Terapi pengobatan anti retroviral (ARV) baru dinikmati 20 ribu orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia dari total penderita menurut Badan PBB untuk AIDS (UNAIDS) 270 ribu kasus. Hal tersebut dikatakan Prof Dr Zubairi Djoeban Sp.PD, Manager Unit Pelayanan Terpadu HIV/AIDS RS Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada seminar Peran Tenaga Kesehatan dalam Penanggulangan HIV/AIDS dan menyongsong Internasional Congress on AIDS in Asia and the Pasific (ICAAP) ke-9, di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Jumat (8/5).
Jumlah yang mendapatkan pengobatan ARV tersebut bagi orang terinfeksi HIV/AIDS telah berobat. Selain itu, jumlah obat ARV juga terbatas. Penderita HIV/AIDS di Indonesia yang terus meningkat tersebut, tercatat dari laporan data estimasi tahun 2002 ada 108 ribu kasus, 2006 oleh Depkes ada 193 ribu kasus dan tahun ini estimasi UNAIDS 270 ribu kasus. ‘’Jumlah estimasi itu, kalau dibanding dengan Vietnam masih lebih rendah. Tapi kita masih jauh di atas Iran dan Pakistan,’’ katanya.
Ia mengatakan, dari data internasional jumlah menderita HIV/AIDS terus mengalami peningkatan dan di Indonesia sudah diupayakan untuk melakukan penekanan terhadap penyebaran virus itu, tapi semua yang dilaksanakan masih belum cukup. Untuk kasus baru terinfeksi HIV/AIDS di Jakarta sendiri mencapai lebih dari 100 pasien per bulan. Mereka yang terinfeksi HIV/AIDS sekitar 30-93% adalah pengguna narkotik suntik.
Masalah tersebut, kata Zubairi, memerlukan penanganan yang lebih serius dari berbagai pihak sekelian dilakukan terapi dengan pengobatan ARV, juga diperlukan peran tenaga kesehatan. Petugas kesehatan sebagai komponen dalam pendekatan berbagai pelayanan kesehatan kepada pasien yang harus memiliki kemampuan dalam menganalisa suatu persoalan dan merumuskan formulasi perencanaan yang efektif. Bahkan, dalam pelayanan terhadap orang terinfeksi HIV harus sedini mungkin sehingga dapat melakukan langkah penanganan yang tepat dan tidak jatuh ke stadium lanjut.
Tenaga kesehatan tidak hanya berperan dalam hal promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi saja, tapi juga memiliki kontribusi secara holistik dan komprehensif. Untuk mendukung itu semua, tenaga kesehatan harus dapat bekerja sama dengan berbagai sektor seperti LSM, aktivis yang peduli HIV/AIDS, pemerintah maupun lembaga donor agar program yang telah diprioritaskan dapat dijalankan secara efektif, efisien, dan berkesinambungan.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Jumlah yang mendapatkan pengobatan ARV tersebut bagi orang terinfeksi HIV/AIDS telah berobat. Selain itu, jumlah obat ARV juga terbatas. Penderita HIV/AIDS di Indonesia yang terus meningkat tersebut, tercatat dari laporan data estimasi tahun 2002 ada 108 ribu kasus, 2006 oleh Depkes ada 193 ribu kasus dan tahun ini estimasi UNAIDS 270 ribu kasus. ‘’Jumlah estimasi itu, kalau dibanding dengan Vietnam masih lebih rendah. Tapi kita masih jauh di atas Iran dan Pakistan,’’ katanya.
Ia mengatakan, dari data internasional jumlah menderita HIV/AIDS terus mengalami peningkatan dan di Indonesia sudah diupayakan untuk melakukan penekanan terhadap penyebaran virus itu, tapi semua yang dilaksanakan masih belum cukup. Untuk kasus baru terinfeksi HIV/AIDS di Jakarta sendiri mencapai lebih dari 100 pasien per bulan. Mereka yang terinfeksi HIV/AIDS sekitar 30-93% adalah pengguna narkotik suntik.
Masalah tersebut, kata Zubairi, memerlukan penanganan yang lebih serius dari berbagai pihak sekelian dilakukan terapi dengan pengobatan ARV, juga diperlukan peran tenaga kesehatan. Petugas kesehatan sebagai komponen dalam pendekatan berbagai pelayanan kesehatan kepada pasien yang harus memiliki kemampuan dalam menganalisa suatu persoalan dan merumuskan formulasi perencanaan yang efektif. Bahkan, dalam pelayanan terhadap orang terinfeksi HIV harus sedini mungkin sehingga dapat melakukan langkah penanganan yang tepat dan tidak jatuh ke stadium lanjut.
Tenaga kesehatan tidak hanya berperan dalam hal promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi saja, tapi juga memiliki kontribusi secara holistik dan komprehensif. Untuk mendukung itu semua, tenaga kesehatan harus dapat bekerja sama dengan berbagai sektor seperti LSM, aktivis yang peduli HIV/AIDS, pemerintah maupun lembaga donor agar program yang telah diprioritaskan dapat dijalankan secara efektif, efisien, dan berkesinambungan.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009


0 komentar:
Posting Komentar