Home » » Pendidikan Belum Berpihak Kepada Orang Miskin

Pendidikan Belum Berpihak Kepada Orang Miskin

Dualisme kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam dunia pendidikan saat ini telah menjadikan pendidikan tidak lagi berpihak kepada kaum miskin dan menghasilkan lulusan yang pragmatis. "Bahkan, dalam konteks lebih luas kebijakan itu memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam proses integrasi nasional bangsa," kata pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Said Tuhuleley.
Menurut dia pada dialog refleksi pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, dualisme kebijakan tersebut meliputi kebijakan pemerintah yang telah memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan klausul Undang-undang (UU) Badan Hukum Pendidikan (BHP).
BOS dinilai cukup membantu proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dengan adanya BOS, sebenarnya pemerintah telah selangkah lebih maju dalam mengupayakan peningkatan mutu pendidikan sekolah di negeri ini.
Namun, di sisi lain klausul UU BHP telah menjadikan pendidikan bagaikan barang komoditas yang dilempar ke pasar dengan memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk menarik pungutan bagi mahasiswa yang memiliki materi berlebih. "Dengan fenomena itu biaya pendidikan pun menjadi semakin tidak terjangkau untuk kaum miskin. Tanpa klausul BHP pun, perguruan tinggi sebenarnya sudah memungut sumbangan berlebih bagi calon mahasiswa," katanya.
Oleh karena itu, hanya mahasiswa dengan materi berlebih yang dapat mengenyam pendidikan di sekolah yang berkualitas bagus, sedangkan kaum miskin cukup bersekolah di lembaga pendidikan yang kualitasnya kurang bagus. "Padahal, tumpuan harapan orang miskin untuk mendapat pendidikan yang berkualitas dengan harga terjangkau bukan hanya hak orang miskin, namun juga merupakan kewajiban negara," katanya.
Ia mengatakan, akibat dualisme kebijakan itu lulusan sarjana di negeri ini menjadi pragmatis, karena mereka cenderung hanya berpikir bagaimana mencari pekerjaan yang dapat "balik modal" sesuai dengan biaya kuliah yang telah dikeluarkan dengan harga tinggi.
Bahkan, dalam konteks lebih luas manusia Indonesia pun terkotak-kotak menjadi kasta, antara golongan si kaya dan si miskin. Perbedaan kasta itu dapat terjadi karena perbedaan pungutan dalam lembaga pendidikan. "Sangat disayangkan jika hal itu memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam proses integrasi bangsa," katanya.
Sehubungan dengan hal itu, pemerintah perlu mendorong peran pemerintah daerah (pemda) untuk sektor pendidikan dan menyadarkan pengelola pendidikan untuk menghapus segala hal yang berbau pungutan.
Menurut dia, kecenderungan untuk melakukan pungutan merupakan penyakit yang sudah menjadi kebiasaan lembaga pendidikan di negeri ini. Penyakit ini harus diberantas karena pungutan hanya menghambat orang miskin untuk mengenyam pendidikan. "Untuk itu, ideologi yang harus diberlakukan di negeri ini adalah kebijakan yang berpihak kepada orang miskin. Kebijakan itu harus diterapkan dalam bidang apa saja, termasuk dalam bidang pendidikan," katanya.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Thanks for reading Pendidikan Belum Berpihak Kepada Orang Miskin

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar