Home » » Bahasa Berpesan Pendek

Bahasa Berpesan Pendek

Oleh: Ella Syafputri
Berkomunikasi menjadi salah satu kebutuhan yang paling primer dalam kehidupan seorang manusia. Sejak mata terbuka hingga kembali terpejam, manusia berkomunikasi lewat berbagai cara dan gaya. Salah satu media yang kian kerap digunakan untuk berkomunikasi adalah telepon selular, yang kerap disingkat menjadi ponsel. Dengan ponsel, orang bisa berinteraksi dengan menelpon, berkirim pesan teks (SMS) dan berkirim gambar (MMS).
Menurut Dr Sri Adiningsih, Ketua Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam tulisannya pada medio September 2007, ponsel baru mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an. Pada saat itu tidak pernah diperkirakan bahwa ponsel akan dapat menyaingi telepon berjaringan tetap.
‘’Apalagi pelayanan telepon tetap pun pada saat itu masih merupakan barang mewah, jangankan seluler. Pada awal diperkenalkannya seluler tarifnya masih tinggi dan seluler merupakan jasa yang sangat eksklusif (mewah). Apalagi teknologinya juga masih baru berkembang dengan kualitas transmisi dan cakupan geografis yang sangat terbatas dan buruk dibandingkan dengan standar layanan telepon tetap,’’ tulis Adiningsih.
Namun dalam dua dekade terakhir industri telepon seluler mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan hanya di negeri maju tapi juga negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia, masih menurut Adiningsih, telepon seluler telah mengubah peta industri telekomunikasi secara radikal. ‘’Di mana telepon yang dulunya merupakan barang mewah, sehingga hanya kelompok tertentu yang bisa menikmatinya, sekarang dengan mudah mendapatkannya, murah lagi, baik dalam sarana telekomunikasi jaringan tetap yang berkabel maupun yang tidak berkabel,’’ katanya.
Alhasil, semua lapisan masyarakat Indonesia kini memiliki akses untuk dapat menggunakan sarana telekomunikasi berupa ponsel untuk berbagai keperluan, mulai dari urusan bisnis, keluarga dan keperluan lainnya.
Serba Ringkas
Di balik tingkat akses terhadap telekomunikasi dengan media ponsel yang semakin luas, tak jarang bahasa yang digunakan lewat SMS menjadi kelewat singkat sehingga membuat kening pun berkerut. ‘’Tulisan SMS kadang membuat saya pusing karena banyak sekali singkatan yang tidak saya pahami,’’ kata Ningsih seorang ibu rumah tangga.
Menurut Ningsih, SMS yang terlalu banyak singkatannya membuat pesan yang ingin disampaikan justru tidak maksimal diterima oleh penerima pesan. ‘’Apalagi saya kan orang tua ... tidak tahu banyak singkatan-singkatan yang banyak digunakan oleh anak muda,’’ katanya.
Namun pendapat berbeda datang dari novelis Andrea Hirata. ‘’Kalau saya kirim SMS, biasanya saya pakai kalimat yang cepat. Kalimat yang ringkas dan disingkat kalau bisa,’’ kata dia.
Penulis Laskar Pelangi itu mengaku maklum jika bahasa SMS yang banyak singkatan memang kadang membuat bingung, ‘’Tapi kan kalau sudah menjadi kebiasaan, bahasa dalam berkirim SMS bisa dengan mudah dipahami’’.
Masih kata Andrea, bahasa dalam berkirim SMS bisa menjadi kebiasaan yang unik karena manusia punya kebiasaan kontekstual. ‘Dalam 10 kata misalnya terdapat 3 kata yang tidak kita pahami. Dengan kemampuan pemahaman kontekstual, kita tetap bisa mengerti arti dari keseluruhan kalimat,’’ kata pria kelahiran Belitung itu.
Andrea juga mengatakan bahwa bahasa dalam SMS bisa sangat singkat karena kebiasaan si penulis, bisa juga karena alasan penghematan waktu dan dana. ‘’Tentu saja bahasa saya dalam berkirim SMS tidak sama dengan bahasa saya dalam menulis novel. Di SMS saya akan sangat singkat, sedangkan di novel panjang lebar,’’ ujar dia.
Penyebar Warta
SMS berperan sangat penting dalam komunikasi formal dan non formal. Manfaat berkirim SMS sangat dirasakan para pekerja di sektor kehumasan, seperti yang diakui Edison Gurning, Kepala Humas Badan Meterologi, Klimatologidan Geofisika (BMKG), --dulu disebut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). ‘’Untuk undangan peliputan resmi, kami mengirim undangan resmi berupa faks kepada kantor-kantor media massa, tapi sebagai lapis kedua saya mengirimkan SMS undangan langsung kepada rekan-rekan jurnalis yang saya kenal secara langsung,’’ kata Edison.
Ia melanjutkan, Kadang faks yang dikirimkan kepada kantor redaksi media massa tidak diterima oleh jurnalis yang biasa meliput kegiatan BMKG, sehingga SMS undangan acara bisa menjadi konfirmasi yang efektif. Berdasarkan pengalaman Edison, tiap kali pihaknya ingin mengundang peliputan dari media massa, sekitar 50 SMS dikirimkan ke para jurnalis dari berbagai media. ‘’SMS bisa jadi penunjang undangan resmi berupa faks, karena kadang hanya 10 persen saja jurnalis yang menerima faks kami sementara SMS bisa langsung mereka terima dan efektif menyampaikan undangan,’’ katanya.
Terkait dengan bahasa yang digunakan dalam SMS, Edison mengatakan dirinya lebih suka menggunakan bahasa Indonesia secara resmi dengan sedikit singkatan yang sudah lazim dipakai. ‘’Kalaupun menggunakan singkatan, saya akan pakai singkatan yang tidak membuat pembaca perlu berpikir karena singkatan tersebut sudah sangat lazim digunakan’’. ‘’Saya khawatir kalau sebagai humas saya mengirim SMS yang terlalu banyak singkatan dan membingungkan, pesan utama saya jadi tidak tersampaikan. Dan ada pula kesan kurang sopan bila menggunakan bahasa yang non-formal,’’ kata dia.
Komentar serupa disampaikan Mepy, staf humas dari kantor perwakilan dagang Taiwan di Jakarta. ‘’Saya menggunakan bahasa yang resmi, karena fungsi SMS sama dengan undangan resmi dari kantor saya,’’ katanya. Peran SMS menurut dia sangat penting karena efektif menghubungi rekan pers saat-saat ponsel tidak aktif dan lebih efektif lagi dalam hal biaya komunikasi terutama dengan rekan yang tinggal di luar negeri. (Anspek)
(KPO/EDISI 162/NOVEMBER 2008
Thanks for reading Bahasa Berpesan Pendek

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar