahwa bahasa Indonesia dipelajari secara luas oleh penutur asing yang tersebar di 87 negara. Saat ini bahasa Indonesia dipelajari para penutur asing di 87 negara, sekitar 129 lembaga kursus dan perguruan tinggi yang menyediakan program pengajaran bahasa Indonesia.
Besarnya apresiasi internasional terhadap bahasa Indonesia, kata Dendy, seharusnya masyarakat Indonesia sebagai penutur asli lebih menghargai bahasanya sendiri sebagai alat pemersatu dalam komunikasi dan kehidupan sosial. Pusat Bahasa, berencana menganugerahkan penghargaan kepada penutur bahasa Indonesia, orang-orang yang dinilai memiliki kepedulian dan perhatian besar dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Masalah Sikap
Bila saat ini penyakit nginggris atau bergenit-genit dengan berbahasa Inggeris, masih menghinggapi banyak orang di Indonesia, hal tersebut tak lebih dari sekedar mode yang akan hilang dengan sendirinya. Bahasa gaul bertujuan agar pengguna bisa merasa eksklusif berkomunikasi dengan kode-kode yang hanya diketahui orang yang sama-sama bisa menggunakan bahasa gaul. Bila semua golongan masyarakat sudah bisa menggunakan bahasa gaul, pasti rasa eksklusif dengan sendiri menghilang.
Selain itu, Pusat Bahasa juga tidak henti-hentinya mensosialisasikan penggunaan serapan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Pusat Bahasa sudah mengalihkan 405.000 kata dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Dari 405.000 kata dan istilah itu, sekitar 192.000 kata telah dikemas dalam bentuk cakram digital (CD), dan dapat diperoleh gratis dari Pusat Bahasa. Bisa juga masyarakat mengakses lewat Internet di laman www.pusatbahasa.diknas.go.id.
Jadi ini bukan masalah bahasa Indonesia yang kurang canggih atau kurang bermutu, Pusat Bahasa sudah menyediakan patutan kosa kata agar bahasa asing diserap ke dalam bahasa Indonesia dan penutur bahasa Indonesia bisa menggunakan dengan tepat. ‘’Ini tinggal masalah sikap, apakah kita masih akan menghargai apa-apa yang datang dari luar dengan apresiasi yang lebih tinggi daripada bahasa sendiri dan mengembalikan fungsi dan peran bahasa Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri atau tidak?, ‘’ kata Dendy.
Bagaimana menghadapi gejala bergenit dalam berbahasa? Alif Danya Munsyi dalam Seminar Linguistik Nasional dan Temu Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia, di Bandung tahun 2004 menulis, ‘’Yang pertama harus ditegur adalah pemerintah sendiri, karena sering berkata lisan dengan sok nginggris pula. Ia mendesak agar petunjuk lalulintas kota tidak lagi menggunakan istilah bahasa Inggris, mulai dari U turn, busway, flying over dan underpass. Para menteri dan pejabat hingga presiden pun harus berhenti menggunakan kosakata bahasa Inggris yang membuat centang-perentang penggunaan bahasa Indonesia. (Anspek)
KPO/EDISI 162/NOVEMBER 2008
Thanks for reading Bergenit Dalam Bahasa

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar