Pembeli di luar negeri saat ini dinilai sudah merasa jenuh dengan hasil berbagai jenis kerajinan di Bali yang dari tahun ke tahun tidak ada perubahan desain. "Pada era global sekarang ini, desain merupakan keunggulan. Produk kerajinan Bali ini harus menganut desain plus, yakni yang sesuai dengan kebutuhan pasar," kata Direktur Mitra Bali, Agung Alit.
Lelaki yang banyak membina ribuan perajin di Pulau Dewata ini mengatakan, kalau masalah desain ini tidak segera dipikirkan, dikhawatirkan akan berdampak pada produk kerajinan dari Bali yang tidak laku di pasaran. "Sekarang di Bali ini membutuhkan pusat desain. Mungkin ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar bisa memikirkan masalah ini, sehingga hasil kerajinan dari Bali tetap memiliki daya tarik di masyarakat luar," ujarnya.
Menurut dia, sebagai salah satu pusat kerajinan yang sudah dikenal di dunia, Bali seharusnya sudah memiliki pusat desain, seperti di Filipina. Peran itu dikembangkan oleh pemerintah maupun oleh perguruan tinggi seni.
Pengusaha yang dikenal peduli dengan lingkungan sehingga perajin binaannya diajak menggunakan bahan yang ramah alam itu mengemukakan bahwa perkembangan desain produk kerajinan memang tidak secepat dunia "fashion". "Mengenai desain ini, kita tidak bisa berharap banyak pada para perajin. Demikian juga juga pemasaran. Di Mitra Bali, kami sudah mulai membangun pusat desain yang idenya bisa dari permintaan pembeli, dari kami sendiri dan dari perajin. Cuma dari perajin tidak bisa banyak yang diharapkan," ujarnya.
Ia seringkali mengingatkan kepada perajin binaannya agar betul-betul memperhatikan permintaan desain dari pembeli luar negeri karena hal itu merupakan peluang pasar yang berdampak pada pembelian berikutnya. "Di Mitra Bali, kami selalu berimprovisasi jika ada permintaan desain dari pembeli. Kami mencoba memberikan desain yang lebih baik dari pada permintaan pembeli itu sendiri," katanya.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Lelaki yang banyak membina ribuan perajin di Pulau Dewata ini mengatakan, kalau masalah desain ini tidak segera dipikirkan, dikhawatirkan akan berdampak pada produk kerajinan dari Bali yang tidak laku di pasaran. "Sekarang di Bali ini membutuhkan pusat desain. Mungkin ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar bisa memikirkan masalah ini, sehingga hasil kerajinan dari Bali tetap memiliki daya tarik di masyarakat luar," ujarnya.
Menurut dia, sebagai salah satu pusat kerajinan yang sudah dikenal di dunia, Bali seharusnya sudah memiliki pusat desain, seperti di Filipina. Peran itu dikembangkan oleh pemerintah maupun oleh perguruan tinggi seni.
Pengusaha yang dikenal peduli dengan lingkungan sehingga perajin binaannya diajak menggunakan bahan yang ramah alam itu mengemukakan bahwa perkembangan desain produk kerajinan memang tidak secepat dunia "fashion". "Mengenai desain ini, kita tidak bisa berharap banyak pada para perajin. Demikian juga juga pemasaran. Di Mitra Bali, kami sudah mulai membangun pusat desain yang idenya bisa dari permintaan pembeli, dari kami sendiri dan dari perajin. Cuma dari perajin tidak bisa banyak yang diharapkan," ujarnya.
Ia seringkali mengingatkan kepada perajin binaannya agar betul-betul memperhatikan permintaan desain dari pembeli luar negeri karena hal itu merupakan peluang pasar yang berdampak pada pembelian berikutnya. "Di Mitra Bali, kami selalu berimprovisasi jika ada permintaan desain dari pembeli. Kami mencoba memberikan desain yang lebih baik dari pada permintaan pembeli itu sendiri," katanya.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
0 komentar:
Posting Komentar