Home » » Bahasa Sinetron: Potret Realita Masyarakat Indonesia

Bahasa Sinetron: Potret Realita Masyarakat Indonesia

Oleh: Desy Saputra
Bahasa dalam sinetron Indonesia telah menjadi perbincangan cukup lama oleh berbagai kalangan, terutama pendidik dan pemerhati Bahasa Indonesia karena kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan tata bahasa yang baik dan benar, cenderung kasar dan tidak mendidik.
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dalam pidato pada seminar tentang Bahasa Indonesia dalam Sinetron mengungkapkan keprihatinan terhadap perkembangan bahasa Indonesia yang digunakan dalam film, sinetron, televisi, dan iklan di media luar ruang karena menggambarkan kegandrungan masyarakat terhadap budaya pop yang cenderung hedonis dan globalistis, termasuk dengan penggunaan bahasa yang sering tidak tepat.
Perkataan yang diucapkan pemain sinetron di televisi seperti monyet lu, awas ya, kalo ketemu, gue hajar sampe mampus, atau dasar nenek tua pikun tak tau diuntung merupakan contoh kecil kalimat yang kasar dan tidak tepat untuk diucapkan di layar televisi dan ditonton jutaan orang di Indonesia. Apalagi dalam sebuah sinetron, sering perkataan kasar diucapkan orang dewasa.
Semua sinetron Indonesia hampir menggunakan bahasa yang menyampurkan kata dan kalimat tidak baku. Seperti sih, dong, deh dan gue, elo. Penggunaan kata-kata semacam ini menurut produser rumah produksi MD Entertainment, Manoj Punjabi karena sebagian besar sinetron dibuat di Jakarta sehingga bahasa yang digunakan kerap dipengaruhi dialog khas Betawi atau bahasa gaul anak muda sekarang. ‘’Memang banyak dijumpai yang tidak sesuai ejaan yang disempurnakan, tapi kami memang tidak bisa menggunakan bahasa seperti dalam teks buku, bahasa dalam sinetron harus komunikatif dan mencerminkan dialog keseharian masyarakat. Penggunaan atau pemilihan kata dalam sinetron juga sangat dipengaruhi oleh karakter yang diperankan seorang aktor atau aktris,’’ katanya.
Ia memberi contoh dalam sinetron "Melati untuk Marvel" yang mengisahkan tentang dua tokoh berbeda yang menggunakan Bahasa Indonesia dengan dialog berbeda. Tokoh pertama adalah Melati (Chelsea Olivia) yang berdialog dengan bahasa gaul yang penuh jargon, sedangkan tokoh orang tua yang diperankan Atiek Riwayati atau akrab dipanggil Mpok Atiek berbicara dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
"Mengapa demikian? Karena orang tua yang biasanya memberi contoh baik dan disiplin dalam berbahasa dibandingkan dengan anak-anak muda. Karakter anak muda itu kan biasanya gengsi kalau tidak menggunakan bahasa gaul seperti teman-temannya," ujarnya.
Sementara Mpok Atiek mengungkapkan tidak mudah menjalani perannya dalam sinetron yang kini tayang di SCTV itu. Alasannya, Mpok Atiek selama 30 tahun karirnya di layar kaca dan layar lebar selalu mendapat peran dan karakter yang berdialog Betawi. Padahal dalam sinetron terbarunya "Melati untuk Marvel" beralih pada peran lain.
Mpok Atiek mengaku kesulitan untuk menjalani karakternya sebagai seorang nenek cerewet yang disiplin dalam berbicara menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. ‘’Buat saya yang terbiasa bicara dengan logat Betawi, kalau harus akting menggunakan Bahasa Indonesia memang agak susah dan menjadi tantangan tersendiri,’’ katanya.
Pemain sinetron dan film Indonesia kelahiran 28 Februari 1956 itu dalam peran-peran yang disodorkan sutradara padanya, sebagian besar memang berperan sebagai orang Betawi dan berdialog menggunakan Bahasa Betawi. ‘’Selama 30 tahun karirku di sinetron dan film Indonesia baru kali ini mendapat peran sebagai orang yang disiplin menggunakan Bahasa Indonesia. Buat saya ini sangat positif, tapi namanya juga sudah tua dan tidak terbiasa, jadi agak susah juga,’’ kata pemilik butik dan studio foto di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta Pusat ini.
Penulis dan pemerhati bahasa, Remi Sylado mengungkapkan bahasa yang digunakan di sinetron memang sering tidak tepat secara tata bahasa. Namun hal itu sesungguhnya cermin dari realita sebagian masyarakat Indonesia. ‘’Bahasa dalam sinetron itu memang bukan contoh yang baik karena banyak yang tidak baku dan sering menggunakan kata campuran antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Tapi itu memang cermin dari sebagian masyarakat kita,’’ katanya.
Ia mencontohkan dalam bahasa tutur di radio baik di Jakarta maupun di daerah sekarang ini sulit dibedakan karena setiap daerah menggunakan istilah-istilah yang kerap menggunakan bahasa gaul seperti gue untuk aku dan elo untuk kamu. Hampir semua daerah menggunakan pemilihan kata dan dialog yang nadanya sama sehingga tidak bisa membedakan lagi siaran radio di Ambon, Jakarta maupun di Jawa. ‘’Anggapan banyak orang kalau menggunakan bahasa gaul sekarang seperti yang ada di televisi sudah dianggap hebat dan mengikuti tren. Padahal yang namanya hebat bukan karena bicaranya, melainkan kemampuan seseorang,’’ tambahnya.
Sutradara sinetron Cinderella dan Melati untuk Marvel, Akbar Bhakti mengungkapkan, idealnya setiap sinetron menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar agar dapat dimengerti penonton Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Caranya dengan menggunakan dialog yang komunikatif. Bahasa yang komunikatif, jelas menggunakan kalimat yang sering diucapkan sehari-hari oleh masyarakat dan diharapkan penonton memiliki kedekatan dengan sinetron dan akan terus menonton.
Division Head of Acquisition dari SCTV, Soemijato Muin mengungkapkan dalam penayangan sebuah sinetron pihaknya tidak ikut terlampau jauh hingga ke persoalan tata bahasa yang digunakan. ‘’Tapi kami tetap berharap sinetron yang dibuat oleh rumah produksi harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan mudah dipahami,’’ katanya.
Soemijato menambahkan bahasa gaul ataupun logat Betawi yang kental dalam bahasa Indonesia di sinetron memang tidak bisa dihindari. Hal ini karena sinetron diproduksi di Jakarta para pemain dan kru sebagian besar berasal dan tinggal di Jakarta sehingga pengaruh itu sangat kuat merasuk ke sinetron. Apalagi berdasarkan hasil survei, jumlah penonton terbesar yakni 50% ada di Jakarta. Tidak heran bila bahasa yang digunakan dalam sinetron sering diwarnai istilah Betawi atau dialog dengan bahasa gaul seperti anak muda Jakarta. (Anspek)
KPO/EDISI 162/NOVEMBER 2008
Thanks for reading Bahasa Sinetron: Potret Realita Masyarakat Indonesia

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar