Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan pola produksi pupuk harus diarahkan pada pupuk majemuk yang dibutuhkan sektor pertanian di dalam negeri. Ada tiga aspek produksi yang menjadi masalah dalam industri pupuk, antara lain pola pengembangan pupuk majemuk. Artinya, pupuk majemuk harus jadi pola produksi pupuk yang dibutuhkan sektor pertanian untuk masa depan, Fahmi.
Pada Breakfast Meeting Penyelarasan Kebijakan Perpupukan Nasional Menuju Kemandirian Pangan yang Berkelanjutan, Fahmi mengatakan, kebutuhan pupuk majemuk diperkirakan terus berlipat ganda. Selama 2009, kebutuhan pupuk NPK sebesar 1,5 juta ton dan diperkirakan meningkat hingga 9,1 juta ton pada 2010. Peningkatan kebutuhan pupuk NPK diproyeksikan terus naik hingga 23,2 juta ton pada 2025.
Selain pupuk majemuk, kebutuhan pupuk organik yang pada 2009 hanya 450 ribu ton diperkirakan meningkat menjadi 12,2 juta ton pada 2010 dan mencapai 18,8 juta ton pada 2025. Pemerintah memang sedang mendorong penggunaan pupuk majemuk untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Pemerintah juga mendorong penggunaan pupuk organik untuk mengembalikan kondisi lahan pertanian yang mulai menurun tingkat kesuburan. Pupuk organik merupakan suatu keharusan untuk diproduksi.
Terkait masalah pasokan gas ke pabrik pupuk yang selama ini selalu menjadi perdebatan, Menperin mengatakan perlu dicarikan solusinya segera. Salah satu masalah yang sering dikeluhkan produsen pupuk adalah soal harga gas yang masih menggunakan kurs dolar AS. ‘’Seperti perusahaan keramik yang membeli gas dari PGN dengan menggunakan mata uang dolar AS, sedang diusulkan untuk diubah,’’ tegas Fahmi.
Masalah lain, adanya perbedaan harga pupuk yang sangat jauh akibat belum adanya standarisasi harga gas. Padahal pemasoknya hanya satu yakni BP Migas. Kalau beda harga, tidak masalah, tapi masuk akal. Ia mencontohkan, harga di pupuk PT PKT sebesar 4,2 dolar AS per MMBTU; PT Kujang seharga 5,2 dolar AS per MMBTU; PT Semen Gresik sebesar 5 dolar AS lebih per MMBTU; PT PIM sebesar 4,25 dolar AS per MMBTU; PT Pusri sebesar 3,3 dolar AS per MMBTU. Sementara harga pupuk urea yang dijual ke petani sama.
Selain harga, masalah lain yang juga sering dikeluhkan produsen pupuk adalah persoalan kontinuitas dan suplai gas. Pabrik pupuk umumnya berlokasi jauh dari sumur gas. Yang paling dekat hanya PT PKT dengan jarak antara pabrik dengan sumur gas 36 kilometer. ‘’PT Kujang jauh antara pabrik dengan sumur, PT PIM dekat. Jadi, saya tegaskan, masalah pupuk di jalur hilir adalah soal harga gas, kontinuitas suplai gas serta jarak antara sumur gas dengan pabrik,’’ jelasnya.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
Pada Breakfast Meeting Penyelarasan Kebijakan Perpupukan Nasional Menuju Kemandirian Pangan yang Berkelanjutan, Fahmi mengatakan, kebutuhan pupuk majemuk diperkirakan terus berlipat ganda. Selama 2009, kebutuhan pupuk NPK sebesar 1,5 juta ton dan diperkirakan meningkat hingga 9,1 juta ton pada 2010. Peningkatan kebutuhan pupuk NPK diproyeksikan terus naik hingga 23,2 juta ton pada 2025.
Selain pupuk majemuk, kebutuhan pupuk organik yang pada 2009 hanya 450 ribu ton diperkirakan meningkat menjadi 12,2 juta ton pada 2010 dan mencapai 18,8 juta ton pada 2025. Pemerintah memang sedang mendorong penggunaan pupuk majemuk untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Pemerintah juga mendorong penggunaan pupuk organik untuk mengembalikan kondisi lahan pertanian yang mulai menurun tingkat kesuburan. Pupuk organik merupakan suatu keharusan untuk diproduksi.
Terkait masalah pasokan gas ke pabrik pupuk yang selama ini selalu menjadi perdebatan, Menperin mengatakan perlu dicarikan solusinya segera. Salah satu masalah yang sering dikeluhkan produsen pupuk adalah soal harga gas yang masih menggunakan kurs dolar AS. ‘’Seperti perusahaan keramik yang membeli gas dari PGN dengan menggunakan mata uang dolar AS, sedang diusulkan untuk diubah,’’ tegas Fahmi.
Masalah lain, adanya perbedaan harga pupuk yang sangat jauh akibat belum adanya standarisasi harga gas. Padahal pemasoknya hanya satu yakni BP Migas. Kalau beda harga, tidak masalah, tapi masuk akal. Ia mencontohkan, harga di pupuk PT PKT sebesar 4,2 dolar AS per MMBTU; PT Kujang seharga 5,2 dolar AS per MMBTU; PT Semen Gresik sebesar 5 dolar AS lebih per MMBTU; PT PIM sebesar 4,25 dolar AS per MMBTU; PT Pusri sebesar 3,3 dolar AS per MMBTU. Sementara harga pupuk urea yang dijual ke petani sama.
Selain harga, masalah lain yang juga sering dikeluhkan produsen pupuk adalah persoalan kontinuitas dan suplai gas. Pabrik pupuk umumnya berlokasi jauh dari sumur gas. Yang paling dekat hanya PT PKT dengan jarak antara pabrik dengan sumur gas 36 kilometer. ‘’PT Kujang jauh antara pabrik dengan sumur, PT PIM dekat. Jadi, saya tegaskan, masalah pupuk di jalur hilir adalah soal harga gas, kontinuitas suplai gas serta jarak antara sumur gas dengan pabrik,’’ jelasnya.
KORAN PAK OLES/EDISI 175/16-31 MEI 2009
0 komentar:
Posting Komentar