Pengamat budaya Universitas Jember, Ayu Sutarto, menilai Pemerintah Jawa Timur kurang serius memperhatikan kesenian dan budaya padahal peranan pusaka budaya cukup penting dalam kehidupan masyarakat.
"Ada niat baik pemerintah Provinsi Jatim untuk memperhatikan budaya Indonesia, namun dalam pelaksanaannya sangat minim," kata Ayu Sutarto dalam seminar nasional dengan tema "Pemetaan dan Pembacaan Budaya di Provinsi Jawa Timur Dalam Kaitannya Dengan Industri Kreatif" di Fakultas Sastra Unej, dalam rangka Pekan Chairil Anwar 2009.
Menurut dia, produk-produk kebudayaan dapat memberi harapan bagi kesejahteraan masyarakat, namun Pemprov Jatim dan masyarakat kurang kreatif dalam mengemas produk kebudayaan sebagai komoditi.
"Produk kebudayaan bisa menjadi komoditi berupa benda-benda budaya dan kreativitas individu untuk menghasilkan sesuatu yang berharga," katanya menerangkan.
Ia menjelaskan, banyak budaya Indonesia yang bisa dikemas dengan industri kreatif sehingga menghasilkan uang, tanpa harus menjual budaya Indonesia kepada negara lain.
"Banyak negara yang sukses mengembangkan kebudayaan yang didukung penuh oleh pemerintah, seperti Jepang, Malaysia dan Amerika Serikat.
Peranan pemerintah, kata dia, sangat minim untuk mengembangkan budaya sehingga terkesan budaya Indonesia hanya sebagai simbol dan tidak bisa menjadi lahan kreativitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya berharap, ada perhatian pemerintah terhadap nilai budaya agar budaya Indonesia tidak punah," katanya berharap.
Pada tataran konsep, kata dia, Pemprov Jatim sudah memberikan perhatian terhadap pusaka budaya, namun belum ada manfaat yang bisa dirasakan nyata oleh masyarakat, baik melalui aspek politis maupun aspek ekonomis.
"Kesenian tradisional hanya nampak besar pada gelombang semangat untuk bangkit, sedangkan usulan program yang nyata untuk membangun kesenian tersebut tidak ada," tuturnya.
Ia menegaskan, ada tiga hal yang harus dilakukan Pemprov Jatim yakni membangun keyakinan bahwa pusaka budaya bisa memberikan manfaat sosial-ekonomi, para pelaku budaya harus melakukan inovasi kreatif untuk merespons zaman dan menumbuhkan partisipasi di kalangan investor dan lembaga pendidikan formal atau non-formal.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
"Ada niat baik pemerintah Provinsi Jatim untuk memperhatikan budaya Indonesia, namun dalam pelaksanaannya sangat minim," kata Ayu Sutarto dalam seminar nasional dengan tema "Pemetaan dan Pembacaan Budaya di Provinsi Jawa Timur Dalam Kaitannya Dengan Industri Kreatif" di Fakultas Sastra Unej, dalam rangka Pekan Chairil Anwar 2009.
Menurut dia, produk-produk kebudayaan dapat memberi harapan bagi kesejahteraan masyarakat, namun Pemprov Jatim dan masyarakat kurang kreatif dalam mengemas produk kebudayaan sebagai komoditi.
"Produk kebudayaan bisa menjadi komoditi berupa benda-benda budaya dan kreativitas individu untuk menghasilkan sesuatu yang berharga," katanya menerangkan.
Ia menjelaskan, banyak budaya Indonesia yang bisa dikemas dengan industri kreatif sehingga menghasilkan uang, tanpa harus menjual budaya Indonesia kepada negara lain.
"Banyak negara yang sukses mengembangkan kebudayaan yang didukung penuh oleh pemerintah, seperti Jepang, Malaysia dan Amerika Serikat.
Peranan pemerintah, kata dia, sangat minim untuk mengembangkan budaya sehingga terkesan budaya Indonesia hanya sebagai simbol dan tidak bisa menjadi lahan kreativitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya berharap, ada perhatian pemerintah terhadap nilai budaya agar budaya Indonesia tidak punah," katanya berharap.
Pada tataran konsep, kata dia, Pemprov Jatim sudah memberikan perhatian terhadap pusaka budaya, namun belum ada manfaat yang bisa dirasakan nyata oleh masyarakat, baik melalui aspek politis maupun aspek ekonomis.
"Kesenian tradisional hanya nampak besar pada gelombang semangat untuk bangkit, sedangkan usulan program yang nyata untuk membangun kesenian tersebut tidak ada," tuturnya.
Ia menegaskan, ada tiga hal yang harus dilakukan Pemprov Jatim yakni membangun keyakinan bahwa pusaka budaya bisa memberikan manfaat sosial-ekonomi, para pelaku budaya harus melakukan inovasi kreatif untuk merespons zaman dan menumbuhkan partisipasi di kalangan investor dan lembaga pendidikan formal atau non-formal.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
0 komentar:
Posting Komentar