Home » » Sekaa Pesantian Menuju Pendidikan Non Formal

Sekaa Pesantian Menuju Pendidikan Non Formal

Kelompok (sekaa) pesantian, yakni seni olah sastra dan apresiasi teks sastra Bali kuno (kekawin) yang berkembang di Bali dalam beberapa tahun belakangan dapat diterapkan secara permanen sebagai pendidikan non-formal di bawah binaan Departemen Agama.
"Hal itu sangat dimungkinan untuk bisa mendapat bantuan dana pembinaan dari Departemen Agama seperti halnya pondok pesantren," kata Drs I Gusti Made Ngurah, dosen senior Insitut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.
Mantan Kakanwil Agama Provinsi Bali itu menilai, kehadiran sekaa-sekaa pesantian yang berkembang di pelosok pedesaan perlu pembinaan secara lebih intensif.
Untuk itu perlu adanya dukungan dana, yang selama ini masalah tersebut belum berhasil diatasi. Oleh sebab itu perlu kerja keras dan perjuangan agar sekaa pesantian mendapat pengakuan sebagai lembaga pendidikan non-formal.
Gusti Ngurah menyebutkan, lembaga pendidikan non-formal itu dapat diformat sedemikian rupa, dengan melibatkan anak didik mulai dari tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), serta penduduk dewasa hingga orang tua.
Sekaa pesantian yang berkembang pesat, baik di kalangan masyarakat perkotaan maupun pedesaan di Bali mempunyai peran penting dalam mendukung kelestarian dan pengembangan seni budaya Bali. "Melalui aktifitas sekaa pesantian mampu mencetak kader-kader seniman dan budaya Bali," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana Drs Nengah Medera MHum, yang menyebutkan bahwa kelompok pesantian selama ini lebih banyak "dihuni" orang-orang dewasa dan orang tua, dan hanya sebagian kecil saja dari kalangan generasi muda.
Kelompok tersebut dalam aktifitasnya pada malam hari, melakukan pembahasan secara mendalam mengenai konsep nilai yang terkandung dalam karya sastra agama.
Forum tersebut pada akhirnya menyepakati seperangkat nilai yang dipakai acuan berperilaku dalam memuliakan hidup manusia. Dengan demikian kegiatan pesantian menjadi media penerusan nilai-nilai universal dalam budaya Hindu kepada generasi penerus.
Nengah Medera yang pernah menerima Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali itu menambahkan, kegiatan apresiasi dan diskusi sekaa pesantian menggunakan bahasa daerah Bali sebagai mediumnya.
Kegiatan tersebut secara tidak langsung memberikan pelatihan pemakaian bahasa daerah Bali yang baik dan benar, di samping pemahaman dan pengenalan sastra Bali dan Jawa kuno.
Hampir di setiap banjar, desa di kota maupun pedesaan di Bali telah terbentuk sekaa pesantian, bahkan merambah ke kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta. "Mereka itulah pendekar-pendekar seni budaya Bali yang senantiasa rela berkarya untuk pengorbanan suci (yadnya) tanpa pamrih, tanpa banyak menuntut untuk tetap lestari dan kokohnya seni budaya Bali," ujar Nengah Medera.
Kegiatan yang mengumandangkan pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu secara tidak langsung mampu merubah prilaku seorang sesuai tuntutan norma agama. "Kalau dicermati seserorang yang awalnya menjalani kehidupan yang serba gelap antara lain pemabuk dan penjudi, setelah mendapat pembinaan dalam sekaa pesantian akhirnya sadar dan taat pada norma agama," tutur Nengah Medera.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Thanks for reading Sekaa Pesantian Menuju Pendidikan Non Formal

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar